Gue masih menatap kosong mangkuk yang berisi bakso yang sudah 10 menit lalu gue pesen dari Bu Ama tanpa gue sentuh sedikitpun.
Perut gue udah keroncongan, tapi otak gue masih menangkap jelas kejadian tadi, yang membuat hati gue menjadi gundah gulana.
Masih terbayang suaranya di telinga gue. Senyum yang mengembang di wajahnya pun masih terukir jelas dalam ingatan gue. Getaran tangannya saat memeluk gue, masih bisa gue rasakan. Dan aroma parfum nya yang selalu gue ingat.
"Reza" lirih gue pelan.
"Apa lu bilang barusan?" tanya seorang cowo yang entah dari kapan sudah ada di depan gue.
Gue memasukkan bakso ke mulut gue secara brutal.
"Lu tadi ngomong apaan Anggun?" tanyanya sekali lagi.
"Bu..kan apa-apa" gue mengunyah bakso yang hampir saja akan muncrat.
"Bohong lu! Gue bilangin ke semua anak-anak kalo lu suka sama Reza" ancamnya.
"Berisik lu Ridwan!" bentak gue.
Tiba-tiba Ridwan merebut mangkuk bakso gue dan memakannya lahap dan tidak meninggalkan bekas sedikitpun.
Gue melongo tak percaya, masih ada manusia jenis seperti dia.
Gue beranjak dari tempat duduk.
"Bu yang bayarin Ridwan ya" gue setengah teriak.
"E. Eee.. Eehh... Maksud lu apaan nih? Masa gue yang bayarin, lu kan yang mesen"
Gue menatap Ridwan tajam.
"Dan lu yang ngabisin curut! Ya berarti lu yang bayar"
Gue setengah berlari menuju ke kelas.
Tiba-tiba di dekat toilet ada seseorang yang mencengkram kasar tangan gue.
"Awwww" pekik gue.
"Lu pake pelet apa cabe busuk?" tanya Indah dengan penuh kemurkaan.
Gue menatap Indah bingung.
"Maksud lu?"
"Alah, lu belaga polos banget"
"Pertama, lu udah ngerebut Jo dari gue, kedua lu udah jadian sama Riky, ketiga lu udah coba ngambil hati Reza, keempat lu so akrab sama Ridwan, dan yang terakhir....... " Indah sengaja menggantungkan kalimatnya, menatap gue dengan senyum liciknya.
Indah menarik kasar rambut gue, membuat kepala gue terangkat ke atas.
"Yang terkahir lu udah hancurin rumah tangga orang" bisiknya.
Gue ngeflat-----
Gak ngerti maskud semua itu.
Gue mematung di tempat.
Lidah gue terasa kelu.
Mulut gue terkunci.
Air mata tiba-tiba mengumpul di ujung mata.Indah melayangkan tangannya ke pipi gue. Menampar keras dan membuat pipi gue terasa pedih, panas dan sakit. Baru kali ini seumur hidup gue, gue di tampar kasar, bahkan orang tua gue aja gak pernah.
Gue pegangi pipi gue dan tanpa diminta air mata gue jatuh begitu saja.
Indah mendorong kasar gue, hingga punggung gue terbentur keras ke tembok.
"Ini belum seberapa!" ucap Indah kejam.
"Dan kalo lu berulah lagi, lu bakalan ngerasain lebih parah dari ini" lanjut Mega tak kalah kejam.
Sungguh mereka adalah kaki tangannya iblis.
Gue lihat disekeliling, berharap bakal ada yang nolongin gue dari suasana jahanam ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kau dan Aibku
Teen Fiction#569 (TEEN FICTION) 13/03/2018 #581 (TEEN FICTION) 02/03/2018 #604 (TEEN FICTION) 01/03/2018 Cerita masih ON GOING. Beberapa part gue private, follow untuk full story ? [Budayakan FOLLOW sebelum BACA] Dia adalah Anggun Puspita gadis desa yang cerdas...