(6)

17.3K 1.8K 40
                                    

"Jujur sama gue, lo gak masih mikirin Kak Rian kan?" Tanya Kia to the point, Kia Bahkan natap gue tajam setelah pertanyaannya.

"Ki, lo apa-apaan na_

"Gak usah muter-muter nyari alasan, lo cuma perlu jawab pertanyaan gue pake satu kata, ya atau enggak?" Desak Kia motong ucapan gue.

Gue sendiri yang memang cukup kaget mendapati pertanyaan Kia yang kaya gitu udah diam kehabisan kata, masalahnya sekarang gue itu lagi ngebahas Mas Juna tapi kenapa tetiba Kia ngungkit masalah Kak Rian? Hubungannya apa coba?

"Kenapa lo nanya kaya gitu?"

"Karena sikap lo mulai aneh lagi." Lagi? Dan gue cengengesan.

"Lo tahukan Ki? Gue gak pernah mau tahu apapun lagi tentang Kak Rian, mau dia bahagia bereng siapapun juga terserah, gue gak peduli." Jawab gue bahkan gak yakin dengan ucapan gue sendiri.

"Lo selalu kaya gini! Setiap kali lo ngerasa ada yang salah, lo selalu bersikap seolah gak peduli, bersikap seolah semuanya baik-baik aja, gak peduli lo itu artinya penting Ay, jangan pikir lo bisa bohong sama gue." Kia bahkan natap gue khawatir sekarang.

"Lo gak akan bisa ngelupain Kak Rian kalau lo gak bisa ngapus kemarahan lo untuk semua kebohongan Kak Rian dulu Ay!" Kia bener.

"Lo bener, gue berusaha Ki, gue berusaha untuk ngerti alasan Kak Rian nipu gue tapi tetap aja gue gak bisa maafin itu semua, apa Kak Rian pikir gue akan mamfaatin dia kalau seandainya gue tahu lebih awal kalau dia anak orang kaya? Selama gue kenal, gue bahkan gak tahu nama lengkap Kak Rian itu siapa?" Lirih gue kalau ingat sikap Kak Rian ke gue dulu.

Rian! Lelaki yang gak sengaja gue temui di toko buku tiga tahun yang lalu, kenal dan menjadi dekat, gue sangat nyaman bahkan mungkin bisa dikatakan gue jatuh cinta, gue yang berniat untuk mengungkapkan perasaan gue lebih dulu tapi semua berubah disaat gue tahu kalau Kak Rian nipu gue selama ini.

Kak Rian selalu mengelak disaat gue tanya nama lengkapnya, Kak Rian selalu mengelak kalau gue tanya tentang kedua orang tuanya, awalnya gue berpikir, mungkin Kak Rian hanya belum siap cerita tapi ternyata, ada alasan yang gak bisa gue terima untuk semua tindakannya itu.

"Maaf! Kakak hanya belum yakin kalau kamu beneran tulus mencintai Kakak tanpa peduli latar belakang Kakak, Ay! Tapi sekarang Kakak yakin makanya Kakak mau jujur sama kamu." Ini adalah kalimat yang paling gue benci dari semua kenangan gue sama Kak Rian.

Maaf? Apa setelah nipu gue dengan pura-pura hidup sederhana harus gue maafkan semudah itu? Apa gue terlihat seperti perempuan matre yang hanya akan memamfaatkan Kak Rian kalau gue tahu lebih awal dia anak orang kaya? Apa pemikiran semua laki-laki harus sepicik itu?

"Kenapa gak ada yang bisa ngeliat ketulusan gue, Ki?" Lirih gue berkaca-kaca.

"Jadi ini alasan lo sangat marah begitu Mas Juna nyinggung masalah alasan lo bersedia menikah?" Dan gue mengangguk pelan.

Alasan gue sangat marah dengan ucapan Mas Juna waktu itu adalah ini, Mas Juna ataupun Kak Rian itu sama, mereka menilai ketulusan gue hanya dengan sebelah mata, apa berteman harus melewati tes kaya gitu dulu? Atau otak mereka pada gak bener semua?

"Okey gue ganti pertanyaan gue, apa lo masih cinta sama Kak Rian?" Dan gue langsung menatap Kia datar, gue gak punya jawaban untuk pertanyaan Kia yang satu ini.

.
.
.

"Gimana?" Tanya Mas Ijaz yang membuat gue menatap Mas gue lesu, gue ngambil posisi duduk disebelah Mas Ijaz yang memang sedang duduk diruang tamu sekarang.

"Gak tahu Mas, makin semberaut aja, tadi Adik Mas ni udah pasang niat baik buat nemuin calon adik ipar Mas itu tapi Mas tahu apa yang Aya liat disana?" Mas Ijaz belum bereaksi apapun.

"Masa Aya ngeliat Mas Juna pelukan sama perempuan lain? Mantannya pula tu." Mas Ijaz masih santai.

"Minum dulu." Mas Ijaz ngasihin minuman bekas dia, untung bekas Mas gue sendiri.

"Terus?" Tanya Mas Ijaz datar, terus apaan lagi coba? Gue udah mau emosi lagi tapi Mas Ijaz bisa-bisanya duduk anteng ditempat.

"Terus apanya lagi? Ya Aya pulanglah, ngapain juga minta maaf kalau ternyata Mas Juna itu sama aja kaya laki-laki lain?" Kesal gue kalau ingat Mas Juna dipeluk perempuan lain kaya tadi.

"Kamu ngeliat Juna pelukan atau ngeliat Juna dipeluk sama perempuan lain? Pelukan sama dipeluk itu artinya beda Dek." Dan gue langsung natap Mas Ijaz gak percaya.

"Mas sebenernya mihak siapa? Yang Adik Mas Ayakan? Kenapa jadi ngebelain Mas Juna terus?" Gue siap bangkit dari duduk gue kalau gak ditarik paksa sama Mas Ijaz buat duduk lagi.

"Ya Mas pasti ada dipihak Adek Mas, itu jelas tapi yang gak jelas itu Adek sendiri, Adek ngomong kalau Juna sama kaya laki-laki lain? Laki-laki lain yang Adek maksud itu siapa?" Ish, gue gak akan pernah menang kalau berdebat sama Mas Ijaz.

"Jangan terus nyari kesalahan orang lain kalau Adek sendiri belum yakin udah jadi yang paling bener." Ingat Mas Ijaz terlihat sangat serius.

"Pernikahan kalian tinggal hitungan hari jadi selesaikan masalah kalian secepat mungkin, Jun, gue naik dulu." Dan gue langsung berbalik mengikuti arah tatapan Mas Ijaz sekarang.

"Mas ngapain disini?" Kaget gue begitu tahu kalau ada Mas Juna dirumah.

"Juna dateng bahkan sebelum Adek pulang, bicarain masalah kalian, tenang, Aya gak akan kabur kemanapun selama ada gue dirumah." Gue udah siap mukulin Mas gue sekarang juga.

"Awas aja." Cicit gue sebelum Mas Ijaz beneran bangkit naik keatas.

"Jadi kita mau gimana?" Tanya Mas Juna ngambil posisi tepat dihadapan gue.

"Mas sendiri maunya gimana?" Tanya gue mencoba setenang mungkin.

"Mas gak akan bohong, menolak menikah itu udah gak mungkin." Gue juga mengiyakan, batal sekarang udah gak mungkin, bukan cuma orang tua Mas Juna, Ayah sama Bunda juga bakalan ngamuk.

"Terus apa rencana Mas?" Kalau menolak menikah udah gak bisa, Mas Juna harusnya punya solusi lain untuk sekarangkan?

"Ini adalah alasan Mas ada disini sekarang, Mas ingin mencari solusi terbaik lain untuk kita berdua." Kita?

"Okey! Karena Mas udah jujur Aya juga, masalah mantan Mas tadi, kalau boleh Aya tahu, alasan kalian putus apa?"

"Status! Rani meninggalkan Mas setelah tahu kalau Mas bukan putra kandung keluarga Alindra." Gue malah menyipitkan mata heran dengan jawaban Mas Juna.

"Kalau memang alasannya itu, kenapa tadi Rani Rani itu malah meluk Mas? Bukannya dari cerita Mas, Rani yang ninggalin Mas lebih dulu?" Anehkan?

"Kalau soal itu, Mas sedang mencari jawabannya, tadi adalah pertama kalinya Rani datang setelah Mas dan Rani berpisah beberapa bulan yang lalu." Oh.

"Jadi apa keputusan kamu sekarang?" Tanya Mas Juna dengan tatapan yang sangat lembut menurut gue.

"Keputusan apa?"

"Bersediakah kamu menikah dengan Mas? Menerima Mas sebagai suami kamu? Dengan segala kekurangan Mas? Dengan segala rahasia keluarga Mas yang sudah kamu tahu?"

"Kalau Aya jawab iya, bagaimanapun kedepannya, Mas gak boleh berubah pikiran." Mas Juna menatap gue cukup lama setelah ucapan gue barusan.

"Gimana?" Tanya gue ulang.

"Menikah dengan Mas." Dan gue mengangguk pelan.

Starry Night (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang