(37)

6.4K 721 19
                                    

"Tapi apa Mas tahu, bagi Aya Mas itu segalanya." Ini juga sebuah kenyataan.

Walaupun gue kecewa tapi gue gak bisa menampik satu kenyataan ini, mungkin gue bukan sesuatu yang paling berharga untuk seorang Juna tapi bagi gue, Mas Juna segalanya.

"Mas tahu kalau Aya gak akan bisa ngelepasin Mas kan? Jadi Aya juga gak punya alasan apapun untuk nolak permintaan maaf Mas lagi."

"Aya bukan perempuan yang pinter nyembunyiin perasaan jadi Aya gak akan bisa berpura-pura marah apalagi sampai mengabaikan Mas." Dan ini jawaban gue.

"Sama halnya Aya yang gak bisa berpura-pura gak peduli, Aya juga gak bisa nyembunyiin rasa kecewa Aya." Lanjut gue yang membuat wajah Mas Juna kembali tertunduk seketika.

Gue gak bisa bohong, gue gak bisa gak peduli dengan Mas Juna tapi disisi lain gue juga gak bisa nyembunyiin rasa kecewa gue untuk sikap Mas Juna hari ini, kalau memang Mas Juna mau nyoba bertahan, gue harap Mas Juna akan ngerti.

"Mas akan nunggu, Mas akan ngelakuin apapun untuk ngebuat kamu balik kaya dulu Ay." Gue menggeleng pelan.

"Aya gak berubah Mas, Aya masih Aya yang dulu, mungkin Mas cuma belum tahu sisi Aya yang ini, ini juga sifat Aya Mas." Gue gak berubah jadi Mas Juna gak perlu nunggu apalagi berusaha supaya gue balik kaya dulu.

"Kalau memang Mas gak beneratan, apa boleh Mas pulang aja? Aya cuma mau ditemenin Mas Ijaz malam ini." Kasih gue waktu.

Lagian gue gak mau tar Ayah sama Bunda dateng dan ngeliat gelagat mencurigakan gue sama Mas Juna, mereka pasti bakalan langsung tahu kalau ada yang gak beres, gue gak mau mereka kepikiran.

"Kalau kamu gak mau ketemu Mas, Mas akan tunggu diluar, kamu juga gak mau Ayah sama Bunda khawatir kalau ngeliat Mas malah pulang disaat kamu kaya ginikan?"

Gue ikut tertunduk mengabaikan Mas Juna, gue gak mau ribut, gue gak mau nyari masalah apapun lagi, kalau memang dengan ngasih jarak bisa membuat perasaan gue jauh lebih baik, gak ada salahnya gue coba.

"Dek!" Panggil Bunda yang masuk lengkap dengan raut wajah khawatirnya, Ayah juga keliatan cukup kaget memperhatikan gue.

"Bunda kenapa natap Aya begitu? Aya gak papa Bun, cuma memar doang." Bunda udah kalang kabut meriksain wajah sama badan gue.

"Beneran gak papa Dek?" Tanya Ayah memastikan.

"Beneran Yah, Aya gak gak papa." Ayah memeluk gue dan mengusap pelan bahu gue, entah kenapa berada dalam dekapan Ayah, mata gue malah mulai berkaca-kaca.

"Kalau gak papa kenapa nangis? Mana yang sakit?" Tanya Ayah yang malah membuat gue tertawa disela tangisan gue.

"Juna minta maaf, ini semua salah Juna." Cicit Mas Juna yang membuat Ayah melepaskan dekapannya ditubuh gue.

"Ikut Ayah sebentar Jun." Gue langsung menggenggam tangan Ayah begitu Ayah ngajak Mas Juna keluar.

"Ini bukan salah Mas Juna, Aya yang salah, Mas Juna gak tahu apapun." Ucap gue memohon, gue gak mau Ayah marah-marah ke Mas Juna.

"Kita bicara diluar Yah." Melirik gue sekilas, Mas Juna membuka pintu keluar lebih dulu.

"Nda, Ayah gak akan marah ke Mas Junakan? Ini memang salah Aya Nda, Mas Juna gak tahu apapun." Gue menggenggam erat lengan Bunda khawatir.

"Ayah marah itu wajar Dek, lagian walaupun ini kesalahan kamu, Juna juga teledor karena ngebiarin kamu terluka kaya gini."

"Harusnya Juna lebih paham dengan sifat keluarganya, kalau udah tahu Papa dan Adik tirinya gak bisa dipercaya, gimana bisa Juna ngebiarin mereka bertindak semaunya begitu? Ini yang membuat Ayah marah."

"Tapi Nda, Mas Juna itu cu_

"Biarin Ayah sama Juna ngomong dulu, Ayah juga gak akan melewati batas Dek, hanya memastikan keselamatan kamu." Dan gue narik nafas pasrah.

"Sebenernya kalian itu kenapa sih Dek? Bunda udah ingetinkan, kalau ada masalah cerita ke Bunda, Ayah sama Mas kamu juga ada, kenapa malah dibiarin kaya gini?" Tanya Bunda terlihat kesal.

"Nda, Aya bukan anak kecil lagi, lagian kalau setiap kali Aya sama Mas Juna punya masalah selalu minta bantuan Ayah sama Bunda, terus kapan Aya sama Mas Juma belajar Nda?" Gue tahu keluarga gue khawatir tapi gak mungkin semua masalah rumah tangga kudu gue ceritain semuakan?

"Tapi kalau udah kaya gini, siapa yang mau disalahin? Kali ini cuma memar, lain kali kalau mereka berbuat lebih dari ini gimana Dek?"

"Nda, doain yang baik-baik, kenapa Bunda malah mikir jelek, lagian kalau ada yang harus di salahin, salahin aja Aya sendiri Nda, gak perlu ngelampiasin kesalahan untuk orang lain."

"Nda, Aya tahu Bunda khawatir tapi tolong ngertiin posisi Aya juga, Aya sama Mas Juna lagi belajar Nda, kasih kami berdua kesempatan untuk nyelesain masalah kami sendiri." Gue mau Bunda ngerti.

"Lain kali harus lebih hati-hati, bilang sama Juna jangan terlalu percaya sama orang, kita gak tahu niat orang itu gimana." Gue mengangguk pelan.

"Bunda jangan khawatir." Gue mengusap lengan Bunda menenangkan, selama ini gue memang jarang dapet masalah, walaupun menolak tapi kenyataannya masalah gue muncul bertubi-tubi setelah gue menikah.

Gue gak akan ngeluh ke keluarga cuma karena ini, lagian gue anggap ini sebagai bentuk pendewasaan diri, gue gak perlu terlalu khawatir karena gue tahu, tanpa gue ceritapun, antisipasi keluarga gue udah cukup baik, ini yang membuat gue bisa jauh lebih tenang.

"Udah tahu Juna salah tapi masih juga kamu belain terus, apa sebegitu pentingnya Juna untuk kamu Dek?" Tanya tersenyum kecil.

"Apa Ayah berharga untuk Bunda?" Tanya gue balik? Bukannya perjuangan Ayah sama Bunda juga cukup berat?

"Nda, Bunda pernah ceritakan kalau dulu Bunda yang milih ninggalin Ayah karena Bunda ngerasa bersalah atas kecelakaan Ayah dulu." Bunda mengangguk mengiyakan.

"Terus kenapa Adek malah nanya itu? Memang hubungannya apa?" Tanya Bunda bingung.

"Tanpa disengaja, Aya sama Mas Juna malah seakan berada di posisi yang sama Nda, hanya bedanya, kecelakaan Aya gak separah kecelakaan Ayah dulu." Bunda masih mendengarkan.

"Bunda barusan nanya, apa Mas Juna seberharga itu? Aya juga gak tahu, tapi yang pasti, Aya punya alasan kenapa Aya milih bertahan, kalau Bunda pergi karena rasa bersalah, Mas Juna malah memilih tinggal untuk nebus kesalahannya." Jawab gue yang membuat senyum Bunda terlihat jelas sekarang.

"Lagian Nda, Aya juga gak mau ngikutin jejak Bunda dulu, kan Bunda pernah bilang, hamil jauh dari suami gak enak kan Nda?"

Starry Night (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang