Epilog II - Kebenaran Sesungguhnya

31.1K 2.2K 95
                                    


Jepang, pukul lima sore.

Ini gila. Maksudnya, apa yang Akirra katakan itu sangat tidak mungkin.

Claire yakin, seyakin-yakinnya kalau Akirra hanya mempermainkannya.

"Kamu yakin, Akirra?" tanya Claire pelan.

"Yakin apa?" tanya Akirra balik yang masih sibuk dengan dangonya itu (sejenis makanan dari tepung beras yang ditusukkan ke dalam tusuk sate.)

Claire mengembuskan napasnya pelan. "Soal dia, yang katamu sedang berada di negara yang sama denganku."

Akirra mengangguk lalu ia mengangkat tusukan dangonya. Seolah menunjuk Claire. "Dengar ya, tidak mungkin saya berbohong untuk hal seperti itu," Akirra kembali menguyah. "kecuali soal saya bilang kalau tidak cemburu."

"Mungkin saja pernah berbohong."

Claire menatapnya dengan tatapan datar, karena ia memang tahu kalau Akirra memiliki sifat cemburu yang luar biasa tinggi.

"Kamu lihat dia di mana?"

"Di Taman Shinjuku, dia bawa kamera. Dia sepertinya kedinginan, bajunya tebal sekali," jelas Akirra.

"Dan dia tampan."

Claire meneguk salvianya pelan. Claire sangat tahu kalau masa lalunya itu tampan.

Bahkan ia ingin sekali menjawab pertanyaan Akirra dengan jawaban seperti ini, "Iya, dia memang tampan. Dia memberiku banyak kenangan. Sampai aku sulit untuk bisa menghilangkannya dari pikiranku."

Tapi bodoh rasanya jika Claire menjawab seperti itu. Sangat bodoh, bahkan.

"Iya. Menurutmu saja, bagiku dia menyebalkan."

Akirra tertawa. "Pantas kau menyukainya," kata Akirra.

Claire mengedikkan bahu tanda tidak mengerti. Dan tidak ingin mengerti maksud Akirra berbicara seperti itu.

Ya, Claire hanya memikirkan satu hal sekarang. Apa dia masih diberikan takdir untuk bertemu dengan sosok yang selama lima tahun ini ia rindukan?


***



"Lo gila! Ngapain coba pesenin travel ke Tokyo. Claire nggak ada di sini, goblok!" Pria dengan mantel berwarna cokelat gelap itu sedang berbicara dengan seseorang di dalam ponselnya.

"Yee ... lo kan nggak tahu dia di mana, dia cuma bilang ke Jepang doang, kan? Tokyo kan masih masuk Jepang."

Itu Gerhana sedang memarahi Astero.

"Mana gue nggak ngerti bahasa mereka lagi. Lo tahu otak gue buntu kalo udah ngomong bahasa Inggris, nah ini travel udah pake bahasa Inggris, pake bahasa Jepang pula!" gerutu Gerhana sambil berjalan di tanpa melihat keadaan jalan yang sedang rame.

Sampai ia menabrak bahu seseorang namun dihiraukannya tanpa melirik ataupun melihat siapa yang ditabrak.

Gerhana tidak peduli. Yang ia pedulikan hanyalah memarahi Astero. "Ya lagian, suruh siapa nggak bisa bahasa inggris?" tanya Astero di ujung teleponnya.

"Ya lo, gue pikir kan cari travel ke Singapura kek, atau Malaysia kek. Kan masih ada Indonya dikit," jawab Gerhana tidak mau kalah.

"Berisik. Gue masih dinner sama calon istri. Dan lo ganggu."

Sambungan telepon langsung terputus. Ia yakin, Astero pasti memberantaki markas kesayangannya dan Alan.

"Ini di mana lagi?" katanya yang merasa asing dengan tempatnya berada.

Gerhana [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang