Setelah liburan yang cukup panjang, akhirnya aku harus kembali masuk sekolah. Sedikit tidak bersemangat karena aku sudah tidak bertemu teman lamaku lagi, seperti Rani, Dodo, Rehan, dan Jack (kucing peliharaan pengurus sekolah). Jujur saja aku paling tidak bisa bertemu dengan orang baru, aku pasti canggung, kecuali orang itu memang asik, pasti aku akan langsung meladeninya.
Kamu harus tahu, malam itu aku sedang bermain play station sedangkan besoknya aku harus bangun pagi untuk berangkat sekolah. Aku hanya bosan menunggu hari esok dengan perasaan bingung apa yang harus aku lakukan jika bertemu dengan orang banyak nanti. Sebenarnya memang itu tidak perlu dipikirkan, tapi hal itu memang tiba-tiba saja ada di pikiranku.
"Rendi...bangun Rendi...."
Kamu tahu kan itu siapa yang berteriak? dia ibuku. Ibu berteriak sampai aku terbangun, padahal aku sedang mimpi bertemu bidadari di sekolah baru ku.
Setelah aku terbangun dan aku melihat ke arah jam, ternyata sudah jam 4 pagi, aku harus mandi setelah itu sholat subuh. Selesai sholat subuh, aku memakai seragam sekolah yang baru saja ibu belikan dua hari yang lalu, kemudian aku tidur lagi. Aku sangat ngantuk sekali saat itu karena aku baru tidur jam 11 malam dan bangun lima jam setelahnya.
Aku baru berangkat jam 7 pagi sedangkan di jadwal aku harus sudah sampai sekolah jam 7 pagi. Waktu yang ditempuh dari rumahku ke sekolah sekitar 15 menit dengan menggunakan sepeda motor. Dan itu membuatku untuk mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi. Karena itu, kejadian yang aku tidak inginkan pun terjadi, aku hampir saja menabrak wanita tua berambut putih yang sedang menyeberang, beruntung, ia selamat, tapi aku terjatuh bersama dengan motorku karena berusaha menghindari wanita tua itu, pipi kiriku memar karena terbentur aspal. Dan aku harus segera pergi ke sekolah tanpa peduli kondisi wajahku yang memar ini.
"Maap nek," kataku pada nenek itu kemudian aku langsung bergegas pergi.
Nenek itu tak menghiraukan ucapanku, ia hanya mengelus dadanya sambil menghela napas. Mungkin ia sedang bersyukur karena masih bisa bernapas.
Aku sampai di sekolah pukul 07.30 dan pagar sekolah masih terbuka lebar. Kondisi wajahku seperti orang yang baru saja maling jambu di rumah Mpok Siti, dan ternyata aku telat 15 menit karena bel baru berbunyi pukul 07.15. Aku segera memasuki ruang kelas X MIPA 2 dengan kondisi yang masih sama.
Ternyata saat itu belum ada guru yang memasuki kelas. Tapi, aku bingung harus duduk di mana karena semua tempat duduk sudah penuh, kecuali di barisan ketiga dari depan, di situ ada manusia dengan jenis kelamin perempuan duduk sendirian. Ntah darimana rasa percaya diri itu datang, aku menghampirinya
.
"Hai? boleh duduk di sini?" kataku.
"Iya, boleh," kata dia sambil menunduk.Aku yakin dia pasti pemalu, dan aku sangat tertarik untuk berbicara dengannya. Sikapnya sangat dingin saat itu dan aku harap ia bisa panas secepatnya.
"Namamu bagus," kataku sambil menatap wajahnya.
Menurutku, dia cantik dengan rambut sebahu, tinggi badannya pun tidak mengalahiku. Wajahnya pasti mirip ibunya, dan membuatku tidak bosan menatapnya.
"Kamu tau dari mana namaku?" jawabnya dengan wajah heran.
"Aku tidak tahu namamu, tapi aku yakin namamu pasti bagus," kataku dengan tertawa kecil.
"Namaku Reina" kata dia yang sepertinya tidak ingin terlalu lama berbicara denganku.
"Tuhkan benar, namamu bagus," kataku.
"Reina saja?" lanjutku.
"Iya," jawabnya dengan kaku.Dia diam, setelah itu kita tidak berbicara lagi.
Bel istirahat berbunyi dan aku pergi keluar kelas untuk membeli minuman kemudian kembali lagi ke kelas. Aku melihat Reina masih duduk di tempatnya sambil membaca buku.
"Kamu tidak istirahat?" tanyaku.
"Ini aku sedang beristirahat."
"Maksudku, kamu tidak ke kantin?"
"Kalo aku ke kantin, kamu gak akan melihatku di sini."Ntah aku yang terlalu bodoh menghadapi wanita seperti itu, atau memang dia yang sangat sulit untuk diajak berkomunikasi. Aku seperti sedang berbicara dengan orang Amerika Serikat menggunakan Bahasa Indonesia.
Aku yakin suatu saat nanti Reina akan berdua bersamaku untuk menatap pohon jambu di halaman rumahku dan akan ku ajak ke rumah Mpok Siti untuk mencoba jambu yang katanya enak itu. Tapi kali ini dia memang masih sulit dimengerti, dan dia juga belum mengerti maksudku. Sebaiknya kita tidak perlu membahas Reina terlalu dalam pada bagian ini, karena aku harus beritahu padamu bagaimana sekolahku.
Kalau kamu ke sekolahku, kamu pasti ingin tinggal di sana, makan batagor, atau tidur di kelas dengan nyenyak. Sekolahku terletak di Jalan Patimura no.15, kode pos nya aku lupa. Gedung 2 tingkat dengan cat berwarna hijau cukup membuatku nyaman untuk sedikit melepas rasa bosan di rumah yang warna catnya tidak diganti-ganti!
Di sana banyak sekali pohon, tanpa kipas angin di dalam kelas pun sudah terasa sejuk dan bisa tidur nyenyak saat jam kosong. Bahkan sesekali aku hanya numpang tidur di kelas, tidak belajar sama sekali.
Ada yang ingin kukenalkan padamu, dia Bu Tuti, Guru yang pertama kali menyapaku dengan caranya yang aneh untuk ukuran seorang perempuan.
"Woy anak baru nih," ujarnya ketika aku baru saja memasuki gerbang sekolah.
Itu benar-benar membuatku terkejut, hampir saja aku menyaut, "minggir tai!" karena saat itu aku sedang terburu-buru. Sepertinya dia guru yang baik untuk dijadikan teman dan juga cukup aneh untuk dipercaya kalau ia seorang guru.
Ini awal yang tidak menyenangkan karena di hari pertama sekolah aku harus mengalami musibah yang tidak seharusnya aku alami, ini memang murni kesalahanku. Kalau saja aku tidak menghindari wanita tua itu, pasti wajahku tidak akan memar dan Reina tidak akan berpikiran kalau aku baru saja maling jambu di rumah Mpok Siti . Tapi sepertinya wanita tua itu juga akan tewas dan aku akan dipukuli orang sekitar, wajahku bisa lebih parah.
Sudahlah, nasi sudah jadi bubur! Dan aku lapar sekarang.Aku senang bisa punya teman baru di sini, dan tidak perlu canggung lagi. Senang rasanya bisa berkenalan dengan Reina. Dia punya rasa peduli juga padaku yang terus mengajaknya berbicara.
"Itu pipinya kenapa?" dia bertanya setelah beberapa menit diam.
"Ditampar," kataku.
"Ditampar siapa?"
"Gak tau, katanya dia mau pegang pipiku."
"Kok sampe memar?"Dia terus bertanya, itu membuatku senang. Dan itu juga membuatku semakin ingin tahu tentangnya.
"Pegangnya terlalu kencang, habis itu aku ditampar," kataku.
"Jahat banget dia."
"Tidak lebih dari seorang koruptor."Sepertinya aku mulai suka dengan cara dia berbicara. Saat itu aku belum mengerti, ntah dia pendiam atau saat itu ia sedang menahan buang air besar. Yang jelas aku hanya kagum pada Reina, bukan cinta. Aku juga senang mimpiku semalam bertemu bidadari di sekolah jadi kenyataan, itu membuatku ingin tidur terus setiap pulang sekolah dan berdoa untuk dipertemukan kembali di mimpi.
Aku pulang ke rumah dengan keadaan yang membuat ibu heran atau mungkin khawatir.
"Kamu kenapa Ren?" tanya ibu.
Aku diam dengan wajah lesu.
"Kamu abis dikeroyok?"
"Kamu abis dipukul seniormu?"
"Kamu abis--"Ibu terus bertanya dan itu membuatku tambah pusing.
"Ini hanya Make-up bu," jawabku.
Kemudian aku ke kamar untuk beristirahat.
Ada yang aku sesali dengan kejadian pagi itu, aku lupa menanyakan alamat rumah nenek itu. Aku ingin meminta maaf karena hampir saja membuatnya tidak bisa merayakan hari ulang tahun lagi. Aku sampai mengorbankan pipiku demi nenek itu. Semoga pipiku cepat membaik agar bisa dicubit kembali.
~~~~~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~~~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
ReRei
Teen FictionRendi dan Reina. Dipertemukan pertama kali di sekolah baru. Berbeda kelamin, dan berbeda pendapat tentang apa yang disukainya. Rendi tidak menyukai hujan, sedangkan Reina sangat suka itu. Adrian, Tito, Yuli, dan Wahid. Kumpulan manusia yang membuat...