[25] Ketakutan Dendi

28.1K 3.4K 133
                                        

cerita ini bakal ending 6 part lagi😊😊

Ditinggal pergi itu sakit jadi gue ngga mau merasakannya lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ditinggal pergi itu sakit jadi gue ngga mau merasakannya lagi. Tapi, daripada orang yang gue sayang yang harus ngerasain sakitnya kehilangan, mending gue aja yang nanggung sakit itu lagi.

-Dendi-

Pertanyaan Dyvette enam jam yang lalu masih berdengung di telinga Dendi. Ia kini berbaring di kamar bernuansa biru tua yang dipenuhi dengan mobil-mobilan. Bukan kamarnya – karena kamarnya bernuansa putih dan pink. Itu kamar Daffin.

Iya, Dendi melarikan diri ke Bandung – ke rumah Caesar.

Sekarang sudah pukul tiga pagi, tapi Dendi masih belom bisa memejamkan matanya. Ia mau menikah dengan Dyvette, tapi kalo ditanya kapan, dia pun masih bingung harus menjawab apa.

"Nunggu apa lagi? Kan rumah udah ada." Caesar benar-benar bingung dengan kehadiran sahabatnya ini di rumahnya, lebih bingung lagi mendengar alasannya.

Dendi mengangguk.

Caesar melipat tangan di depan dada. Memandang Dendi dengan penuh tanda tanya. "Gue yakin gaji lo juga pasti udah cukup."

Dendi mengangguk lagi. Ngga berniat memberi jawaban.

Caesar berdecak. Ia gemas dengan kelakuan sahabatnya.

Dendi mengacak rambutnya. "Gue takut sama pernikahan, Sar."

Caesar membuka mulutnya, tak percaya. Sepengetahuannya, orang-orang di sekitar sahabatnya ngga ada yang gagal dalam pernikahan.

Kedua orang tua Dendi dipisahkan oleh maut, ketiga kakaknya juga menjalani rumah tangga yang harmonis – seenggaknya itu yang Caesar tau.

"Apa yang lo takutin?"

Dendi menatap Caesar dengan pandangan yang sulit diartikan. Hatinya tak nyaman. Ia gelisah.

Caesar terlempar ke beberapa tahun lalu. Waktu Dendi sering ia repotkan mengenai kehamilan istrinya. "Lo takut nanti dia ngga se-mandiri Dinda? Lo takut pas dia ngidam se-rewel Deana?"

Dulu, Dendi yakin banget bakal menikah sama Dinda yang mandiri dan paling ngga mau merepotkan orang lain, jadi dia tenang-tenang aja. Tapi itu dulu.

Dendi menggeleng.

"Klien-klien gue, Sar, mereka cerai karena berbagai alasan. Gue takut itu, gue takut ditinggal lagi."

Caesar duduk mendekat ke Dendi. Ia menepuk bahu sahabatnya itu pelan. "Jangan jadiin mereka patokan lah, nyokap bokap lo, kakak-kakak lo, gue—"

"Lo apanya yang musti gue jadiin panutan?" Dendi sewot tiba-tiba. "Nikah tanpa persiapan apa-apa, nurutin semua kata istri, ngga ada pendirian lo mah."

Caesar memukul bahu Dendi keras tanpa ia sadar. Ia kesal dibilang seperti itu. Dia menikah dengan penuh persiapan kok, dia juga ngga selalu nurutin perkataan istrinya – setelah istrinya melahirkan anak pertama mereka, dia bertindak sebagai kepala keluarga yang baik.

PFS [1]  : Double "D" ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang