Hari sudah berubah lagi, sekarang hubungan Gerhana dan Claire sudah mulai membaik. Tidak seperti sebelumnya. Ya, Gerhana memang sudah menjelaskan kepada Laila bahwa ia sudah memiliki gadis.Dan jawaban Laila hanya, "Iya. Sudah tahu."
Gerhana tidak memikirkan apapun lagi setelah Laila menjawab itu. Sekarang ia sedang bersama Claire. Menghabiskan waktunya dengan gadis kesayangannya.
Sekarang malam minggu, baru jam setengah enam sore, jadi anggap saja kalau mereka sedang melihat sunset gitu lah, ya. Kencan mereka sangat sederhana sekali.
Hanya duduk di tepi bukit di kawasan Puncak, Bogor. Ditemani dengan teropong bintang yang mereka bawa dan hanya duduk dialasi kain pantai berwarna hitam.
"Claire, kenapa milihnya ke Puncak?"
"Memangnya kenapa? Gak boleh?" Claire membaringkan tubuhnya di atas kain itu. "Lagian lebih enak di sini juga, kan?"
"Iya sih, enakan di sini. Tapi, kan, biasanya cewek-cewek pada suka ke mall," kata Gerhana ikut membaringkan tubuhnya di sebelah Claire dengan tangan kiri yang dijadikan sebagai bantal. "Untungnya kamu gak kayak cewek-cewek begitu, ya."
"Walaupun gitu, mereka tetep perempuan, Kak. Mereka tetep manusia."
"Yang bilang mereka benda mati, siapa?"
"Gak ada." Claire melirik Gerhana dari samping lalu ia tersenyum. "Kalau Kakak dikasih kesempatan main film, maunya dapet peran kayak Nathan atau Dilan?" tanya Claire.
"Ngapain nanya gitu elah," sahutnya. "Iya, ih! Jawab aja."
"Hm ...," Gerhana memejamkan matanya. Berpikir. "kayaknya lebih milih Nathan."
"Kenapa Nathan? Dilan, kan, juga bagus."
Ya, sekarang mereka sedang beragumen, mari kita baca bersama-sama siapakah yang akan memenangkan debat kali ini.
"Tapi, kan, kata kamu, aku gak boleh jadi kayak Dilan," ucap Gerhana. "Kata kamu, aku harus jadi diri aku sendiri aja. Gak usah plagiatin orang lain buat bikin kamu suka aku."
Suara Claire sedikit meninggi dan ia langsung menautkan kedua alisnya tanda tidak terima. "Kapan ada bilang gitu? Enggak ada. Salah denger kali!"
"Inget-inget, deh."
Claire menatap kembali langit yang sejak Gerhana berbicara, ia tidak bisa mengalihkan pandangannya ke objek lain. Lalu menerawang. Ia menerawang apakah ia memang pernah berkata seperti itu sama Gerhana.
Claire memejamkan matanya perlahan.
"Claire, aku pingin jadi orang romantis."
Claire yang sedang minum es buah itu langsung tersedak. Dan dengan cepat ia langsung meneguk segelas air putih. "Muntah atau nggak?"
Gerhana yang sedang makan bakso kuah itu langsung menoleh ke arahnya. "Ngapain muntah? Es nya nggak enak?" Gerhana meletakkan mangkuk baksonya di atas meja. "Sini ... aku yang habisin," lanjutnya dengan tangan meminta.
"Enak ini. Jangan di habisin."
"Terus kenapa mau muntah?" tanya Gerhana.
Claire meletakkan es buahnya di atas meja lalu mengusap mulutnya menggunakan sapu tangan yang dipegang Gerhana. Tenang. Itu sapu tangan Claire. Bukan punya Gerhana. Dan mereka tidak berbagi untuk itu.
"Jangan buat Claire suka Kakak karena Kakak plagiatin orang lain. Cukup jadi diri sendiri aja, Kak."
"Memangnya aku plagiatin siapa?" Gerhana menautkan kedua alisnya. "Perasaan gak pernah, deh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gerhana [Completed]
Novela Juvenil"Karena semesta tahu, gerhana ada karena bantuan cahaya." Gerhana Kavindra. Galak, tegas, suka memerintah, dan tidak suka di lawan. Lelaki yang sangat terobsesi dengan semua project luar angkasanya. Lelaki yang sangat terobsesi dengan semes...