(4)

17.9K 1.9K 76
                                    

"Lo kenapa lagi?" Tanya Kia menatap gue ikut frustasi.

Gue hanya menggeleng pasrah dengan pertanyaan Kia barusan, entahlah, gue sendiri gak tahu, apa yang gue rasain sekarang aja gak jelas, rencana pernikahan gue sama Mas Juna tetap jalan tapi anehnya gue sama Mas Juna sama sekali gak saling kontak tanpa kejelasan.

"Apa gue keterlaluan ya Ki sama Mas Juna waktu itu?" Tanya gue menimbang.

Ya kalau gue inget ucapan gue beberapa hari yang lalu ke Mas Juna, wajar sih kalau Mas Juna marah, gak seharusnya gue ngomong asal-asalan kaya gitu, Mas Ijaz bener, gue terlalu kebawa emosi sampai gak ngasih Mas Juna kesempatan untuk menjelaskan apapun.

"Yang namanya penyesalan gak bakalan pernah dateng di awal Ay, jurusannya selalu belakangan." Balas Kia yang gue angguki.

"Karena gue tahu makanya lo gak liat muka prustasi gue sekarang? Gue gak mungkin nikah dengan perasaan campur aduk begini." Keluh gue.

Pernikahan gue tinggal hitungan hari tapi gue masih belum nemuin Mas Juna sama sekali, Mas Ijaz sendiri udah nyaranin untuk nemuin Mas Juna dan minta maaf lebih dulu tapi ya lagi-lagi, ego gue didepan, kenapa harus gue yang minta maaf lebih dulu?

"Kalau diantara lo berdua gak ada yang mau ngalah, yaudah terima nasib nikah dengan perasaan gak karuan begitu, selesai." Solusi asal dari Kia.

"Lo ngomong enak bener, ngasih losusi beneran dikit bisakan? Kenapa harus gue duluan yang nemuin tu orang?" Ini dia masalah terberatnya.

"Terus lo mau gimana? Mau nunggu Mas Juma duluan yang dateng nemuin lo dan minta maaf? Memang lo siapanya?" Tanya Kia dengan kekesalan semakin menjadi.

"Terus gue apa bedanya? Memang Mas Juna siapa gue?" Dan Kia udah narik nafas pasrah dengan pertanyaan gue.

"Gini deh, gue temenin lo nemuin Mas Juna Juna lo itu, gimana? Gue baik ni mau jadi nyamuk buat lo berdua." Tawaran Kia yang masih gue pertimbangkan.

"Tapi_

"Yaudah gak usah, kebanyakan tapi kalau sama lo." Gue tersenyum kecut dan narik lengan Kia buat jalan nemuin Mas Juna di kantornya.

.
.
.

"Lo yakin Mas Juna di kantornya?" Tanya Kia menatap gue gak yakin.

"Ini masih hari kamis, jam segini harusnya Mas Juna di kantorkan?" Tanya gue balik, gue udah sempat nyoba nelfonin Mas Juna tapi gak di balas, chat gue juga gak di baca jadi gue gak punya pilihan lain selain nemuin orangnya lansung kaya gini.

"Yaudah tanyain buruan." Kia mendorong pelan tubuh gue buat nanya ke bagian resepsionisnya dan tatapan keget Mbak-Mbaknya langsung nampar gue begitu gue bilang gue mau ketemu siapa.

"Maaf sekali Mbak, kalau Mbak belum membuat janji, Mbak ti_

"Aya!" Gue berbalik dan langsung membulatkan mata kaget begitu ngeliat Om Alindra berdiri tepat di belakang gue.

"Hallo Om." Sapa gue canggung, gue udah natap Kia horor sekarang, kenapa gue berasa kaya orang ketangkap basah lagi maling?

"Kamu mau nemuin Juna?" Tanya Om Alindra yang gue angguki.

"Iya Om tapi_
Gue menggantungkan kalimat gue begitu melirik Mbak yang barusan.

"Uni, lain kali kalau Aya dateng langsung suruh masuk, ini calon istri Juna." Dan Mbaknya langsung kikuk menatap gue kaget, gue sendiri mendadak juga gak enak, malu sih lebih tepat.

"Calon istri? Kalau jadi." Cicit Kia nyikut lengan gue.

"Berisik lo." Balas gue kesal.

"Maaf Pak, saya tidak tahu, Maaf Mbak, mari saya antarkan." Gue hanya tersenyum canggung.

"Yasudah kalau begitu Om masuk dulu, Juna ada diruangannya." Setelah Om Alindra pergi, dengan langkah mulai gak yakin, gue sama Kia mengikuti Mbaknya dalam diam, paling tangan gue aja mulai narik lengan baju Kia gak karuan.

"Ini ruangannya Mbak, kalau begitu saya permisi dulu." Mengangguk pelan, gue sama Kia berdiri mematung didepan pintu ruangan Mas Juna.

"Yaudah masuk sana, lo mau nunggu apa lagi?" Desak Kia karena gue masih belum berani ngetuk pintu ruangan Mas Juna.

"Yah lo gak ikut masuk? Katanya mau nemenin gue, gimana sih lo? Kacau." Ni anak gak konsisten ni, katanya mau nemenin tapi masa gue masuk sendirian.

"Lo mikir pake otak dikit bisakan? Masa iya gue ikutan masuk? Lo mau gue jadi saksi kecanggungan kalian?" Ish.

"Udah masuk sana." Dan belum sempat gue jawab, Kia uda ngetuk pintu ruangan Mas Juna lebih dulu tapi belum ada jawaban dari dalam.

"Udah masuk Ay, kalau gak kita pulang, ayo."

"Iya iya ini masuk." Gue membuka pintu ruangan Mas Juna dan beberapa detik kemudian langsung gue tutup lagi.

"Ki, ayo pulang." Gue narik lengan Kia dan berjalan cepat ninggalin kantor Mas Juna, nyesel parah gue dateng kamari.

"Lo kenapa sih Ay? Mas Juna gak ada?" Tanya Kia bingung, gue gak merespon apapun hanya fokus mempercepat langkah gue.

"Ay!" Panggilan Mas Juna yang gue abaikan, gue pura-pura gak denger dan tetap mempercepat jalan gue.

"Tahan gadis yang didepan." Teriak Mas Juna yang membuat beberapa orang satpam beneran nahan langkah gue.

"Pak! Bisa minggir? Saya mau pulang." Ucap gue kesal untuk satpam yang berdiri menghalangi jalan gue.

"Maaf Mbak! Kami hanya menuruti perintah." Dan gue hanya menghembuskan nafas pasrah, beberapa orang bahkan mulai nenatap gue sama Mas Juna antusias sekarang.

"Ini kenapa sih Ay? Lo bukannya ma_

"Ay! Kamu salah paham." Kalimat Mas Juna yang membuat Kia menggantungkan kalimatnya.

"Salah paham? Heumm, Aya memang salah paham, Aya pikir Mas itu beda tapi ternyata sama aja, jadi ini alasan sebenarnya Mas nolak perjo_

"Ikut Mas." Tanpa menunggu persetujuan gue, Mas Juna narik lengan gue paksa untuk balik masuk ke ruangannya, Kia sendiri hanya mengikuti gue khawatir.

"Gue tunggu diluar." Ucap Kia meninggalkan gue berdua dengan Mas Juna didalam ruangannya.

"Kenapa kamu gak mengabari Mas dulu sebelum datang menemui Mas kemari?" Tanya Mas Juna terdengar sangat sopan.

"Kalau Aya bilang, Aya gak akan tahu apa yang Mas lakuin hari ini." Balas gue datar.

"Ay! Kamu salah paham, dia hanya mantan Mas." Mantan? Mantan apa yang sampai harus peluk-pelukan begitu?

"Mau mantan, pacar atau bahkan calon istri Mas sekalipun, Aya gak peduli." Gue siap melangkah keluar dari ruangan Mas Juna.

"Calon istri? Perempuan yang sudah Mas janjikan untuk Mas nikahi dalam beberapa hari kedepan itu kamu."

Starry Night (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang