Bagian 22 - Pertengkaran

27.4K 2.2K 115
                                    


"Tutup mulut brengsek lo itu!" Gerhana berteriak. Dengan pelan. Supaya tidak membangunkan Claire. "Kalau lo gak tau apa-apa tentang kita berdua, mending diem," lanjutnya.

Astero mendorongnya pelan. "Gue tahu semuanya." Ia tersenyum miring. "Semuanya."

Gerhana diam. Astero mengetahui apa saja?

Gerhana tidak tahu dan Gerhana tidak peduli dengan apa yang diketahui Astero. Itu urusannya. Bukan urusan Gerhana.

"Mendingan lo pergi!" teriaknya sekali lagi yang membuat Astero mau tak mau akhirnya meninggalan kamar Claire dengan perlahan.

Ketika sudah sampai di luar kamar, Astero berbalik. "Kalau yang gue tahu itu emang bener, habis lo di tangan gue!"

Gerhana diam lagi. Tidak. Ia bukan takut kalau Astero memukulnya atau menghabisinya dengan tangannya sendiri. Gerhana hanya takut, Claire yang mengetahui apa yang diketahui Astero.

Claire gadis cantik. Claire gadis baik. Dan Claire gadis yang tidak pantas untuk disakiti.

"Kak Aster kenapa disuruh pulang?"

Gerhana berbalik menatap Claire lalu ia berjongkok di sebelah ranjang Claire lalu tersenyum tipis sambil mengusap kepala Claire dan menggenggam tangan kirinya. "Iya."

"Kenapa perginya sama Laila udah selesai?"

Gerhana menggeleng pelan masih berusaha tersenyum tipis. "Laila? Laila yang mana?"

Bolehkah sekarang Claire memuntahkan isi perutnya di depan wajah Gerhana? Bolehkah Claire melakukan hal yang membuat perutnya eneg itu sekarang?

Ia masih bertanya siapa itu Laila? Memangnya ia mengenal berapa nama orang yang bernama Laila? Hanya satu, bukan?

"Yang dua hari lalu makan es krim di kedai bareng Kakak."

"Iya. Udah. Udah selesai."

Claire menegakkan tubuhnya dan berusaha melepas paksa tangan yang digenggam Gerhana dengan kuat itu naun tetap tenaganya kalah dengan Gerhana. "Kenapa ke sini lagi?"

"Claire. Aku—"

"Kenapa ke sini lagi?" ulang Claire sekali lagi.

"Kepikiran kamu."

Claire tersenyum nanar. "Ngapain mikirin orang yang gak penting?" tanyanya yang langsung membuat Gerhana menatap kedua bola matanya dengan tajam. "Siapa?"

"Aku."

"Siapa yang bilang kamu gak penting? Siapa!" ucap Gerhana yang sudah mulai meninggikan nada suaranya.

"Kakak. Kakak yang barusan bilang sama Kak Aster," sahut Claire. "Kakak bilang kalau kalian gak boleh berantem hanya karena 'cewek gak penting'."

"Aku enggak ... aku cuma ..."

"Kakak kenapa? Bingung antara yang sekarang sama yang dulu?" kata Claire berusaha menyindir.

"Aku emosi, Claire. Astero bilang kalau aku bukan pacar yang baik buat kamu."

"Terus? Harus kalimat kayak gitu yang keluar?"

Claire menundukkan kepalanya dengan perlahan. "Sakit, Kak."

"Sakit? Apa? Di mana yang sakit?"

Gerhana bodoh. Kita ulangi sekali lagi. Gerhana bodoh. Kalau boleh bilang yang lebih kasar, Gerhana goblok. Sudah itu saja.

"Sakit ketika orang yang udah berusaha aku percaya, bilang kayak gitu." Claire mengangkat kepalanya. Cairan bening sudah ada di pelupuk matanya. "Aku gak pernah ngelarang Kakak buat ngapain aja. Tapi aku cuma minta, tolong jangan berusaha menjatuhkan aku di depan orang lain."

Gerhana [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang