Chapter 03

60.6K 3.8K 7
                                    

Jangan lupa kalau habis baca Vote dan Comment ya😉

☁☁☁

   Suara azan subuh sayup-sayup terdengar melalui celah jendela kamar, membangunkanku dari tidur singkatku. Tanpa kusadari ternyata aku tertidur beralaskan sejadah dan dengan masih mengenakan mukena.

   "Asstagfirullah, aku ketiduran." aku melepaskan mukena yang ku kenakan dan berjalan pergi kearah kamar mandi untuk kembali mengambil air wudhu sekaligus membersihkan badanku yang terasa sangat lengket akibat sedari kemarin setelah akad nikah, jujur aku belum sempat untuk mandi bahkan baju kebaya sederhana berwarna putih yang dikenakan ketika ijab qabul pun belum sempat aku ganti.

   Lima belas menit berlalu aku memutuskan untuk keluar dari dalam kamar mandi setelah merasa cukup segar dan setelah aku mengambil air wudhu terlebih dahulu untuk melaksanakan sholat subuh.

   Setelah mengerjakan shalat aku bergegas pergi ke dapur untuk membuatkan sarapan untukku dan juga untuk Kak Azzam. Meski aku tahu ia tidak akan mungkin menyukainya tapi setidaknya aku ingin berusaha menjadi istri yang baik untuknnya. 

   Sampai didapur, langkah kakiku langgsung mengarah pada kulkas yang berada tak jauh dari depan pintu yang menghubungkan antara ruang makan dan dapurnya sendiri. Kosong tidak ada apa-apa hanya ada telur yang tersisa dua biji serta beberapa sosis ayam yang tersimpan dalam freezer.

   Nasi goreng, kurasa tidak terlalu buruk jika aku membuatkan sarapan pagi sepiring nasi goreng untuk Kak Azzam. Lagian setahu aku, ketika mendiang Kak Hulya masih ada, ia setiap pagi pasti selalu membuatkan sarapan nasi goreng untuk Kak Azzam.

   Aku mulai memotong bahan-bahan serta menyiapkan alat-alat masak yang diperlukan untuk membuat nasi goreng, dimulai dari mengiris bawang putih dan merah sampai dengan menuangkan minyak diatas wajan yang telah aku simpan diatas kompor yang menyala dengan perapian yang cukup sedang. Lama aku berkutat membuat nasi goreng, sampai waktu tak terasa akhirnya nasi goreng buatanku pun telah siap aku hidangkan.

   Dengan sebuah harapan yang baik, aku membawa sepiring nasi goreng yang kubuat untuk Kak Azzam ke dalam ruang makan, tak lupa akupun membawakan segelas air putih untuknya.

   Tatapan mataku tidak pernah lepas dari menatap kagum nasi goreng buatanku sendiri. Puas menatap nasi goreng, mataku beralih menatap jam dinding, 07:00. Ini sudah terlalu siang jika Kak Azzam belum bangun dari tidurnya, karena setahuku dia adalah sosok pria yang sangat menghargai waktu. Aku berdiri dari dudukku berniat untuk memanggilnya, tapi ingatan semalam seolah berputar kembali di ingatanku bak kaset rusak yang terus memutar di video yang sama. Aku kembali duduk dikursi meja makan dengan sebuah harapan yang cukup sederhana, ku harap dia sudi menyantap makanan yang dibuat dengan hati yang suci oleh si pembunuh kebahagiannya. 

   Jam 07:30, aku masih sabar menunggunya keluar dari dalam kamar, meski sudah hampir 30 menit aku menunggu. 30 menit kembali berlalu begitu saja dan masih dengan keadaan yang sama. Belum juga ada tanda-tanda Kak Azzam akan keluar dari dalam kamarnya. Hingga 1 jam kembali terbuang sia-sia aku menunggunya dengan keadaan yang sama, tidak ada sedikitpun tanda-tanda ia akan segera keluar dari dalam kamarnya.

   Aku menatap nanar nasi goreng buatanku yang kini mungkin telah dingin dan tidak enak lagi untuk disantap. Aku tidak akan lelah menunggu, ini baru awal dari perjuanganku mendapatkan hatinya. Hari ini mungkin aku gagal tapi inshaallah kedepannya tak akan lagi, aku sungguh sangat mencintainya mau seberapa kali pun aku mengelak dan mencoba menghindar, hatiku tidak akan bisa dihentikan, ia tetap kekeh memilih namanya yang tertulis.

Tangisan Hujanku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang