Tarendra ~ Gue Ngerasa Kayak di Rumah

2.3K 239 8
                                    

'Nanti saya cari pak.'

'...'

'Ok pak.'

Gue menutup telpon dari atasan gue lalu menyimpan hape gue di kantong celana.

"Dapet perintah apa lagi Ren?" tanya teman gue yang ikut bersama gue ke tempat rekanan.

"Ngingetin yang tadi itu si bos. Lo cari deh sama pak Yon, gue nunggu di sini aja." perintah gue pada teman gue.

"Nggak pa pa nih gue tinggal?" dia nanya gitu ke gue.

"Ya nggak pa pa. Daripada tuh barang nggak nemu. Sama urgent kan? Kalo salah satu nggak kebawa kita juga yang repot." ingat gue.

Temen gue mengangguk setuju. "Ok lah, gue pergi cari tuh barang dulu." pamit dia lalu meninggalkan gue di tempat rekanan gue.

Gini banget kalo jadi cungpret. Semua harus cepet beres. Kalo nggak beres sesuai jadwal, kena marah. Dibilang nggak becus kerja lah. Dibilang nggak niat kerja lah. Dibilang kerjaannya leha-leha aja. Pemalas. Doyannya makan gaji buta. Kan kampret itu namanya.

Sekarang gue lagi ngurusin beberapa proposal yang diajuin dari beberapa kumpulan. Dan kebetulan yang diminta itu berupa barang. Jadilah gue dan temen gue dapat tugas buat nyari. Harus dapat ini, atau minimal menyamai. Nah yang bikin pusing itu, tenggat waktunya sama pula dengan tugas yang memang udah gue dan teman-teman gue rutin kerjakan.

Menyebarkan souvenir perusahaan berupa pakaian kepada beberapa pihak sesuai dengan level pakaiannya. Biasanya ada tiga level dengan harga sesuai dengan level masing-masing. Level tiga untuk kalangan biasa, dengan kualitas barang biasa juga. Level dua untuk kalangan menengah dan pastinya yang level atas untuk mereka yang memiliki posisi penting di suatu kumpulan.

Jangan heran dengan perbedaan seperti itu. Itu adalah hal yang lumrah. Di manapun kalian berada akan menemukan hal-hal seperti itu. Yang kadang membuat kalian miris sendiri karena tidak sesuai dengan hati nurani. Tapi kalo tidak dibedakan akan 'sulit' untuk kami, perusahaan. Kalian mengerti kan maksud gue? Oke gue anggap kalian mengerti.

Masalahnya sekarang, souvenirnya itu belum siap. Masih dalam pengerjaan. Sekitar 10 persen lagi.

Sepuluh persen coyyy, lama itu. Jangan anggap sepele perhitungan sepuluh persen itu.

Bagi kami itu sangat berarti. Karena semakin lama barang yang kami inginkan siap, semakin lama kami sampai di rumah masing-masing. Itu hitungan ringkasnya saja. Dalam produksi kurang lebih sama keterlambatan akan memakan biaya. Dan itu memengaruhi harga.

Jadi jangan pernah menganggap remeh perhitungan bahkan 0.1 karena akan berpengaruh besar dalam banyak hal.

Yaelah gue ngomong apa sih ini. Efek mumet begini banget sih. Kayaknya gue butuh teman ngobrol deh ini.

Gangguin Oriza enak kali ya. Lumayan bisa bikin stres gue ilang. Walaupun kadang pas gue telpon di cuekin gitu ama dia. Didiamin gitu aja telpon gue dan dia asik sendiri dengan dunianya. Tapi gue tetep seneng kok, paling nggak gue bisa denger bunyi-bunyi dari tempat dia berada bukti bahwa dia masih ada tapi lagi males ngobrol ama gue.

'Halo,' serak gitu suaranya. Pasti masih tidur nih anak.

'Lagi tidur siang ya?' gue sering banget ngajuin pertanyaan nggak penting gini dan sering bikin dia cuekin gue.

Kadang dia bilang lagi bete, gue tanya bete kenapa? Dia ngediamin gue langsung. Ya kan gue yang salah, udah jelas dia bilang bete no excuse lah ya kalo orang bete itu trus gue masih nanya kenapa. Bego kan?

'Hmmm,' masih untung ini dia ngasih gue gumaman sebagai jawaban. Baru setengah sadarkan dia. Kalo lagi sadar malah lebih kejam.

'Boleh nggak aku ganggu kamu. Lagi suntuk ini.' baik kan gue. Mau ngusik ketentraman dia aja gue minta izin dulu apalagi mau minta yang lain.

Couple Goals Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang