(9)

17K 1.8K 123
                                    

"Lo suka sama Mas Juna?" Tanya Kia begitu gue selesai menceritakan masalah Mas Juna yang ngajak gue pindah.

"Kenapa lo jadi mikir gue suka sama Mas Juna? Gue gak ngerti sama jalan pikiran lo tahu gak!" Dari segi mana Kia bisa mikir gue suka sama Mas Juna?

"Terus kenapa lo perhatian banget sama Mas Juna? Katanya nikah tanpa cinta tapi lo sendiri sampe sebegininya, apaan tu namanya kalau bukan suka?" Gue mengerutkan kening mencerna ucapan Kia sekarang, Kia ada benernya juga sih.

"Ah bodo amat, intinya, gue gak suka ngeliat tatapannya Mas Juna sekarang." Ucap gue frustasi.

Tatapannya Mas Juna yang membuat gue hilang akal kaya gini, tatapan terlukanya itu bener-bener bikin kepikiran, gue gak bisa nutup mata gitu aja terlebih gue bakalan hidup sama Mas Juna, mana sanggup gue liatin tu tampang setiap hari?

"Ay! Sebenarnya tatapan Mas Juna yang lo maksud itu gimana sih? Perasaan biasa aja gue liatinnya." Tanya Kia lagi.

"Lo tahu? Tatapan Mas Juna bahkan terlihat kosong saat dia menyunggingkan senyumannya." Jelas gue mulai membayangkan ekspresi Mas Juna lagi.

Gue khawatir, gue takut Mas Juna hanya berpura-pura terlihat baik selama ini, gue takut kalau Mas Juna lepas kendali untuk semua penderitaannya, Mas Juna gak akan sanggup nanggung rasa sakitnya sendirian.

"Lo takut Mas Juna bakalan berakhir kaya lo dulu?" Gue mengangguk pelan.

"Dulu! Gue punya orang tua, Mas Ijaz dan lo sebagai sandaran gue, gue kuat karena ada kalian semua tapi Mas Juna, sampai detik ini, gue gak yakin ada yang benar-benar berpihak di sisinya."

"Dan lo mau Mas Juna tahu kalau lo ada dipihaknya sekarang?" Gue menggeleng pelan untuk pertanyaan Kia sekarang.

"Enggak! Mas Juna gak harus tahu kalau gue ada di pihaknya, gue cuma gak mau Mas Juna ngelewatin masa sulitnya sendirian." Mau Mau Juna tahu atau enggak, yang terpenting Mas Juna bisa bertahan, itu yang gue mau.

Sikap Mas Juna sekarang seperti efek samping kerena terlalu lama diabaikan, Mas Juna terlihat kuat diluar tapi seakan sangat rapuh kalau melihat tatapannya, Mas Juna gak sekuat itu.

"Lo tahu sesuatu yang gak kita tahu kan Ay?" Tanya Kia menebak, gue mengiyakan pertanyaan Kia dalam hati, masalah ini, gue gak bisa cerita kesiapapun, ini masalah Mas Juna tapi entahlah, apa ini bisa dikatakan sebagai masalah.

Perlakuan Mamanya Mas Juna, Mas Juna yang mengakui kalau dia bukan anak kandung dan gak akan mewarisi apapun, bukannya perjodohan harusnya dengan putra kandung keluarga Alindra? Lantas kenapa Papanya Mas Juna ingin Mas Juna yang menggantikan posisi putra kandungnya menikahi gue?

Akan gue cari tahu sendiri.

.
.
.

"Kamu beneran mau pindah Dek?" Tanya Mas Ijaz membantu membawakan koper gue, Mas Juna hanya tersenyum tipis memperhatikan ekspresi Mas Ijaz sekarang.

"Mas mau ikut Aya pindah?" Tawar gue berjalan masuk kedalam dekapan Mas Ijaz.

"Memang boleh?" Kagak.

"Mas gak perlu khawatir, Aya kan udah nikah, udah ada yang jagain, masa iya Mas pasang muka menyedihkan kaya gini?" Tanya gue dalam dekapan Mas Ijaz.

"Itu karena Mas khawatir." Jawab Mas Ijaz mengusap bahu gue.

"Jun, gue nitip Aya, kalau Aya bikin ulah, tolong lo beresin, Aya tanpa bikin masalah rasanya kurang lengkap soalnya." Ish.

Gue melepaskan pelukan gue ditubuh Mas Ijaz dan mundur beberapa langkah menatap Mas Ijaz kesal, apa harus Mas Ijaz ngomong begitu sama Mas Juna? Itu rahasia perusahaan kenapa dibeberin?

"Sama Ayah Bunda udah pamit Dek?" Tanya Mas Ijaz yang gue angguki, cuma Bunda keliatan sedih banget gue pindah makanya milih gak keluar dari kamarnya, takut Bunda malah nangis lagi, Ayah nemenin Bunda di kamar.

"Yaudah kita berangkat Jaz, alamat rumah udah gue kirim, lo bisa dateng kapanpun lo mau, ajak Ayah sama Bunda sekalian." Ucap Mas Juna ngambil alih koper gue.

"Aya sama Mas Juna juga bakalan sering pulang, Mas tenang aja, gak perlu khawatir." Ucap gue semangat.

"Itu memang mau kamu Dek." Satu jitakan mendarat tepat di kening gue.

Gak nunggu lebih lama, gue sama Mas Juna pamit, selama perjalanan gue udah nanya macem-macem, gue nanya terus tapi Mas Juna cuma bales pake anggukan, gelengan atau gak sesekali melototin gue sangking kaget dengan pertanyaan gue.

"Masih jauh?" Tanya gue lagi.

"Itu." Ucap Mas Juna tepat disaat mobilnya berhenti dihalaman sebuah rumah.

"Ini?" Tanya gue yang diangguki Mas Juna pelan, Mas Juna turun lebih dulu dan membantu gue membawakan barang-barang bawaan gue.

Gue hanya mengikuti langkah Mas Juna masuk dan mulai mengedarkan pandangan gue memperhatikan keseliling rumah, rumah yang gak terlalu luas tapi rasanya cukup nyaman untuk tempat tinggal kita berdua.

"Ini kamar kamu." Ucap Mas Juna meletakkan berang-barang gue diatas ranjang, tapi bentar, kamar gue? Gue sama Mas Juna gak bakalan sekarang gitu?

"Terus Mas tidur dimana?" Tanya gue lagi.

"Kamar Mas ada disebelah, kenapa? Kamu gak suka sama kamarnya? Ada yang perlu Mas ubah? Tinggal kasih tahu." Tanya Mas Juna panik, lah.

"Gak gak gak gitu maksud Aya, Mas, Aya pikir kita_

"Mas cuma mau ngasih kamu waktu, Mas keluar dulu, kalau butuh apapun, tinggal kasih tahu Mas." Gue kehabisan kata.

Mas Juna nutup pelan pintu kamar gue dan beneran berlalu gitu aja, lah, sebenarnya Mas Juna itu kenapa? Ngasih gue waktu? Gue atau dia yang butuh waktu? Kenapa gak ngomong terus terang aja?

Gak mau terlalu berlarut mikirin sikap Mas Juna yang sama sekali gak gue ngerti, gue mulai membereskan berang-barang gue dan berakhir dengan mandi dan beberes diri, setelah selesai awalnya gue berniat mau tiduran tapi mendadak perut keroncongan gue mulai membunyikan alarm peringatannya.

Kembali bangkit dari ranjang, gue keluar dari kamar dan turun ke bawah buat nyari makan, baru juga kaki gue melangkah menuruni tangga, gue ngeliat Mas Juna lagi duduk bicara dengan seorang lelaki diruang tamu, siapa?

"Mas." Panggil gue yang membuat pandangan kedua laki-laki itu beralih menatap gue.

"Kenapa?" Tanya Mas Juna bangkit dari duduknya.

"Di dapur ada makanan gak?" Tanya gue tersenyum tipis, Mas Juna terlihat berpikir keras dan seakan melupakan sesuatu, kayanya kulkas Mas Juna kosong deh.

"Yaudah gak papa." Gue berniat balik naik masuk ke kamar, pesen aja deh kayanya.

"Siapa lo Jun? Lo gak bilang sama gue kalau punya tamu dirumah." Tanya laki-laki yang duduk dihadapan Mas Juna yang membuat gue memberhentikan langkah, laki-laki yang sekarang bangkit dari duduknya dan ikut memperhatikan gue.

"Dia bukan tamu." Ucap Mas Juna sedikit gelagapan.

"Terus? Pacar? Sejak kapan lo punya pacar baru gak ngasih tahu gue? Udah gitu main lo bawa pulang kerumah? Wah kacau lo." Tanya laki-laki itu lagi.

"Mulut lo sembarangan banget." Mas Juna terlihat kesal.

"Terus ini siapa lo?" Ulangnya yang membuat Mas Juna beralih menatap gue lama.

"Dia Adik gue." Hah?

Starry Night (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang