(18)

14.5K 1.6K 87
                                    

"Mau tidur bareng Mas malam ini?"

"Hah? Apaan?" Kaget gue langsung berdiri, ini Mas Juna kenapa lagi?

"Mas tanya, mau tidur bareng Mas malam ini?" Ulang Mas Juna terlihat sangat yakin dengan ucapannya.

Menatap Mas Juna aneh, gue berjalan mendekat dan langsung meriksain kening Mas Juna, gue takut Mas Juna lagi sakit makanya ngomong gak beres begini, Mas Juna memang keliatan yakin tapi kali ini gue yang gak yakin.

"Mas sakit?" Tanya gue memastikan, Mas Juna tersenyum kecil dan menurunkan tangan gue pelan.

"Kamu masih berharap Mas sakit?" Tanya Mas Juna masih menggenggam tangan gue.

"Gak gitu maksud Aya, cuma aneh aja, bukannya Mas itu gak mau sekamar sama Aya ya? Kenapa mendadak malah ngomong begini?" Tanya gue bingung.

Gue narik tangan gue dari genggaman Mas Juna dan mundur selangkah, gue mengusap leher gue sendiri sangking gak ngerti sama siatuasi sekarang, biasanya gue yang mengeluarkan banyak usaha untuk lebih dekat sama Mas Juna lah ini, tatapan Mas Juna aja udah aneh.

"Mas udah milih untuk memulai semuanya bareng kamu sekarang, bukannya Mas bilang begitu sama keluarga kamu tadi?" Gue memejamkan mata gue begitu sadar dengan maksud ucapan Mas Ijaz sebelum gue pulang tadi.

Flashback on

"Dek! Tar sampai rumah jangan teriak-teriak, malu didenger tetangga." Ucap Mas Ijaz nahan bahu gue dari belakang.

"Memang Aya teriak-teriak kenapa?" Gue beralik dan menatap Mas Ijaz malas, kalau Mas Juna mulai ngomong ngaur begini itu artinya gak bener-bener ngaur.

Mas Ijaz gak akan pernah ngomong sembarangan kalau menyangkut hidup gue, baik masalah sikap gue, baik masalah kelakuan gue, bahkan untuk urusan pernikahan gue sama Mas Juna, walaupun terkesan lebih santai bahkan hampir kaya becandaan, ucapannya selalu punya maksud.

"Mas mau ngomong apa sebenarnya?" Tanya gue ulang lebih to the point.

"Kenapa bisa yang polos begini dinikahin Juna?" Mas Ijaz bahkan tertawa puas setelah ucapannya barusan.

"Kenapa bisa yang polos begini dinikahin Juna?" Mas Ijaz bahkan tertawa puas setelah ucapannya barusan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mas kalau mau ngomong ya ngomong, kalau enggak Aya pamit sekarang, Mas Juna udah nungguin di luar tu." Kesal gue menggandeng lengan Mas Ijaz jalan keluar.

"Ingat, istri harus nurut, jangan aneh-aneh." Ini adalah kalimat Mas Ijaz sebelum gue bener-bener pulang.

Flashback off

'Aish, ini maksudnya?' Tanya gue membatin.

Kembali ke gue yang masih memejamkan mata gue didepan Mas Juna, gue membuka mata gue perlahan dan langsung nyari objek lain untuk gue liat sekarang, kemanapun asal gak harus ngadepin tatapannya Mas Juna.

"Kamu kenapa Ay?" Tanya Mas Juna menatap gue dengan senyum tertahan.

"Gak papa Mas." Jawab gue mulai cengengesan.

"Yaudah ayo tidur, besok kamu kuliah pagi sama Mas juga harus ke kantor." Dan saat Mas Juna melangkah maju mengusap kepala gue, dengan begonya gue malah mundur seketika sangking kagetnya.

"Ay! Kamu mikir apa? Mas cuma ngajak tidur sama Mas, Mas gak akan minta apapun, apa kamu bisa berhenti ketakutan kaya gini? Mas gak akan ngapa-ngapain kamu sekarang." Jelas Mas Juna tertawa kecil.

Apa ekspresi gue semenakutkan itu barusan? Otak gue mulai error lagi kayanya?

.
.
.

"Woi, kemana aja lo? Perasaan pengantin baru sering bolos sekarang." Kia memang bisa banget kalau nyindirnya.

"Namanya juga pengantin baru, butuh penyesuaian ekstra, lo tahu apa? Lo sendiri apa bedanya? Asik main kucing-kucingan mulu." Bales gue nyindir balik.

"Lo sebenernya ada di pihak siapa? Gue apa Mas Ijaz?" Kia menggepalkan tangannya di depan muka gue.

"Gue dipihak siapa? Jelas gue dipihak suami gue." Dan satu pukulan Kia mendarat di lengan gue, dasar temen semena-mena.

"Bisa banget lo sekarang, nyari komplotan baru? Mau bubaran lo sama gue?" Gue udah geleng-geleng kepala gak mau memperpanjang obrolan Kia sekang.

"Lo gak usah banyak ngelak, sekarang gue tanya serius, lo sebenarnya mau gimana sama Mas Ijaz? Lo berdua masih saling suka terus masalahnya apa?" Tanya gue lebih serius, gak usah ngomong gak jelas kaya tadi cuma buat nyari topik pembahasan lain.

"Masalahnya gue takut gagal untuk kedua kalinya Ay! Pernikahan gue sama Mas Ijaz pernah gagal sekali, gue takut gue sama Mas Ijaz masih belum siap untuk memulai semuanya lagi." Lirih Kia tertunduk pasrah didepan gue.

"Gue takut, dengan sifat gue yang masih ke kanak-kanakan kaya gini, gak akan ada yang berubah meskipun gue sama Mas Ijaz rujuk nanti." Ah! Ribet juga kalau gue pikirin.

Ngomongin perjodohan, aneh rasanya kalau gue yang di nikahkan lebih dulu dari pada Mas Ijazkan? Mas Ijaz menikah dua tahun yang lalu dan bercerai sekitar tujuh bulanan yang lalu, kegagalan mereka sedikit banyaknya mengganggu gue sampai sekarang.

Menikah muda dan karena perhodohan pula, rasanya sangat wajar kalau rumah tangga Mas Ijaz sama Kia banyak perdebatan dan puncaknya adalah delapan bulan yang lalu, saat Kia keguguran karena kelalaian Mas Ijaz.

Ya memang gak sepenuhnya salah Mas Ijaz karena waktu itu Kia sendiri yang salah paham, Kia yang lebih milih percaya sama sekretaris Mas Ijaz dari pada Mas Ijaz sendiri, Kia mikir Mas Ijaz selingkuh sama sekretarisnya yang memang udah cukup lama suka sama Mas Ijaz.

Salah satu alasan kenapa gue selalu nyebut kata 'mantan pacar' ketimbang 'mantan istri/suami' ke Kia sama Mas Ijaz adalah untuk memberikan luang buat mereka mikir, gue gak mau mereka sama-sama tertekan dengan kata duda atau janda yang mereka sandang sekarang.

"Tapi kaya gini terus juga gak baik Ki, lo sama Mas Ijaz gak akan pernah tahu kalau gak berani nyoba, bukannya berjalan berdua lebih baik dari pada pisah-pisah begini?" Bukan gue mau memaksakan, tapi perasaan mereka masih sama, ego dengan ketakutan masing-masing yang jadi penyebab utamanga.

"Gue gak maksa, pikirin lagi baik-baik, gue gak ada dipihak siapapun, gue ada buat lo berdua, Mas Ijaz itu Mas gue dan lo, lo sahabat sekaligus Kakak gue juga, gue mau yang terbaik untuk lo berdua." Kia mengangguk pelan.

"Tapi lo sendiri belum jawab pertanyaan gue, lo sama Mas Juna gimana? Beneran sekamar semalam?" Kali ini gue yang mengangguk pelan.

"Wah kemajuan pesat, lo sama Mas Juna ngapain aja?" Pertanyaannya bener-bener.

"Otak lo sama Mas Ijaz sama tahu gak? Jangan ngeracunin otak gue ya, gue gak mau mikir apapun, tidur ya tidur, kan diajaknya tidur doang." Protes gue, gue membuka botol minum gue karena gerah sama pertanyaan Kia sekarang.

"Lo kesel cuma karena di ajak tidur doang? Berharap di apa-apain lo?" Dan minum gue muncrat kemana-mana.

Starry Night (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang