Tangan Prilly terus berkutat mengobati luka lembab di pipi kanan Ali, pandangannya hanya tertuju pada kapas yang sudah di beri alkohol, wajah Prilly datar, bibirnya pun terus bungkam sejak beberapa menit lalu.
Ali menatap wajah itu dalam diam, ia memang sering melihat Prilly diam. Tapi bukan dengan tatapan ini. "Kenapa?"tanya Ali menghilangkan keheningan di ruangan Klinik ini.
Retina mata Prilly terangkat lalu menatap mata legam Ali, sayangnya itu hanya bertahan satu detik. Prilly kembali fokus pada luka Ali.
Ali menghentikan gerakan tangan Prilly. Di tariknya tangan gadis itu, Ali mengecup punggung tangan Prilly sambil memejamkan mata.
Lagi, Prilly di buat tenang olehnya.
"Maaf, Queen."
Tiba-tiba mata Prilly memanas, entah kenapa perasaan takut itu muncul saat melihat perlakuan sengit Ali pada Jio.
"Jangan ulangi itu lagi, gue takut."
Ali bisa melihat raut itu, ketakutan yang menjalar bersamaan dengan tubuh yang bergetar. Ali terkesiap karenanya, sebelumnya ia tidak pernah peduli akan perbuatan liarnya itu.
Tapi entah kenapa sekarang ia merasa ingin berhenti dan menghilangkan kebiasaan buruknya.
Sungguh, Ali benci melihat Prilly ketakutan karenanya.
Ali segera merengkuh tubuh mungil Prilly, membiarkan gadisnya menangis di dada bidangnya, "Maaf.." tutur ali lirih.
"Gue gak mau liat lo kaya tadi lagi, lo nyeremin hikss. Gue takut liat lo kaya gitu. Gue..gue gak mau lo kenapa-napa, Ali hikss.."
Tangan Prilly membalas pelukan Ali. Lebih erat. Walaupun tadi Ali membuatnya sangat ketakutan tapi tak ada ungkapan yang lebih baik jika sudah berada di pelukan Ali.
Ali langsung tersenyum penuh arti setelah mendengar penuturan gadisnya.
"Gue seneng lo khawatirin gue Pril. Makasih."batinnya lantas mengecup pucuk kepala Prilly.
~♡~
Ali menimbulkan kepalanya di balik pintu kamar Malik, senyumnya mengembang saat melihat Malik yang sedang berbaring sambil tersenyum menatap ponselnya.
Ali masuk dan berjalan menghampiri kakaknya.
"Bang, gimana kondisi lo?" Ia duduk di tepian kasur, Malik membenarkan posisinya dengan menyandarkan punggungnya di kepala ranjang. Ponselnya pun langsung ia taruh di atas nakas.
"Dari dulu kondisi gue selalu sehat 45 dek" jawabnya dengan kekehan kecil.
Ali menggelengkan kepalanya, tak habis pikir dengan jalan pikiran pria yang satu ini.
"Udah balik sekolah? Tumben siang-siang ada di rumah? Biasanya kan nongkrong sambil bikin rusuh di pinggir jalan."tanya Malik.
Ali berdecak kesal. Ia membaringkan badannya di samping Malik. "Lo pikir gue pengamen? Gue males keluar. Lagian kan, ada abang tercintahh di rumah. Jadi kapan lagi bisa berduaan. Hahaha.."
"Belum berubah ternyata. Itu pipi kenapa bisa memar? Di cipok Saodah lagi?" Malik meneliti wajah Ali.
Ali menepis tangan Malik yang menyentuh lukanya. "Saodah udah di jadiin sate sama si Robin!"
"Anjing yang malang. Terus itu kenapa?"
"Jio, biasa." Ali menjadikan tangannya sebagai bantal.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Don't Understand
Fanfiction"Lo harus jadi cewek gue!" Degh.. Prilly terkejut bukan main. Bukankah ini pertemuan ketiga mereka? Kenapa Ali sangat mudah berbicara seperti itu?. "Maksudnya?" "Lola ternyata! lo harus jadi pacar gue. Mulai detik ini, menit ini, jam ini dan hari in...