(27)

14.1K 1.7K 122
                                    

"Tapi setelah Aya sama Mas Juna pisah, jangan berharap Aya akan menikah lagi, gak akan, sampai kapanpun." Ini adalah batas kesabaran gue, gue gak bisa nutup mata lagi untuk perlakuan Papa.

"Ay! Kamu ngomong apa? Mas gak akan pernah melepaskan kamu." Mas Juna bahkan hampir bangkit dari duduknya kalau gak ada Mas Ijaz yang nahan lengannya.

"Denger penjelasan Aya! Gue pernah bilangkan? Diam itu bukan style Adik gue, Adik gue diam bukan karena gak bisa ngebales omongan orang tapi lagi mikir cara buat nyerang balik." Cicit Mas Ijaz menatap gue yakin.

Gue menghembuskan nfas jengah menatap Mas Ijaz, bisa-bisanya Mas Ijaz ngerumpi disaat kaya gini, apa ini yang mereka bicarain dibelakang gue? Menilai pergerakan gue?

"Kalau Mas gak bisa milih, Aya yang ngasih Mas pilihan dan apapun pilihan Aya nanti Mas cuma perlu ingat satu hal."

"Aya gak akan mengubah perasaan Aya untuk Mas karena untuk perasaan, hanya tentang kita, itu milik kita jadi Mas gak perlu merasa bersalah."

Gue udah cukup lelah dengan segala sikap Papa, gue udah cukup lelah dengan segala permintaan gak masuk akal Papa, ini adalah cara gue mengalahkan Papa, ini adalah cara gue meringankan beban Mas Juna.

Apa mereka pikir hidup gue bisa jadi bahan permainan mereka? Menikah dan berpisah, apa mereka pikir dua kata itu gak ada artinya sama sekali? Setelah setuju menikahkan gue dengan Mas Juna dan sekarang dengan gampangnya Papa malah minta gue cerai? Hidup gue gak semurah itu.

Gue menikah bukan atas paksaan siapapun jadi berpisah atau enggak, gue juga gak butuh paksaan siapapun, menikah adalah sebuah ikatan janji sehidup semati yang gue setujui hanya berdua dengan Mas Juna jadi orang lain sama sekali gak berhak ikut campur dalam hubungan kami.

Kalau gue dan Mas Juna harus berpisah itu hanya meliputi dua kemungkinan, kami berdua yang setuju bercerai dengan suka rela atau berpisah mati karena maut yang memisahkan kita, gue hanya punya dua alasan itu.

"Maaf sebelumnya Pa! Bukan Aya berniat bersikap gak sopan apalagi sampai berani bersikap kurang ajar sama Papa tapi apa Papa pikir hidup Aya mainan? Hidup Aya gak segampang itu Pa."

"Boleh Aya tanya apa alasan Papa ingin Aya sama Mas Juna berpisah?" Tanya gue menatap Mas Juna, gue bahkan terlalu malas untuk menatap Papa sekarang, menatap Papa hanya akan membuat perasaan gue semakin terluka.

"Itu karena Juna menipu kamu dan ke_

"Apa karena Mas Juna bukan Putra kandung keluarga Alindra? Kalau memang itu alasannya, Aya rasa gak ada yang perlu diperpanjang lagi karena apa? Karena semua masalah yang ada sekarang itu berawal dari Papa sendiri."

"Ay! Maksud kamu apa? Apa kamu gak terlalu kasar dengan Papa mertua kamu?" Tanya Kak Rian menatap gue gak percaya.

"Diem kalau Kakak gak tahu apapun." Balas gue menatap Kak Rian gak suka, diem ditempat kalau gak tahu awal masalahnya, jangan datang belakangan dan mendadak belagak seperti menjadi orang yang paling menderita.

"Apa Kakak tahu? Papa yang minta Mas Juna menggantikan posisi Kakak untuk menikahi Aya dengan ancaman kalau Mas Juna menolak, Papa akan melepaskan Mama." Ini yang seharusnya didengar Kak Rian dari mulut Papanya bukannya malah cerita alur beda yang dibuat-buat untuk nyiksa Mas Juna.

"Iyakan Pa? Apa Papa pikir Aya gak tahu apapun sebelum benar-benar menikah dengan Mas Juna? Bukan cuma Aya, seluruh keluarga Aya bahkan tahu dari awal kalau Mas Juna bukan putra kandung keluarga Alindra." Dan Papa sama sekali gak bisa nutupin wajah terkejutnya.

"Dan untuk alasan kenapa Papa minta Mas Juna menggantikan posisi Kakak untuk menikahi Aya? Kakak bisa tanya sendiri ke Papa secara langsung."

"Aya cuma berharap kalau Papa gak akan ngarang cerita apapun lagi tapi andai kata tetap menceritakan hal berbeda dengan alasan yang akan kembali menyudutkan Mas Juna juga bukan masalah, karena sekarang Mas Juna mamang bukan Putra keluarga Alindra tapi dia menantu lelaki dari keluarga Dzakiandra." Dam gue selesai dengan ucapan gue.

Gue udah gak peduli dengan perasaan atau bahkan pandangan dan penilaian Papa ke gue, kalau memang menurut Papa gue gak pantas untuk putranya juga bukan masalah karena gue memang bukan istri dari putra kandungnya.

Sebelum ini, Mas Juna pernah meminta gue untuk bersikap baik ke Papa dengan harapan gue bisa mengubah pandangan Papa ke gue, Mas Juna mau Papa tahu kalau gue lebih dari kata layak untuk masuk kedalam keluarganya.

Tapi semuanya percuma karena dari awal Papa memang tidak berniat menjadikan gue anggota keluarganya, walaupun gue benci mengakuinya tapi alasan Papa meminta Mas Juna menikahi gue karena Papa merasa gue tidak cukup layak.

Sesuatu yang tidak cukup layak lantas hanya pantas disandingkan dengan putra angkatnya karena putra angkatnya juga dianggap tidak terlalu berharga, ini adalah alasan Papa yang gue sadari dan sayangnya juga cukup menyiksa harga diri gue.

"Papa tahu apa penyesalan terbesar Aya sekarang?" Pertanyaan gue yang membuat Papa mengangkat kepalanya menatap gue.

"Penyesalan terbesar Aya adalah kenyataan kalau Aya harus berpisah dengan Mas Juna bahkan sebelum Aya menepati janji Aya untuk membahagiakan Mas Juna diawal pernikahan kita."

Kalau gue ingat lagi awal pernikahan gue sama Mas Juna, gue selalu berjanji kalau gue akan membuat senyum lepas tertera jelas diwajah Mas Juna, gue berjanji kalau gue akan membagi kebahagian yang gue punya.

Tapi sekarang, kalau memang keadaan mengharusnya gue sama Mas Juna berpisah, janji gue yang gue sempat gue tepati adalah penyesalan terbesar gue, gue belum membuat Mas Juna bahagia sepenuhnya.

Sekarang, detik ini, semua orang yang ada di ruangan ini paati mikir, kenapa gue memilih melepaskan Mas Juna? Kenapa gue memilih membiarkan Mas Juna melepaskan gue dari pada harus membuat Mama kehilangan Papa?

Itu karena gue hanya seorang istri, kedudukan gue gak jauh lebih berharga dari Mama untuk Mas Juna, gue mengatakan ini bukan karena gue mikir Mas Juna gak mikirin perasaan gue, gue gak akan berburuk sangka untuk suami gue.

Karena gue kenal suami gue, karena gue yakin Mas Juna sangat mengkhawatirkan kondisi gue makanya Mas Juna gak bisa ngasih pilihan untuk permintaan Papa, semakin berharga seseorang, semakin sulit kamu melepaskannya, benerkan?

Mas Juna lelaki, tanggung jawab terbesarnya adalah Mama, gue gak akan berkecil hati karena Mas Juna lebih mementingkan kebahagiaan Mamanya tapi yang membuat gue terluka adalah kenyataan kalau gue gak berada dalam pilihan yang menguntungkan.

"Jadi sekarang semuanya ada di Papa, berpisah atau enggak, akhirnya akan tetap sama, Aya gak akan menerima laki-laki lain dalam hidup Aya." Ini keputusan akhir gue.

"Adik Mas hebat." Mas Ijaz bangkit dari duduknya dan berlutut didepan gue.

"Pilihan Aya gak salahkan Mas?" Tanya gue hampir terisak, Mas Ijaz menggeleng cepat dan membawa gue masuk dalam dekapannya.

"Pa! Juna punya jawaban Juna sekarang." Suara Mas Juna yang membuat Mas Ijaz melepaskan dekapannya ditubuh gue.

"Juna gak akan pernah melepaskan Aya apapun alasannya, ini pilihan Juna."

Starry Night (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang