Ada baiknya, apa yang kita mulai harus kita selesaikan. Mungkin ini saatnya, bisa menjadi awal, atau bahkan langsung berakhir.
Sebentar lagi, aku akan naik pangkat lagi jadi kelas 12. Pangkat yang menurutku harus benar-benar fokus. Maka dari itu, aku harus melepas semua yang ada di pikiranku, melepas semua apa yang aku simpan selama ini. Tapi, bukan bermaksud untuk memutuskan hubungan persahabatanku dengannya, aku hanya ingin tidak ada lagi yang aku sembunyikan. Semoga saja ini tidak mengganggunya.
"Ren, jadi kapan kamu mau bilang ke Reina? Besok belum tentu kamu satu kelas lagi," tanya Tito.
Tito memang selalu menagih janjiku kalau aku akan segera mengungkapkan perasaanku, tapi aku selalu saja menundanya.
"Sabar," kataku.
"Sabar mulu, udah 2 tahun nih."
"Iya, sekarang saatnya."
"Nah gitu dong," katanya dengan tertawa kecil.Mungkin kalau bicara soal waktu, aku masih bingung apa ini terlalu cepat atau terlambat. Tapi apa salahnya, aku hanya ingin mengeluarkan apa yang ada di pikiranku selama ini. Tidak ada yang salah untuk orang jujur, kan?
Besok kelas kami mengadakan acara kecil-kecilan sebagai pelepasan sebelum nantinya akan terpecah lagi. Mungkin di situ akan dibuat kenangan seindah mungkin sampai tidak ada yang terlupakan. Kota Malang akan menjadi tempat tujuan kami melepas semua beban pikiran setelah ulangan kenaikan kelas. Di sana juga kami akan membuat suasana seindah mungkin walaupun tidak melebihi keindahan pelangi itu.
Paginya aku jemput Reina, itu memang sudah menjadi kebiasaan setiap aku ingin pergi ke manapun. Kalau kata ibu, aku seperti tukang ojek langganannya. Padahal aku hanya ingin ikut ke manapun ia pergi, begitu juga dengan Reina. Itu sudah menjadi kesepakatan antara ibuku dan ibunya Reina. Bukan menjodoh-jodohkan, tapi aku hanya dipercaya untuk menjadi teman yang baik ke manapun Reina pergi.
Reina dan ibunya keluar dari dalam rumahnya, sementara aku menunggunya di depan gerbang.
"Buruan, Rendi sudah nunggu tuh," kata ibunya.
"Iya ibu," ucap Reina.
"Santai aja bu, udah biasa nunggu," jawabku.
"Hahaha bisa aja emang nih Rendi."
"Yaudah sana, hati-hati ya."
"Iya bu."
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam."Cuaca yang sangat bersahabat bagiku, matahari masih bisa terlihat, tidak ada awan tebal atau layangan yang menutupinya. Pelangi pun nampak terlihat ceria, maksudku Reina. Semoga Malang dalam keadaan bersahabat juga seperti Jakarta. Aku harap juga rencanaku tidak akan mengecewakannya, karena tugasku hanyalah membuatnya tersenyum, kalau tidak, itu tandanya aku sedang libur bertugas. Tapi, tidak boleh ada kata libur untuk membuatnya tersenyum. Karena itu juga akan membuatku senang dan hariku terasa lebih lengkap.
"Tebak, kita mau kemana hari ini?" tanyaku.
"Malang, kan?" ucapnya.
"Kok kamu tau?"
"Kan emang udah dikasih tau!"
"Oh iya Hahaha."Sepanjang perjalanan aku hanya tertidur karena ACnya dingin sekali. Sementara Reina, aku tidak tahu ia sedang apa, aku harap ia tidak menghabiskan makanan yang kubawa dari rumah. Aku terbangun ketika sudah sampai tujuan karena Reina membangunkanku. Tempat acaranya lumayan bagus, taman yang luas dan banyak pohon, melebihi sejuknya sekolahku. Banyak bunga di mana-mana, Reina pasti suka suananya.
Aku dan Reina memisahkan diri dari yang lain karena ingin menikmati suasana Kota Malang berdua saja. Aku dan Reina duduk di kursi taman yang kosong saat itu.
"Rei, ada pelangi," kataku.
Reina mencari di mana pelangi itu, padahal yang aku maksud adalah dia.
"Mana?"
"Coba cari dulu."Ia masih mencari sampai membentuk kedua tangannya seolah-olah itu adalah teropongnya.
"Nggak ada," kata Reina.
KAMU SEDANG MEMBACA
ReRei
Teen FictionRendi dan Reina. Dipertemukan pertama kali di sekolah baru. Berbeda kelamin, dan berbeda pendapat tentang apa yang disukainya. Rendi tidak menyukai hujan, sedangkan Reina sangat suka itu. Adrian, Tito, Yuli, dan Wahid. Kumpulan manusia yang membuat...