(5)

17.5K 1.8K 55
                                    

"Calon istri? Perempuan yang sudah Mas janjikan untuk Mas nikahi dalam beberapa hari kedepan itu kamu." Gue tersenyum sinis dengan jawaban Mas Juna.

Jangan pikir karena gue sedikit merasa bersalah dengan ucapan gue kemarin, Mas Juna bisa membodoh-bodohi gue dengan ucapan manisnya sekarang? Gak akan mempan.

Ayolah, hari gini mana ada seorang mantan bisa main peluk-peluk sembarangan? Statusnya doang yang mantan tapi pelukannya masih pake perasaan, keliatan banget tadi, Mas Juna juga terima dengan lapang dada gitu aja pas di peluk.

"Kamu kemari ada perlu apa?" Tanya Mas Juna mengalihkan pembicaraan.

"Awalnya mau minta maaf untuk ucapan Aya kemarin tapi kayanya sekarang gak perlu deh, Aya pamit." Ya buat apa minta maaf kalau omongan gue sekarang itu ternyata memang kenyataan, Mas Juna sama aja kaya cowok diluar sana.

"Apa kamu akan terus salah paham seperti ini? Apa kamu bersedia menikah kalau memang ternyata kamu tidak punya rasa percaya untuk Mas sama sekali?" Tanya Mas Juna begitu gue meraih gagang pintu.

"Gimana mau percaya kalau belum apa-apa aja udah ngeliat pemandangan kaya tadi?" Balas gue nanya balik.

"Apa kamu tipe perempuan yang menilai sesuatu hanya dari pertemuan pertama?" Tanya Mas Juna tersenyum aneh.

"Terus Mas itu apa? Apa Mas tipe laki-laki yang menilai semua perempuan itu sama? Niat baik malah dikira apaan?" Tanya gue balil tersenyum sinis.

"Okey! Mas minta maaf untuk ucapan Mas kemarin, Mas sama sekali tidak bermaksud menyinggung perasaan kamu, hanya_

"Hanya apa?" Potong gue.

"Hanya sedikit terkejut dengan tawaran kamu kemarin, itu kenyataannya." Hah? Bisa banget ngasih alasan aneh-aneh gitu.

"Apa Mas selalu kaya gini? Hidup dengan menilai buruk orang lebih dulu? Pemikiran Mas itu yang perlu di renovasi."

"Kamu sendiri? Apa bicara selalu pake emosi seperti ini?" Ish

"Aya pamit." Gue membuka pintu ruangan Mas Juna dan narik tangan Kia langsung pulang.

"Gimana?" Tanya Kia gak sabaran.

"Jangan lo tanya! Makin kusut." Gue menghembuskan nafas pasrah dan balik nahan nafas jengah begitu perempuan yang tadi meluk Mas Juna berdiri menghalangi jalan gue.

"Jadi kamu yang dijodohkan dengan Juna?" Tanyanya meremehkan.

"Kalau udah tahu kenapa nanya?" Tanya gue santai.

"Apa kamu pikir Juna serius akan menikahi kamu? Juna hanya terpaksa atas permintaan orang tuanya." Gue mengangguk pelan.

"Tahu! Terus masalahnya apa ya?" Lagian kita berdua menikah karena perjodohan juga bukan rahasia, masalah terpaksa atau enggak ya itu urusan masing-masing, kenapa jadi ni orang yang repot?

"Apa kamu gak punya malu? Perempuan mana yang bersedia dinikahkan cuma-cuma? Kenapa gak sekalian jual di_

"Wo wo wo Mbak, santai, kenapa Mbak yang rusuh? Mau saya menikah karena perjodohan atau bahkan keterpaksaan sekalipun, urusannya sama Mbak apa ya? Saya nikah gak minta biaya sama Mbak juga." Heran gue.

"Lo berani? Lo gak tahu gue siapa?" Wah, lo? Gue? Ngajak ribut ni orang.

"Tahu juga! Mantan Mas Junakan? Man_tan! Terus?" Jangan cari gara-gara deh selagi gue masih bersikap sopan.

"Tapi gue gak akan ngelepasin Juna, gue gak akan ngalah apalagi cuma demi perempuan modelan lo gini?" Modelan gue? Memang gue perempuan modelan gimana?

"Okey! Tunggu bentar." Gue tersenyum sekilas dan mengeliarkan handphone gue.

"Mas! Mantannya Mas ngalangin jalan Aya! Katanya gak mau ngelepasin Mas cuma buat perempuan modelan Aya! Turun! Urusin mantan Mas! Buruan!" Dan panggilan gue putus.

"Udahkan? Urusan Mbak sama Mas Juna saya gak ikut campur." Gue melirik Kia yang juga terlihat duduk santai memperhatian gue sama Mbak gak jelas ini.

"Ah satu lagi! Buat sekedar pengetahuan Mbak, saya gak pernah maksa Mas Juna buat nikah sama saya, nolak juga gak masalah jadi, kalau Mbak merasa saya merebut milik Mbak, sorry, saya gak punya waktu." Dan tatapan Mbaknya sekarang siap mgibarin bendera perang ke gue.

"Udah?" Tanya Kia bangkit dari duduknya, gue mengangguk pelan.

"Nah tu mantan Mbak dateng! Saya permisi dulu." Dan gue pulang.

.
.
.

"Serius yang tadi itu mantannya Mas Juna?" Tanya Kia yang gue iyakan.

"Cantik sih tapi kelakuan kenapa begitu? Udah putus tapi kenapa masih ngelabrak lo kaya tadi?" Ini yang bikin pusing, kalau udah putus ya putus, kalau belum kelar ya kelarin.

"Terus lo gak nanya sama Mas Juna gitu?" Tanya Kia lagi.

"Tanya apaan memangnya?" Memang gue harus nanya apa lagi?

"Ya lo tanya, alasan mereka putus apa gitu? Putus karena memang udah gak cocok atau mereka putus karena Mas Juna bakalan dijodohin?" Gue menatap Kia bingung sekarang, maksudnya apaan coba?

"Kenapa gue harus nanya begitu? Putus ya putus, jadi mantan." Bener dong, gue sama sekali gak tertarik dengan alasan mereka sampai putus asal Kia tahu.

"Lo bego atau gimana sih Ay? Alasan mereka putus itu penting, gini gue jelasin, kalau mereka putus karena memang udah gak cocok ya mendingan, intinya Mas Juna udah gak punya perasaan tapi kalau ternyata mereka terpaksa putus karena Mas Juna dijodohin sama lo gimana? Wajar tu Mbak-Mbak meledak kaya tadi." Otak gue masih loading.

"Bentar bentar, lagi gue cerna ucapan lo barusan, jadi maksud lo kalau mereka putus karena Mas Juna dijodohin sama gue, itu artinya gue yang jadi orang ketiga gitu? Wo wo ogah gue dapet julukan gak berkelas begitu." Gue udah natap Kia horor sendiri.

Seumur umur, gue gak pernah kepikiran ngerebut pacar orang apalagi sampai beneran jadi orang ketiga, ogah banget gue, ngebayanginnya aja ngeri sendiri gue, amit-amit, jauh-jauh gue sama begituan.

"Makanya gue bilang kenapa gak lo tanya sama Mas Juna tadi? Ini malah lo biarin mantannya berduaan sama Mas Juna kaya tadi, gak takut ditikung lo?" Memang iya?

"Udah gak usah lo bahas, makin pusing hati gue mikirin soal perasaan orang, perasaan gue sendiri aja udah cukup susah buat gue renovasi ulang."

Ngapain gue capek mikirin perasaan orang kalau tu orang aja belum tentu mikirin perasaan gue, gue gak ngerasa jadi orang ketiga, gue gak ngerasa ngerebut pacar orang jadi gak usah buang-buang waktu mikirin masalah orang lain, urus dulu masalah gue sendiri.

"Ay! Gue mau tanya lo sesuatu." Ucap Kia terlihat sangat serius, ini anak kenapa lagi? Kenapa tetiba rautnya berubah?

"Bukannya lo udah nanya dari tadi? Udah mau nanya apaan memangnya?" Tanya gue balik.

"Jujur sama gue, lo gak masih mikirin Kak Rian kan?"

Starry Night (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang