Nanti para murid akan di pulangkan lebih cepat. Kebetulan rumahku sedang sepi karena ayah dan ibu sedang pergi ke luar kota. Aku mengajak temanku main ke rumahku nanti, menemaniku agar tidak bosan di rumah sendirian.
Karena saat itu tidak ada yang membawa motor, jadi aku dan yang lainnya jalan kaki ke rumahku.
"Aduh capek nih," kata Yuli.
"Baru juga jalan Yul," saut Tito.
"Gendong gih To," kata Adrian.
"Hahaha ogah," jawab Tito.Padahal jarak dari sekolah ke rumahku tidak terlalu jauh. Lumayanlah sedikit berolahraga di siang hari, lebih cepat keluar keringatnya.
Aku tidak melihat wajah kelelahan dari Reina. Menurutku ia memang perempuan yang kuat dan jarang sekali mengeluhkan apapun. Setelah sampai, aku menyuruh Tito mengucap salam dahulu sebelum masuk.
"Assalamualaikum," teriak Tito dari luar rumahku.
Aku dan yang lainnya diam saja melihat Tito mengucapkan salam berkali-kali.
"Terus lah To sampe ibunya Rendi keluar," kata Yuli.
"Iya ini juga udah kenceng teriaknya tapi nggak ada yang keluar," ujar Tito.
"Semangat To!" seru Adrian.Tito memang sebelumnya tidak tahu kalau orang tuaku sedang pergi. Ia masih terus mengucapkan salam sampai kurang lebih 10 kali.
"Orang tuamu di mana sih Ren?" tanya Tito.
"Di Solo To," jawabku.
"Hahaha," semua tertawa.
"Ah gimana sih," ujar Tito dengan wajah kesal.
"Ayo masuk," kataku.Kemudian semua masuk dengan wajah yang gembira karena berhasil membuat Tito kesal.
"Ayo di minum dulu nih," kataku sambil menyuguhkan minuman.
"Aduh jadi enak nih," kata Tito.
"Itu bukan buat kamu To," saut Reina.
"Ini semua buat Reina," ujarku.
"Bisa kembung dia nanti minum sebanyak ini," jawab Yuli.
"Hahaha."Setelah menyuguhkan minuman, aku ke kamar untuk ganti baju. Di ruang tamu saat itu seperti sedang menonton acara komedi yang selalu saja ada tawa.
Tiba-tiba saja pembicaraan berubah, seketika teringat Wahid. Andai saja ada Wahid, pasti suasana akan menjadi lebih ramai.
"Andai aja ada Wahid" ujar Yuli.
"Iya nih, coba aja ada Wahid, pasti lebih seru," ujar Tito.Kami berencana akan pergi jauh meninggalkan Jakarta untuk melepas sedikit rasa bosan dengan suasananya. Rapat pun di mulai untuk menentukan ke mana kami akan pergi.
"Bogor aja gimana?" kata Tito.
"Bogor mah masih deket sama Jakarta," ujar Adrian.
"Kalo mau jauh mending kita ke Pluto," kata Tito.
"Hahaha."Reina hanya diam.
"Rei, menurutmu ke mana?" kataku.
"Bandung aja, gimana?" jawab Reina.
"Nah boleh tuh," saut Yuli.Saat itu memang sedang libur karena ada kegiatan kelas 12 di sekolah. Dari pada bosan di rumah, lebih baik aku dan temanku menghirup udara baru, jauh dari Jakarta dan akan bertemu dengan suana Bandung. Nantinya, aku dan temanku akan menginap di rumah neneknya Reina. Di sana ada rumah dengan 3 kamar kosong yang sudah tidak di tempati lagi. Kami hanya satu malam di sana karena Jakarta pasti akan cepat rindu dengan orang seperti kami.
Kami berangkat di malam hari agar keadaan jalan bersahabat dan kemungkinan akan sampai esok paginya. Kami pergi tidak hanya berlima, tapi kami di temani kakak dari ibunya Reina, kami memanggilnya Om Roy. Menurutku ia pengendara mobil yang baik dan selalu mengerti kondisi jalan di manapun.
Aku duduk di depan untuk menemani Om Roy agar tidak bosan dan mengantuk. Aku mengajaknya ngobrol di sepanjang jalan karena aku sulit tidur dalam keadaan seperti itu. Reina, Yuli, Tito, dan Adrian duduk di belakang. Ketika mereka sudah tertidur nyenyak, aku masih asyik ngobrol dengan Om Roy, ternyata selain pengendara yang baik, ia juga menjadi pendengar yang baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
ReRei
Teen FictionRendi dan Reina. Dipertemukan pertama kali di sekolah baru. Berbeda kelamin, dan berbeda pendapat tentang apa yang disukainya. Rendi tidak menyukai hujan, sedangkan Reina sangat suka itu. Adrian, Tito, Yuli, dan Wahid. Kumpulan manusia yang membuat...