Perempuan itu selalu benar. Apalagi ibu-ibu.
Dendi
Dendi menginjakkan kakinya lagi di Tanah Air Tercinta. Dua tahun sudah ia lewati di Negara yang pernah menjajah negaranya. Belanda. Beasiswa dari kantor untuk melanjutkan S2. Ngga pernah pulang selama ini. Katanya sih, mau memupuk rasa rindu buat orang-orang di Indonesia. Aslinya, ngga ada uang. Bohong deh.
Ia menggeret koper ke arah taksi bandara yang menunggunya. Orang rumahnya ngga ada yang bisa jemput. Apalagi orang kantor.
Taksi yang ia naiki mulai meninggalkan bandara. Seperti orang norak, ia mengamati gedung-gedung pencakar langit di sekelilingnya. Melewati kantornya juga. Kantor yang akan ia datangi beberapa hari lagi. Kantor yang pasti suasanya sudah berbeda dari terakhir kali ia datangi. Untungnya, masih ada satu temannya disana.
Untuk bisa sampai ke rumahnya, ia pun melewati rumah putih besar yang terletak di pinggir jalan. Rumah Dinda. Mantannya. Mantan yang sudah menikah waktu dia di Belanda. Mantan terindah, mengingat betapa kompaknya mereka dulu waktu kuliah. Berantem itu makanan sehari-hari buat mereka. Tapi ... sekarang Dinda udah milik orang lain.
Anjrit! Gue jagain jodoh orang. Jodoh gue siapa yang jaga?
Ngga berapa lama, taksi ini berbelok ke kompleknya. Jalanannya cukup ancur karena lagi dalam masa perbaikan. Termasuk rumah-rumah disini juga banyak yang lagi di renovasi. Sedikit penasaran, apa keadaan rumahnya masih sama? Atau juga ikut-ikut di renovasi seperti para tetangga?
Mobil sedan ini terparkir di depan rumahnya. Rumah itu masih sama persis seperti dua tahun lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
PFS [1] : Double "D" ✅
General FictionTentang Dendi Paramayoga yang mencoba menjalani hidup dengan luka yang masih terbuka dan masih menyimpan rasa pada mantannya yang sudah menikah. Tentang Dyvette Pastika yang menyimpan rasa sejak lama pada Dendi. Tentang keduanya yang mengisi hidup m...