(29)

13.6K 1.6K 61
                                    

"Ini juga pilihan Mama, Mas memilih mempertahankan kamu atas persetujuan Mama." Hah?

"Mama tahu?" Kaget gue, kapan Mas Juna ngomong sama Mama? Bukannya kalau nemuin Mama, gue selalu ikut?

"Masalah itu tanyain langsung sama Mama nanti waktu ketemu, Mama akan ngasih penjelasan lebih baik dari pada Mas." Apaan coba?

"Terus tadi maksudnya Mas Ijaz kalau Mama aman dalam pengawasan Mas Aris apa? Kalian ngerencanain sesuatu tanpa sepengetahuan Aya kan?" Gue terlalu kenal Mas gue.

Dari gelagat sama tingkahnya aja udah ketahuan kalau Mas Ijaz nyembunyiin sesuatu, apalagi kalau Mas Aris udah gabung, rencananya pasti gila-gilaan dan benerkan, ditambah dengan sikap canggung Mas Juna, mereka bertiga makin mencurigakan.

"Beberapa hari yang lalu, Ijaz sama Aris ngebantuin Mas untuk nyari tempat tinggal baru buat Mama, setelah setuju dengan keputusan Mas, Mama pasti butuh tempat tinggal lain, walaupun berat tapi Mama juga udah yakin dengan keputusannya." Gue menatap Mas Juna gak percaya.

Jadi ini yang di sembunyiin Mas Juna dari gue? Sikap canggung dan perubahannya yang jauh lebih banyak diam juga karena ini? Kenapa mereka gak cerita dari awal? Gue gak harus kepikiran aneh-aneh.

"Kenapa Mas gak cerita dari awal? Mas ngebuat Aya khawatir tahu gak? Aya pikir Mas udah stres atau gila mendadak." Gue mengusap dada lega tapi Mas Juna malah tersenyum aneh dengan jawaban gue.

"Pemikiran kamu bener-bener, dari pada kamu mikirin hal yang gak perlu, lebih baik sekarang kamu yang jawab pertanyaan Mas, kenapa kamu milih pilihan kaya gitu? Apa melepaskan Mas lebih mudah?"

Mas Juna memperbaiki posisi duduknya dan bersiap mendengar jawaban gue, Mas Juna terlihat cukup serius tapi kenapa gue malah mikirin hal lain? Seharusnya sekarang yang protes, marah dan nanya banyak itu gue, kenapa malah kebalik?

"Mas sekarang lagi ngintrogasi Aya apa Mas mau marah sama Aya?" Tanya gue balik, tatapannya gak harus begitu amat.

"Dua-duanya, Mas nanya alasan kamu dan Mas juga marah, apa kamu keberatan?" Apa gue punya hak untuk bilang enggak?

"Mas nanya alasan itu wajar tapi yang gak wajar itu Mas harus marah kenapa? Aya milih kaya gitu karena Aya mikirin posisi Mas, Aya mau ngebantuin Mas." Apa Mas Juna pikir mudah untuk gue milih keputusan melepaskan Mas Juna gitu aja? Semuanya gak gampang, itu berat.

Gue harus mikir ribuan kali sebelum ngambil keputusan nekad begitu, kalau seandainya gue ikut galau dan bingung kelamaan tar yang ada Mas Juna bisa jatuh sakit duluan karena kurang tidur dari pada nemu keputusan yang paling tepat, gue jelas gak mau.

"Ay! Apa kamu selalu kaya gini? Selalu mikirin apa yang terbaik untuk Mas? Selalu mementingkan kebahagiaan Mas?" Gue mengangguk cepat, itu bener.

"Memang kenapa? Ada yang salah?" Rasanya gak ada yang salah dari sikap gue, gue memang menginginkan yang terbaik untuk Mas Juna.

"Gak ada yang salah tapi Mas yang salah, Mas gak pernah melakukan hal yang sama untuk kamu."

"Menjaga, menyayangi dan mencintai, kamu memberikan lebih banyak dari yang seharusnya Mas terima Ay, Mas ngerasa gak pantas untuk itu semua." Kenapa Mas Juna mendadak begini?

Bukannya seharusnya Mas Juna bahagia? Gue menjaga, menyayangi dan mencintai Mas Juma dengan segala kemampuan gue, gue bahkan melakukan itu semua dengan segala kekurangan gue juga.

Dimana-mana itu, suami akan bahagia mendapati istri yang baik dan pengertian, bukannya itu ciri-ciri seorang istri yang diinginkan setiap laki-laki? Lalu apa yang salah dari sikap gue sampai membuat Mas Juna khawatir kaya gini?

"Mas gak suka dengan sikap Aya selama ini?" Tanya gue memastikan.

"Cuma laki-laki bodoh yang gak suka dengan sikap kamu sekarang Ay tapi bukan itu yang Mas maksud, kenyataan kalau kamu lebih mementingkan Mas dari pada diri kamu sendiri adalah kekhawatiran Mas."

"Mas lelaki, menjaga, menyayangi dan mencintai, harusnya Mas yang memberikan itu lebih banyak untuk kamu, harusnya Mas yang melindungi, harusnya Mas yang berkorban lebih banyak bukan malah sebaliknya."

"Ada beberapa hal yang membuat Mas khawatir, yang Mas mau, kamu lebih mementingkan diri kamu, Mas mau kamu mendapatkan yang terbaik."

"Setiap kali masalah muncul, Mas mau kamu memikirkan kebaikan kamu lebih dulu, pentingkan kebahagian kamu lebih dulu, jaga perasaan kamu lebih dulu, apa itu sulit?"

"Kalau Aya ngikutin mau Mas, bukannya Aya akan terlihat sangat egois? Aya egois karena Aya lebih mementingkan diri Aya sendiri, Aya gak mau Mas terus ngalah." Jawab gue yang membuat Mas Juna menatap gue dengan tatapan berkaca-kaca.

Melihat tatapan Mas Juna sekarang entah kenapa mendadak membuat gue sadar akan satu hal, apa ini kesalahan gue yang dimaksud Mas Juna? Apa ini kesalahan yang secara tidak sengaja gue lakukan dan menyakiti Mas Juna?

"Apa kamu paham apa yang Mas maksud sekarang? Ini yang Mas khawatirkan." Gue terdiam tanpa jawaban untuk pertanyaan Mas Juna.

"Kamu terlalu terpaku dengan masa lalu Mas, Ay! itu yang Mas khawatirkan." Walaupun berat, gue tetap mengakuinya.

"Semua sikap bahkan tindakan kamu, kamu terus ngambil keputusan berdasarkan masa lalu Mas, kamu selalu lebih mementingkan Mas karena kamu takut Mas akan merasakan hal yang sama."

"Kamu takut kalau Mas akan berpikir kamu egois dengan lebih mementingkan diri kamu sendiri dari pada Mas seperti apa yang dilakukan Papa ke Mas selama ini, apa Mas salah?"

"Ay! Hidup dengan Mas beberapa bulan ini apa kamu belum bisa melihat perubahan Mas? Mas bukan Juna yang dulu, Mas berubah berkat kamu."

"Kamu gak perlu terus khawatir, bukan Mas keberatan dengan sikap kamu yang mementingkan Mas, Mas sangat bersyukur tapi ada saatnya Mas mau kamu menempatkan diri kamu lebih dulu."

"Gak setiap saat kamu harus mengalah, gak setiap saat kamu harus mementingkan kebahagian Mas lebih dulu karena Mas juga sama, Mas menginginkan segalanya yang terbaik untuk kamu."

"Memberi atau menerima, kita memang tidak akan terpaku dengan dua kata itu tapi kalau mengikuti status, kenyataan kalau Mas adalah seorang suamilah yang membuat tanggung jawab Mas lebih besar dari pada kamu."

"Berhenti melihat masa lalu Mas karena dalam hidup Mas sekarang juga ada kamu."

Starry Night (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang