(38)

6.5K 749 17
                                    

"Mas, Aya laper." Ucap gue yang diabaikan.

"Mas! Aya mau makan tapi maunya masak sendiri, temenin." Gue menatap lurus lelaki yang duduk dihadapan gue dengan santainya.

"Woi Mas, budek ya? Ayo temenin." Gue bahkan melemparkan bantal sofa ke arahnya karena masih diabaikan, fokus amat kalau udah pegang handphone?

"Kamu ngomong sama Mas, Dek?" Tanya Mas Ijaz menatap gue dan Mas Juna yang duduk tepat disampingnya dengan tatapan bingung.

"Bukan, sama tembok, Mas tembok bukan?" Kesal gue, bisa-bisanya Mas Ijaz gak ngerespon apapun karena disengaja.

"Ganteng gini dibilang tembok." Mas Ijaz bangkit dari duduknya.

"Yaudah Mas, jangan banyak tanya, ayo temenin masak." Ajak gue ulang, awas aja kalau masih nanya gue ngomong sama siapa?

"Mas mana bisa masak, paling mie rebus doang, memang mau?" Gue mengangguk cepat dengan pertanyaan Mas Ijaz, lagian mie rebus kan bisa di makan juga jadi gak papa lah.

"Sabar, memang butuh tenaga ekstra kalau Aya udah naik darah begini." Cicit Mas Ijaz melirik Mas Juna tertawa kecil.

"Aya denger ya Mas, udah ayo buruan." Gue ikut melirik Mas Juna sekilas dan mengikuti Mas Ijaz jalan ke dapur.

"Sampai kapan itu suami mau kamu diemin Dek? Udah dua hari kamu gak ngomong apapun sama Juna, kamu mau Juna ngapain dulu?" Mas Ijaz mulai manasin air.

"Kalau masak itu yang kerja tangan Mas bukan mulut." Gue tersenyum paksa sekarang.

"Juna juga ngerasa bersalah Dek, bukannya  dua hari ini udah cukup buat kamu nyiksa Juna?" Gue masih menyunggingkan senyuman gue.

Mas dengerin ya, bukan Aya yang gak mau ngomong tapi Mas Juna yang gak ngajak ngomong apapun, kalau Mas Juna manggil atau nanya sesuatu tetap Aya jawabkan? Gak Aya dieminkan?" Gue mulai motongin cabe rawit sebelum gue ulek, biar lebih gampang alusnya aja.

"Kenapa gak kamilu blender aja Dek? Nyari ribet itu namanya." Kenapa Mas Ijaz banyak nanya ya sekarang? Ngajak berantem gue juga?

"Suka-suka Aya, lagian rasanya juga bakalan beda, udah Mas gak usah ribet, mau Aya suapin cebe rawitnya ke mulut Mas sekarang?" Tawar gue.

"Sadis amat Dek." Mas Ijaz bergidik ngeri menatap gue.

Lagian, kenapa Mas Ijaz malah jadi ngebelain Mas Juna terus? Bukannya kemarin waktu gue dibawa kerumah sakit mukanya Mas Ijaz udah berasa mukul orang, apa udah hilang marahnya gitu aja? Cepet amat.

"Mas udah gak marah sama Mas Juna? Bukannya kemarin berasa mau mukul Mas Juna idup-idup?" Tanya gue santai.

Bukan cuma sikap Mas Ijaz yang aneh ke Mas Juna, Ayah juga keliatan udah bersikap biasa aja sekarang, padahal kemarin waktu ngajak Mas Juna ngomong dirumah sakit, perasaan gue udah sangat mengkhawatirkan.

"Kenapa gak nanya langsung sama orangnya kalau kamu penasaran?" Kebiasaan memang, gue tanya malah di tanya balik.

"Kalau gak mau cerita ya udah gak usah, jangan muter-muter Mas, nambah pusing yang ada." Apa Mas Ijaz pikir sindirannya bakalan mempan untuk gue? Udah kebal gue.

"Kamu gak mau tahu kenapa Juna bisa tahu kamu dirumah sakit padahal waktu itu Mas hubungin aja gak bisa." Gue tahu alasannya.

Bukannya Mas Juna lagi ketemu sama Si Rani waktu itu, mungkin sangking sibuknya sampe lupa waktu, mana sempat ngangkat panggilan kalau udah ketemu perempuan lain?

"Kamu gak lagi mikir jelek buat Juna kan Dek?" Tebak Mas Ijaz yang membuat gue menatap Mas Ijaz takjub, tahu aja isi otak gue.

"Aris nemuin Juna lewat Rian, memang kamu gak merhatiin memar di muka Juna waktu nemuin kamu dirumah sakit kemarin?" Hah? Memar? Maksudnya apaan lagi?

"Gak usah dijawab Dek, ngeliat ekspresi kaget kamu sekarang Mas udah tahu jawabannya, kamu gak sadarkan dengan kondisi Juna jugakan?"

"Mas kalau ngomong yang jelas gausah belibet bisakan?" Tanya gue dengan nada suara meninggi.

"Juna memang salah paham tapi kamu juga salah paham Dek, Juna masih nahan diri ngadepin kamu harusnya kamu bersyukur bukan malah mengabaikan Juna kaya gini." Gue salah paham?

"Siniin mie nya, mau makankan?" Masih dengan pemikiran mencerna maksud ucapan Mas Ijaz, Mas Ijaz ngambil alih mie instan ditangan gue sambilan geleng-geleng kepala.

"Makan sama setelahnya dengerin penjelasan suami kamu dan Adek akan tahu kenapa Mas sama Ayah bersikap sebiasa ini."

.
.
.

"Mas keluar sebentar, kamu mau sesuatu?" Tanya Mas Juna lengkap dengan handphone dan kunci mobil ditangannya.

"Mas mau kemana?" Tanya gue gak yakin, ini pertama kalinya gue nanya Mas Juna mau kemana setelah bersikap gak mau tahu apapun beberapa hari kebelakang.

Setelah ucapan Mas Ijaz tadi, gue memang belum nanya apapun sama Mas Juna, gue juga gak tahu kenapa, entah ini karena gue masih merasa kecewa atau mungkin karena gue mulai merasa bersalah untuk sikap gue beberapa hari ini.

Kalau ternyata gue juga salah paham sama Mas Juna, gue harus bersikap gimana? Apa Mas Juna bakalan nerima maaf gue gitu aja? Lagi? Berapa banyak kali gue udah minta maaf Mas Juna dalam bulan ini?

Gue ngomong kalau gue yang selalu memberikan maaf dan kesempatan ke Mas Juna tapi gue gak sadar kalau gue juga melakukan hal yang sama, bikin salah terus minta maaf, ini juga udah jadi kebiasaan baru gue.

"Ada berkas yang butuh tanda tangan Mas dikantor, Mas baru mulai kerja tapi Mas udah ngambil cuti." Gue mengangguk pelan.

Apa cuma ini reaksi gue? Kalau gue terus bersikap acuh kaya gini, kapan gue berani nanya penjelesan Mas Juna? Mas Juna gak mungkin cerita cuma-cuma setelah gue diemin beberapa hari inikan?

"Mas berangkat sekarang." Mas Juna menatap gue sekilas sebelum berjalan keluar membuka pintu kamar.

'Kalau gak sekarang kapan lagi Ay?' Gumam gue.

"Mas!" Panggil gue nahan gagang pintu.

"Heumm, Kenapa?" Mas Juna juga keliatan cukup kaget mendengar panggilan gue barusan.

"Heummm, tolong beliin susu kotak Aya." Jawab gue gak mikir, yaelah Ay, kenapa malah itu yang keluar dari mulut lo? Bego banget.

"Ada lagi?" Gue menggeleng pelan dan tertunduk pasrah, ah, susah banget memang, kalau udah gini mau ngomong aja udah kaya main tarik ulur dulu.

"Kalau kerjaan Mas selesai, Mas langsung pulang, kita bicara nanti, baik-baik dirumah." Ucap Mas Juna mengusap kepala gue tiba-tiba.

Starry Night (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang