Tarendra ~ Amazing Oriza.

2.2K 224 22
                                    

Gue hanya bisa pasrah ketika Oriza bilang dia nggak mau nikah dalam waktu dekat. Nggak mungkin juga kan gue paksa biar dia ngikut apa yang gue mau. Bisa diputus gue yang ada. Dan lagi gue bukan laki yang hobi maksain kehendak. Yang bisa gue lakuin biar hatinya cepet kebuka cuma berdoa dan tunjukkin keseriusan gue.

"Kita di rumah aja ya?" Oriza mohon ke gue dengan wajahnya yang bikin gue nggak bisa nolak.

Karena gue sayang dia gue mengangguk gue mengiyakan permintaannya. "Capek banget ya?" Tanya gue sambil usap-usap kepalanya.

Oriza ngangguk. "Jadi anak baru gini banget ya?" Dia menyandarkan kepalanya di bahu gue.

"Sampai kamu terbiasa aja." Jawab gue.

Sejak Oriza jadi mahasiswa baru di Poltek. Kita emang lebih sering kencan di rumah. Cuma sesekali aja hangout. Capek banget dia dengan kuliahnya yang sekarang.  Wajar sih kalau gue bilang. Masih full day gitu jadwalnya. Jadi belum terbiasa dia.

Ditambah banyaknya tugas dan aktivitas yang dia ikuti.  Masih kagok gitu badannya.

Udah gitu dia mesti kuliah malam juga. Untung aja ini dia rajin minum suplemen. Nggak kebayang lah gue kalau dia nggak pinter jaga kesehatan, ambruk pasti.

Kalau dipikir-pikir kasian banget gue ama bocah kesayangan gue ini. Apalagi pas gue jemput dia pulang kuliah malam itu, baru nemplok di kursi langsung tepar dia. Lelap banget tidurnya. Saking lelapnya sampe nggak sadar gitu dia waktu gue angkat ke kamarnya. Karena nggak bangun-bangun pas dibangunin.

"Jangan tidur ya Za." Gue buru-buru kasih peringatan. Mencegah terjadinya kebiasaan barunya akhir-akhir ini. Ya kali tiap kencan ditinggal tidur.

Oriza mengangkat kepalanya dari bahu gue. "Takut banget sih Za tinggal tidur." Ucapnya.

"Ya kamu pikir aja. Masa setiap kencan aku ditinggal bengong sendiri. Sementara kamu tidur nyenyak sampai ngiler." Gue ungkapin apa yang ada dipikiran gue plus ngeledek dia.

Akhir-akhir ini Oriza emang pelor parah. Nempel dikit langsung molor. Apalagi pas tangan gue udah usap-usap kepalanya. Nggak sampai sepuluh menit pasti gue ditinggal tidur.

"Nggak sengaja kak Ren." Jawabnya. Kembali menjadikan bahu gue sandaran kepalanya.

'Nggak sengaja tapi sering.' gumam gue.

"Apa?" Oriza bertanya.

"Aku nggak ngomong apa-apa kok." Bohong gue.

Ya kali gue ngaku. Bisa biru pasti pinggang gue dicubitin.

Itu sih belum parah. Kalau moodnya bener-bener lagi jelek bisa minta putus dia. Sering kan dia kasih ancaman gitu.

'Kalo kak Ren nggak ikhlas, putus aja deh. Kasihan capeknya aja yang  kak Ren dapet. Sementara pahalanya hilang karena nggak ikhlas.'

Atau waktu gue sering rayu-rayu dia biar  mau gue ajak nikah.

'Kak Ren kalau nggak tahan lagi cari yang siap aja deh. Nggak papa kok Za nungguin jodoh orang beberapa bulan ini. Daripada ntar-ntaran kak Ren beneran bosan. Sekarang aja deh putusnya. Sakitnya nggak parah-parah amat.'

Ucapan dia bikin gue nggak berkutik. Nggak berani macam-macam lagi. Ya kan gue kadung cinta ama dia. Sreg nya cuma ama dia. Nggak bisa kelain hati lagi.

"Kok Za nggak percaya ya?" ucapnya mengungkit gumaman gue tadi.

"Ya jangan percaya." Jawab gue. Masih terus mengusap kepalanya dan sesekali memberi kecupan.

"Gimana kerjaan kak Ren?" Oriza nggak melanjutkan pertanyaannya tadi.

Dia sering  nanyain aktivitas gue di kantor. Gimana kerjaan gue, lancar nggak. Gimana sama temen-temen gue. Banyak deh pertanyaannya.

Couple Goals Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang