(36)

6.1K 719 29
                                    

"Kesempatan? Berapa banyak kesempatan yang udah gue berikan cuma-cuma disaat Mas Juna kembali melakukan kesalahannya?"

Semuanya gak segampang itu, harus gimana lagi gue menjelaskan perasaan gue sekarang supaya mereka semua mau ikut ngerti? Rasa kecewa gue terlalu besar makanya gue bisa bereaksi kaya gini.

Ngasih penjelasan, saling ngerti dan berakhir dengan minta maaf, memang gak terlalu sulit disaat ada salah satu dari kami yang mau mengalah tapi msalahnya gue mulai lelah, gue capek harus ngalah terus.

"Sorry, gue gak punya maksud buat maksa apalagi nyalahin sikap lo sekarang Ay, gue cuma gak mau lo sama Mas Juna berakhir kaya gue sama Mas Ijaz dulu." Lirih Kia nepuk pelan bahu gue.

Gue tahu, Mas Ijaz juga berulang kali ngingetin hal ini sama gue, jangan terbawa suasana, jangan terlalu mengedepankan perasaan, disaat gue ngerasa masalah gue udah gak punya solusi, narik diri mundur dari masalah untuk sesaat juga bukan pilihan buruk.

Terkadang, jalan buntu yang kita liat disaat terdesak bisa menjadi titik temu untuk membuka pintu lain ketika kekhawatiran kita mulai berkurang, intinya jangan ngambil keputusan apapun disaat otak lo lagi gak beres karena bisa dipastikan, jawaban lo gak akan beres juga.

"Gue tahu lo sama Mas Ijaz khawatir tapi gue juga gak akan menyerah semudah itu, gue cuma butuh waktu, gue mau Mas Juna lebih ngerti dengan posisi gue juga."

Disaat gue terbiasa tersenyum, bukan berarti gue selalu bahagia, disaat gue terlihat santai, bukan berarti pemikiran gue gak melayang kemana-mana, semua ada batasnya, semua ada porsinya.

Gue terbiasa mengingatkan diri gue untuk mengerti keadaan Mas Juna, gue selalu mengingatkan diri gue kau yang terpenting sekarang adalah membuat Mas Juna bahagia.

Untuk sesaat gue bahkan lupa, kalau gue mau membahagiakan orang lain, diri gue dulu yang harus gue bahagiakan, karena gue berharap banyak dengan sikap Mas Juna makanya gue merasa apa yang gue terima sekarang itu gak adil.

"Ki, apa gue jahat kalau gue menginginkan perhatian lebih dari Mas Juna?" Lirih gue mulai sedikit mengontrol emosi gue.

"Gak ada yang salah dengan seorang istri yang menginginkan perhatian lebih dari suaminya cuma terkadang, gak semua laki-laki bisa ngerti apa yang pasangannya mau." Kia narik kursi dan duduk tepat disamping ranjang gue.

"Gue gak perlu ngasih contoh jauh, lo liat gue sama Mas Ijaz, kurang komunikasi, salah paham dan bertahan dengan ego kami masing-masing adalah alasan perpisahan kami."

"Andai saat itu gue lebih bisa jujur dengan apa yang gue rasain, andai Mas Ijaz lebih peka dengan rasa cemburu bahkan perasaan gue, mungkin semua akan jauh lebih baik." Mata Kia bahkan mulai berkaca-kaca ketika mengingat masa lalunya lagi.

"Tapi lo sama Mas Ijaz udah belajar banyak Ki, lo berdua bisa nyoba lagi." Gue menggenggam tangan Kia menyemangati.

Walaupun keadaan rumahtangga gue sekaranh gak jauh lebih baik tapi setidaknya, gue masih bisa mikir seribu kali sebelum ngambil keputusan bodoh dengan tergesa-gesa.

"Makanya gue gak mau lo ngulangin kesalahan gue Ay, lo bisa bertahan, jangan membuat Kak Rian sama Rani tertawa cuma karena mereka mendapat apa yang mereka mau, perpisahan lo sama Mas Juna." Gue mulai bisa menyunggingkan senyuman gue setelah ucapan Kia.

"Thanks Ki karena lo selalu ada buat gue." Gue sangat bersyukur dengan kehadiran Kia.

"Lo juga selalu ada disaat gue butuh Ay, udah jangan kebanyakan mikir, lebih baik tenangin diri lo dan setelahnya pikirin baik-baik kebahagiaan lo sama Mas Juna." Gue mengangguk pelan.

"Lo juga, jangan kelamaan ngegantungin Mas Ijaz, gue yang susah." Dan seketika Kia narik tangannya dari genggaman gue.

"Tapi kayamya Kia gak punya alasan lagi buat nolak perasaan Mas, Dek, Mas udah denger semuanya dan itu lebih dari cukup." Gue sama Kia sepakat menatap ke arah pintu begitu suara Mas Ijaz ngusik ketentraman pendengaran gue.

Berbeda dari gue yang udah menatap Mas Ijaz malas, Kia malah terlihat keget dan berubah gugup disaat yang bersamaan, dasar pasangan janda duda labil, mau rujuk aja nyusahin.

"Udah lah Ki, kali ini lo kalah telak dari Mas Ijaz." Ledek gue nyubit lengan Kia.

"Bukan cuma Kia, kamu juga kalah telak dari Juna, Dek, Juna juga udah denger semuanya." Ucap Mas Ijaz membuka pintu ruang inap gue.

Gue membulatkan mata kaget begitu mendapati Mas Juna berdiri tertunduk dengan tatapan berkaca-kaca menatap balik gue, gue masih diam dengan tatapan ikut membalas tatapan Mas Juna.

"Ki, kita butuh bicara." Kia mengangguk pelan dan bangkit dari duduknya mengikuti Mas Ijaz keluar dari ruamg inap gue sekarang.

Setelah pinti balik ditutup, gue hanya menatap Mas Juna tanpa berniat mengeluarkan sepatah katapun, kalau memang Mas Juna udah denger semuanya, rasanya gue gak perlu ngejelasin apapun lagi.

"Ay! Mas minta maaf." Lirih Mas Juna mendekat ke sisi gue.

"Aya udah bosen denger Mas minta maaf jadi gak perlu." Gue memang bosen dengernya, itu kenyataan.

"Aya minta maaf karena bukannya ngejelasin tapi malah ikut marah sama Mas, Aya salah, Aya minta maaf." Cicit gue beralih natap ke arah lain.

"Bukannya minggu ini kamu juga minta maaf hampir dua kali?" Apa Mas Juna ngebales ucapan gue?

"Mas gak keberatan untuk memaafkan berapa banyakpun kesalahan kamu, karena setiap kali seorang istri melakukan kesalahan, tugas seorang suamilah untuk mengajarinya."

"Mas tahu, Mas sama sekali gak berhak memaksa kamu untuk memaafkan kesalahan Mas tapi Mas tetap ingin mencobanya Ay, Mas ingin mempertahan kamu bagaimanapun caranya."

"Mas minta maaf, maaf karena Mas mengecewakan kamu, maaf karena Mas nuduh kamu, maaf karena Mas lebih mempercayai orang lain dari pada mendengarkan penjelasan kamu lebih dulu, Mas minta maaf untuk itu semua." Mas Juna menganggem tangan gue dengan tatapan bergetarnya.

Gue mengkaku ditempat dengan ucapan Mas Juna, walaupun ini bukan pertama kalinya Mas Juna minta maaf tapi entah kenapa gue kembali luluh dengan mudahnya.

Terkadang gue malah takut dengan diri gue sendiri, gue takut karena terlalu mudah memafkan, gue akan terlihat sangat tidak berarti bagi Mas Juna, gue takut Mas Juna akan berpikir mendapatkan maaf gue itu mudah dan nanti, akan mudah juga Mas Juna melakukan kesalahan lagi.

"Terimakasih karena selama ini kamu selalu mementingkan Mas, terimakasih karena kamu dengan tulus menerima Mas." Gue juga udah pernah denger ini.

"Mas tahu, bagi Mas mungkin Aya hanya sebuah kesalahan, Aya adalah gadis yang terpaksa Mas nikahi karena permintaan Om Alindra yang gak bisa Mas tolak waktu itukan?" Gue bangkit memperbaiki posisi gue.

"Tapi apa Mas tahu, bagi Aya Mas itu segalanya."

Starry Night (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang