Sudah setahun aku mengenal Reina. Bertemu, berbicara, dan melihat wajahnya hampir di setiap hari. Bagaimana bisa kalau aku tidak jatuh cinta padanya? Sudah pasti itu terjadi dan menurutku itu hal wajar. Tapi permasalahannya, aku sangat bodoh dengan hal percintaan. Aku bukanlah laki-laki yang pandai merangkai kata-kata untuk meluluhkan hati wanita.
Di jam istirahat, aku dan Reina tidak keluar kelas, mungkin karena sudah nyaman dengan kursinya masing-masing.
"Kamu nggak istirahat?" tanya Reina.
"Ini aku sedang beristirahat," kataku.
"Maksudku, kamu nggak keluar kelas beli makanan atau minuman gitu?"
"Lagi diet."
"Hahaha."Aku ingin sekali mengajak Reina pergi jalan-jalan bersamaku keliling Kota Jakarta. Belum tahu aku akan membawanya kemana, tapi yang penting aku bisa berdua dengannya.
"Kamu mau ikut aku nggak?" tanyaku.
"Mau nggak ya?" ujarnya dengan maksud meledek.
"Aku nanya malah ditanya balik."
"Iya aku mau."
"Kemana pun?"
"Kecuali ke kamar mandi!" ujarnya.
"Hahaha iya." kataku dengan tertawa.Tadinya aku mau ajak Tito dan Yuli, tapi katanya Yuli ada acara, aku tidak mungkin hanya mengajak Tito, apalagi Adrian. Aku hanya mengendarai sepeda motor, ditemani bidadari yang duduk di belakangku, bukan di depan.
Rencananya aku akan berangkat jam 7, karena Kota Jakarta akan terasa lebih baik di jam itu. Tapi setelah sholat subuh, aku tidur lagi dan akhirnya kesiangan,
Ibu membangunkanku.
"Rendiii...!!!" teriak ibu.
Aku membuka mata dan menguap karena masih ngantuk. Aku melihat ke arah jam yang ada di kamarku, ternyata sudah jam 07.30
"Ada Reina itu sudah datang," kata Ibu.
Mendengar Ibu bilang seperti itu, aku langsung bergegas tanpa pikir panjang. Aku mandi dengan secepat mungkin, yang penting wangi dan masih layak untuk di lihat orang.
Saat itu Reina sedang duduk manis di ruang tamu.
"Maaf, aku terlalu asyik bermimpi," kataku.
"Mimpi apa?" katanya.
"Mimpi jorok paling," saut Ibu.
"Hahaha," Reina tertawa.
"Eh nggak," kataku.
"Aku lebih percaya ibumu," kata Reina.
"Ohh begitu," kataku.
"Ini kalian jadi berangkat atau mau ngobrol di sini?" tanya ibu.
"Oh iya bu hahaha," kataku dengan tertawa.Kemudian aku dan Reina pamit, meminta doa restu agar selamat sampai tujuan, walaupun sebenarnya belum punya tujuan ingin kemana.
Di tengah perjalanan, Reina bertanya sebenarnya kita ingin kemana, di saat iulah aku bingung harus jawab apa.
"Ren, kita ini sebenarnya mau kemana sih?"
"Ke Mang Darta,"
"Ih nggak mau! lebih baik kita pulang!" katanya dengan kesal.
"Kalau ke pelaminan gimana," kataku.
"Hmm."Kemudian Reina diam.
Sedang asyik ngobrol, aku merasa ada yang kurang. Aku belum pamit ke ibunya Reina. Bagaimana bisa aku bebas begitu saja membawa bidadarinya jalan-jalan tanpa bilang langsung ke orang tuanya.
"Rei, aku lupa bilang ibumu."
"Bilang apa?"
"Bilang cinta."
"Kamu cinta sama orang tuaku?"
"Iya, orang tuanya dulu."
"Habis itu?"
"Kakeknya."
"Serius."
"Hahaha."Aku bingung harus jawab apalagi dan lebih memilih untuk tertawa.
"Aku lupa bilang, kan aku yang ngajak kamu, masa aku nggak pamit ke orang tuamu," lanjutku.
"Ohh iya iya nggak apa-apa," katanya.
"Yaudah kalau begitu nanti saja pas kita sudah pulang ya?" kataku.
"Iya terserah kamu."
"Hahaha iya."Sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan ke Reina dari dulu, dari pertama bertemu. Aku ingin tahu di mana sebenarnya ayahnya Reina. Setiap aku dan temanku main ke rumah Reina, aku tidak pernah melihat ayahnya. Aku memang bukan orang yang selalu ingin ikut campur masalah orang lain, apalagi keluarganya. Tapi rasa ingin tahu itu pasti ada dan aku lebih memilih diam dan tidak menanyakan hal itu. Karena aku juga percaya, suatu saat nanti aku akan tahu tanpa harus menanyakan langsung padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ReRei
Teen FictionRendi dan Reina. Dipertemukan pertama kali di sekolah baru. Berbeda kelamin, dan berbeda pendapat tentang apa yang disukainya. Rendi tidak menyukai hujan, sedangkan Reina sangat suka itu. Adrian, Tito, Yuli, dan Wahid. Kumpulan manusia yang membuat...