7. ORANG GILA

97 45 41
                                    

"Selamat malam," aku menyapanya ketika ia sudah kembali sekolah.
"Loh kok malam?"
"Oh iya pagi maksudnya."

Aku sedikit tidak enak badan sebenarnya saat itu karena malamnya aku begadang untuk baca buku dari Tito. Buku itu tidak ada judulnya karena sudah robek, yang tersisa hanyalah bagian isinya yang membuatku tertawa sampai pagi.

"Aku semalam begadang."
"Ngapain?"
"Ngeronda."
"Kamu jadi hansip?"
"Iya, gantiin bang kosim."

Ia terlihat begitu percaya ketika aku berbicara seperti itu. Aku jadi heran ia manusia atau bukan.

Saat itu aku ngantuk sekali, ditambah cuaca yang mendung saat itu membuatku ingin tidur secepatnya.

Aku beruntung sekali, saat itu guru sedang rapat untuk persiapan lomba di hari kemerdekaan. Dari pada mataku menahan perih karena ngantuk, lebih baik aku tidur.

"Rei, aku mau ketemu Selena Gomez dulu, nanti kamu bangunin aku kalau ada guru ya."
"Bilang aja mau tidur."
"Iya mau tidur, ngantuk banget."
"Iya iya."

Aku tidur cukup nyenyak sampai aku tidak bisa merasakan berisiknya kelas saat itu dan kata Reina aku tidur seperti orang mati suri. Tapi itu karena aku tidak tidur semalaman.

"Rendi...udah istirahat nih," teriaknya.

Aku membuka mata dan masih ngantuk sebenarnya.

"Serius?" tanyaku.
"Tadi pada panik soalnya hujan gede terus petirnya kenceng gitu, tapi kamu masih pules tidurnya."
"Hahaha emang iya?"
"Iya!" ujarnya dengan wajah yang sedikit kesal.

Aku teringat sesuatu karena aku ingin mengajaknya makan kwetiau. Aku yakin dia pasti suka sekali dan akan kuajak juga dia ke toko buku tempat Mang Darta menghabiskan waktunya dengan senyum-senyum sendiri.

"Nanti pulang sekolah ikut aku yuk."
"Kemana?"
"Restoran."
"Aku enggak bawa duit banyak."
"Ikut aja dulu."
"Yaudah iya."

Untuk kedua kalinya aku bisa berdua dengannya, naik motor dan pergi makan kwetiau. Semoga saja Pakde tidak malas berjualan dan aku bisa bertemu Mang Darta. Tadinya aku mau ajak Yuli dan Tito karena aku lihat mereka semakin dekat saja. Tapi sebaiknya berdua saja dulu, nanti kita bikin rencana lain.

"Kita ke restoran mana?" kata Reina saat di jalan.
"Ada, restoran bintang enam."
"Banyak amat bintangnya."
"Sebenarnya ada tujuh."
"Terus?"
"Satunya lagi kan dimata kamu."
"Gembel."
"Kok gembel sih?"
"Gombal maksudnya."
"Rambutmu tuh gombal."
"Itu gimbal!"
"Rambutmu gimbal?"
"Ish enggak!"
"Hahaha."

Aku bingung mau ke Mang Darta dulu atau ke Pakde. Karena perut sudah lapar jadi aku mau ke warung Pakde dulu. Aku sudah sampai tapi Pakdenya tidak ada, sepertinya ia sedang pergi keluar.

"Kata kamu restoran."
"Restorannya tutup tadi."

Dia diam seperti biasanya, dia percaya padaku. Kemudian Pakde datang.

"Eh nak Rendi ke sini lagi."
"Iya pakde, kangen."
"Baru juga kemarin ke sini."

Mendengar Pakde bilang seperti itu Reina wajahnya langsung ke arahku.

"Nasi goreng sama kwetiaunya satu ya Pakde."

Aku sengaja pesan nasi goreng untukku dan kwetiau untuk Reina.

"Siap komandan" kata Pakde.

Sambil menunggu, aku dan Reina sempat ngobrol dan ia bertanya yang di bicarakan Pakde tadi.

"Iya kemarin aku ke sini sama Adrian, Wahid, Tito, Yuli, terus sama siapa lagi ya?"
"Siapa?"
"Udah segitu aja."

Mimpiku baru saja terwujud, aku baru saja berhasil mengajak Reina makan kwetiau. Aku tidak percaya begitu cepat doaku terkabul. Kata ibuku, kalau punya mimpi jangan hanya berdoa, harus berusaha, dan menurutku saat ibu bicara seperti itu tidak sedang bercanda. Sampai sekarang pun aku selalu ikuti itu dan beberapa berhasil dan beberapa gagal, kalau gagal ya coba lagi.

ReReiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang