15. AKHIR

79 22 57
                                    

Ada yang jauh lalu menjadi dekat, ada yang jauh lalu semakin menjauh, dan ada yang tadinya dekat justru menjadi jauh. Maaf jika kalimat ini membuatmu bingung, aku harap kamu bisa mengerti secepatnya.

Di saat matahari sudah terbit kembali, aku merasa tidak semangat seperti biasanya, mungkin karena kemarin aku harus berdebat dengannya dan perlahan membuatku sedikit mengerti apa maksudnya.

Apa aku harus pergi? Bukankah aku selalu menuruti apa maunya? Tapi, bagaimana jika ia maunya aku pergi? pikirku.

Aku harus tetap menjalankan apa yang biasa aku lakukan ketika ingin berangkat sekolah, menjemput Reina. Semoga ia juga sudah melupakan kejadian kemarin.

"Reina," teriakku dari luar rumahnya.
"Reina sudah berangkat, Ren," kata ibunya.
"Ohh udah berangkat ya bu, yaudah aku jalan dulu ya."
"Iyaa, hati-hati."

Untuk apa Reina pergi pagi buta ke sekolah? Apa ia ingin membantu membersihkan lapangan sekolah? Atau ingin menghindar dariku? Aku harap tidak begitu.

Pagi itu seperti sepi sekali rasanya karena tidak ada pelangi yang menemaniku. Biasanya suara Reina yang selalu menemani pagiku untuk pergi ke sekolah agar tidak bosan. Tapi untuk hari itu, hanya suara kendaraan yang terdengar dari telingaku. Mungkin esoknya aku akan jemput ia sehabis subuh agar tidak tertinggal lagi.

***

Semua murid berkumpul di lapangan untuk di beri informasi di manakah kelasku sekarang. Aku tidak melihat Reina saat itu, Tito dan Adrian juga tidak terlihat karena banyaknya murid yang berkumpul. Sesekali aku menoleh untuk mencari di mana Reina.

Pak Yoto, sedang mengumkan siapa saja yang berada di kelas MIPA 1, MIPA 2, dan seterusnya. Dan aku sedikit kecewa dengan apa yang di bicarakan Pak Yoto karena aku tidak satu kelas lagi dengan Reina.
Tapi tak apalah, yang penting aku masih bisa sesekali melihatnya disekolah.

Setelah apel selesai, Tito dan Adrian menghampiriku.

"Yah Ren, kita gak sekelas lagi," kata Adrian.
"Bosen kali Yan kalo harus ketemu kamu terus," ujar Tito.
"Hahaha iya apalagi kalo sama kamu terus To," kataku sambil tertawa.
"Ngomong-ngomong, Yuli mana nih?" tanya Tito.
"Udah ke kelas tadi kayaknya deh," jawabku.
"Ohh yaudah, aku ke kelas dulu."

Kemudian kami ke kelas masing-masing.

Aku belum bertemu Reina, semoga ia tidak bolos sekolah, karena itu tidak mungkin ia lakukan. Begitupun dengan Yuli, ia juga tak terlihat di sekolah, tidak mungkin juga kalau ia lupa alamat sekolah karena libur yang begitu panjang, aku tahu ia masih muda dan bukan seorang pelupa.

Saat jam istrahat, aku ke kelas Reina karena sudah lama mataku rindu dengan senyum manisnya itu.

Aku menghampirinya, "Eh Rei," kataku.

Dia hanya menunduk dan diam, tidak menanggapi sedikitpun.

"Rei?" kataku lagi dengan terus memandangnya.

Dia masih diam dengan wajah yang seperti pertama kali aku di pertemukan dengannya.

"Pergi Ren!" bentaknya dengan wajah penuh kesal.

Murid yang lain pun langsung mengarahkan pandangannya padaku dan Reina.

Kalau kamu bingung atau heran, bagaimana denganku saat itu, aku seperti bingung harus berbuat apa.

Aku pikir masalahku sudah selesai dengannya karena kemarin ia baru saja memelukku, tapi ternyata tidak.

Aku ingin sekali mempertanyakan tentang ini ke Yuli, tapi perasaanku sudah terlanjur hambar untuk bertemu dengannya, karena aku merasa kalau ia yang menjadi penyebab masalah ini. Aku tidak ingin mencari musuh, tapi seharusnya ia bisa menjelaskan semuanya ke Reina agar ia bisa mengerti dan tidak salah paham sampai menjauh seperti ini.

ReReiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang