4. PERKENALAN

124 65 59
                                    

Aku yakin pasti hanya aku yang tahu nama dia, Reina. Di hari esoknya, setelah pertama kali bertemu ia sedikit berbeda, sudah tidak canggung lagi berbicara denganku atau memang benar tebakanku saat itu ia mungkin sedang menahan buang air.

Akhirnya aku punya teman baru. Ada Wahid, Yuli, Adrian, Tito, dan masih banyak lagi. Aku akan kenalkan padamu bagaimana teman baruku itu.

Wahid itu lahir di Maluku dan dia pindah ke Jakarta karena ikut ayahnya bertugas. Aku senang sekali mendengarnya berbicara karena logatnya yang lucu menurutku, kamu pasti akan merasa terhibur melihatnya.

Yuli, dia perempuan yang punya darah Medan. Di hari pertama sekolah, dia terlihat sangat dekat dengan Tito, sepertinya mereka sudah saling suka.

Tito dan Adrian orang Jakarta, bedanya Adrian lebih terlihat cool dari pada Tito, dan wajah Tito sangat mendukung untuk bahan candaan.

Pagi itu aku semangat sekali untuk pergi ke sekolah. Setelah sampai di sana aku sudah lihat Reina sedang baca buku kemudian aku menyapanya.

"Woy!!!" kataku sedikit berteriak sambil memukul meja.

Dia kaget, semua orang yang ada di kelas matanya tertuju padaku.

"Ish apaan si!" teriaknya dengan wajah kesal.
"Hahaha maaf," kataku sambil tertawa, semuanya juga ikut tertawa.

"Tahu gak? sebelum aku berangkat sekolah kemarin, malamnya aku mimpi ketemu bidadari di sekolah," kataku.

Dia hanya diam.

"Eh pas aku ke sekolah beneran ketemu, mimpiku jadi kenyataan."

Dia masih diam, ntah dia marah padaku atau ada masalah lain, aku tidak mengerti. Atau mungkin ia sedang menahan sesuatu.

"Masih marah?" lanjutku.
"Maaf deh maaf."
"Yaudah aku diem nih."

Dia masih belum menjawab, aku diam dan setelah itu dia baru bicara.

"Aku lagi ada masalah," jawabnya dengan wajah murung.

Saat pulang sekolah, aku jalan berdua dengannya menuju gerbang.

"Aku pikir aku tidak akan ikut campur dengan masalahmu," kataku.

Dia hanya memandangku kemudian pandangannya ke depan lagi.

"Kamu mau ikut denganku?" kataku.
"Aku dijemput," jawabnya.
"Okelah."

Kemudian aku ke parkiran untuk mengambil motorku.

Aku lihat ada penjual Batagor di depan sekolah, karena aku lapar, aku beli itu dulu. Reina masih di depan gerbang, sepertinya masih menunggu orang yang menjemputnya.

"Kamu belum pulang juga? kamu dijemput siapa?" kataku.
"Nggak tau nih," kata dia sambil menoleh ke kanan dan ke kiri.
"Aku tungguin ya," kataku dengan mulut yang sedang mengunyah Batagor.

Saat itu aku mengira dia sedang berbohong atau memang ada yang ingin menjemputnya tapi orang itu kesasar.

"Eh jangan," kata Reina.
"Kenapa emangnya?"
"Udah sana kamu pulang."

Kemudian aku langsung pergi, di perjalan aku teringat sesuatu. Aku lupa bayar Batagor yang tadi aku beli, kasihan abangnya nanti kalau aku makan gratis.

Aku balik lagi dan beruntung penjualnya masih ada di situ.

"Bang kenapa diem aja tadi, saya belum bayar nih," kataku.
"Saya lagi ngetes kejujuran murid baru di sini," katanya.

Dia yang memang benar sedang mengetesku atau dia yang pelupa, ntahlah.

Reina masih berdiri menunggu jemputannya yang tidak datang juga.

"Belum pulang juga?" tanyaku.
"Mau naik angkot aja deh," kata dia.
"Angkot kan jauh dari sini?"

Kemudian tiba-tiba dia langsung naik ke motorku. Aku tidak percaya saat itu, karena ia tiba-tiba saja langsung naik ke motorku. Karena aku tidak tahu rumah dia di mana, jadi aku bawa keliling saja sampai dia sadar.

Di perjalanan ada banyak hal yang aku ketahui tentang dia. Aku banyak bertanya dan ada satu pertanyaan yang aku ingin tanyakan ke Reina tapi sebaiknya aku simpan saja karena sepertinya itu tidak penting. Tapi kalau kamu ingin tahu, aku sebenarnya ingin bertanya apa dia sudah punya pacar atau belum. Karena aku tidak ingin terlalu dekat dengannya kalau memang ia sudah punya pacar.

Setelah sekitar setengah jam, Reina baru sadar.

"Kayaknya dari tadi nggak sampe-sampe deh," kata Reina.
"iya lah, aku kan belum tahu rumahmu," kataku.
"Oh iya hahaha," katanya dengan tertawa, sayang sekali aku tidak bisa melihatnya tertawa, tapi aku cukup senang mendengarnya.

Aku terkejut ketika ia menunjukkan alamat rumahnya, ternyata dia tinggal di Jalan Jambu. Reina juga bilang kalau dia baru saja pindah.

Aku senang karena aku pasti bisa sering bermain di rumahnya, atau sebaliknya. Setelah sampai di rumahnya, aku melihat tampak ramai orang yang berdatangan. Tapi aku tidak tahu di mana orang tuanya. Reina turun dari motorku.

"Hati-hati ya," kata dia kemudian segera masuk ke dalam rumah.

Aku sampai di rumah dan melihat ayah dan ibuku seperti ingin pergi.

"Mau kemana bu?" tanyaku.
"Mau mampir sebentar kerumah orang yang baru pindah," kata ibu.

Aku berpikir mungkin Ibu akan pergi ke rumahnya Reina.

"Yang ada bidadarinya itu bukan bu?" tanyaku.
"Emangnya iya?" kata ibu.
"Iya bu kayaknya, aku ikut ya."

Aku segera masuk ke kamar untuk ganti baju.

Aku, Ibu, dan Ayah jalan kaki kesana karena tidak jauh dari rumah. Tapi aku bingung kenapa ibu berhenti di rumah yang bukan rumahnya Reina. Aku kira rumah yang ibu maksud adalah itu, ternyata ibu hanya mengantar pesanan dodol.

"Ini rumahnya bu?" tanyaku.
"Bukan, ibu hanya mengantar dodol kesini," jawabnya.

Perasaanku lega dan setelah kembali berjalan ternyata benar dugaanku, ibu ingin pergi ke rumah Reina.

"Assalamualaikum," kata ibu dan ayah yang nampak kompak sekali saat itu.
"Waalaikumsalam."

Aku yakin itu pasti ibunya Reina. Aku mencium tangannya saat itu dan suatu kebanggan karena bisa langsung kenal dengan ibunya.

"Reina nya mana bu?" tanyaku pada ibunya.
"Loh kamu kenal Reina?" ibuku menyaut.
"Kenal bu,dia satu sekolah denganku, bahkan satu kelas dan duduk sebelahan."
"Wah hebat," kata ayah.
"Hebat apanya? Kata ibunya Reina.
"Bisa duduk bareng bidadari."
"Hahaha" semua tertawa.
"Malahan tadi aku yang antar pulang," lanjutku.

Ayah bertepuk tangan ntah apa maksudnya.

"Ngapain tepuk tangan?" kata ibu.
"Ada burung dara lewat barusan." jawabnya.
"Hahaha"

Kemudian Reina datang, aku tidak bohong, kalau kamu ingin tahu seperti apa wujud Reina, dia tetaplah manusia walaupun aku masih kurang yakin dengan pernyataan itu.

"Nah ini Reina," kata ibunya.
"Wah cantik sekali," kata ibuku.
"Sama seperti ibunya," saut Reina.

Kemudian ibu tertawa dan aku juga. Tapi wajah Reina saat itu sedang tidak bersahabat.

Ada yang aku heran dengan sikap Reina saat itu, ntah dia yang pendiam atau memang ia sedang ada masalah, tapi aku pun tidak perlu ikut campur. Senang rasanya bisa bertemu dengan orang-orang baru dan aku sudah tidak merasa canggung lagi ketika bertemu dengan orang baru.

Melihat dirimu sehari saja itu seperti merasakan nikmat Tuhan yang begitu indah. Melihat keindahan pelangi waktunya sebentar, dan terbatas. Tapi kalau aku melihatmu aku bisa kapan saja, karena kita sekarang berdekatan, bukan? Semoga kamu tidak bosan.

Aku tahu kamu risih dengan sikapku, mungkin caraku yang salah. Tapi maksudku itu hanya ingin mengenalmu jauh lebih dekat, sama seperti aku dekat dengan Yuli, Adrian, dan Tito. Bedanya, aku lebih nyaman denganmu.

~~~~~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~~~~~

ReReiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang