"Mendekat dibenci, menjauh dicari"
Silahkan pahami kalimat di atas. Kalau sudah mengerti, beri tahu aku apa artinya, karena aku sendiri bingung apa maknanya.
Ini yang aku takutkan, jatuh cinta pada sahabat sendiri dan berani mengungkapkannya. Kosekuensinya ya diterima atau ditolak. Kalau diterima kita akan berpacaran, dan yang ditakutkan nantinya jika putus kita akan menjadi jauh, atau kalau ditolakpun kita juga bisa menjauh karena hilangnya perasaan untuk berteman kembali. Sebenarnya itu sudah kupikirkan, tetapi rasa egoisku keluar saat itu. Saat itu yang aku pikirkan, aku harus mengungkapkannya agar tidak menjadi beban dalam pikiranku, tetapi justru itu hanya menambah beban yang ada.
"Ren, kalau kamu punya impian, kamu kejar itu, kalau kamu sudah mulai, kamu harus selesaikan, jangan nanggung," kata ayahku.
"Siap kapten!" ujarku.Itu juga yang mendorongku untuk berani menyatakan perasaan ini. Aku sudah terlanjur memulai dan harus menyelesaikan sampai diriku bilang kamu berhasil!
Tapi, saat ini yang tersisa hanyalah penyesalan, yang membuat diriku sendiri tak mampu untuk berkata jangan menyerah!
Baiklah, saatnya kembali ke cerita.
"Rendiii bangun!!!" teriak ibu.
Aku tidur terlalu nyenyak, sampai teriakan ibu pun hanya terdengar biasa saja. Aku langsung bangun dengan mata yang masih sedikit tertutup. Aku berjalan seperti orang yang sudah ahli dengan mata tertutup.
Setelah selesai mandi dan menyiapkan semuanya, aku langsung pamit.
"Bu, aku berangkat dulu," kataku dengan terburu-buru.
Kota Jakarta seakan sepi seperti sedang libur hari raya, tapi maksudku bukan hanya kondisi jalanannya, tapi kondisi hatiku saat ini yang nampak sepi, lengang, tidak ada penduduknya. Rasanya baru kemarin aku bertemu dengan Reina. Tapi pagi ini aku sudah berjauhan layaknya pelangi sungguhan yang sampai saat ini belum bisa digapai.
Pagi ini dan seterusnya mungkin aku harus terbiasa tanpanya. Karena kita tidak mungkin bisa bersama lagi hanya karena satu hal. Mungkin tidak seharusnya seperti ini, kalau pun nanti ada waktu yang akan menyatukan kembali, aku akan pastikan dulu kalau itu bukanlah mimpi.
Keputusanku sudah bulat, aku ingin menjauh dari Reina karena itu yang ia mau. Kalau ia tiba-tiba ingin dekat lagi gimana? Aku harap ia orang yang konsisten. Mungkin karena sikapnya yang berubah drastis itu juga membuatku ingin menjauhinya. Bukan ingin bermusuhan, bukan juga benci, tidak suka bukan berarti membenci, kan? Aku hanya ingin turuti apa yang ia mau, kalau aku kabulkan, tentu saja ia akan senang, dan aku harus senang juga, walau sedikit perih.
Ingat ya, hanya sedikit.Saat jam istirahat, Tito dan Adrian ke kelasku.
"Ayo lah ke kantin," kata Tito.
"Males," kataku.
"Kenapa sih Ren? ngejauh sama Reina boleh tapi jangan ngejauh sama makanan kali," saut Adrian.
"Hahaha iya badan udah kurus kering gitu masih aja sok-sok gak makan."Aku pura-pura berpikir.
"Jangan sok mikir deh," kata Tito.
"Yaudeh iye!" ujarku.
"Hahaha yaudah ayok!"Akhirnya aku ke kantin dengan berusaha menjaga diriku sendiri agar tidak terlihat Reina walaupun sesekali aku mencari Reina untuk sekedar mencuri pandangan.
Setelah sampai kantin, tiba-tiba saja nafsu makanku semakin tidak enak, jadi aku hanya menemani Tito dan Adrian.
"Buruan To," kataku sembari menunggu Tito yang sedang beli jajanan.
"Lah gak jajan?" kata Adrian.
"Gak nafsu!"
"Gimane sih," kata Tito.
KAMU SEDANG MEMBACA
ReRei
Teen FictionRendi dan Reina. Dipertemukan pertama kali di sekolah baru. Berbeda kelamin, dan berbeda pendapat tentang apa yang disukainya. Rendi tidak menyukai hujan, sedangkan Reina sangat suka itu. Adrian, Tito, Yuli, dan Wahid. Kumpulan manusia yang membuat...