PART 9

123 3 0
                                    

PART 9

Di ruang musik, jam 5 sore, habis hujan

“Okay, enough for today. You guys are rawk!” kata Jeremy sambil memetik bassnya, kemudian tertawa.

Kemudian Reuben, Mada dan Jeremy menyimpuni peralatan mereka. Hanya Mikha yang masih duduk di bangku dan terdiam, memegang gitarnya.

Reuben sudah siap dengan gitarnya. “Mik, ayo pulang.”

Mikha mendongak. “Gi, duluan aja, deh. Aku masih ada urusan bentar.”

Reuben menatap Mikha sejenak, kemudian mengangguk dan pergi ke luar ruangan bersama Jeremy dan Mada.

Mikha meletakkan gitarnya, kemudian berjalan ke piano dan duduk. Aku cuma bisa diam ngeliatin Mikha dari ujung ruangan.

Hmmm, sebenarnya aku udah mau pulang. Tapi Mikha masih disini dan rasanya gak sopan banget kalau aku pulang duluan. Mik, what are you doing, sih?

Aku kemudian asik baca novel yang baru aku beli, sampai akhirnya Mikha manggil, “Mona?” panggilnya lembut… banget.

Aku mendongak.”Iya, Mik?”

“Sini, deh…” kata Mikha sambil menepuk bangku yang kosong di sebelahnya.

Aku menaruh novelku kemudian duduk di sebelah Mikha, menghadap piano.

Daan kebiasanku kalau udah duduk didepan piano: langsung mencet tuts-tutsnya. Well, this is just so good.

Mikha menatapku, “Sejak kapan kamu suka main piano?”

“Hmm… sejak kecil. Umur 5 tahun. Daddy told me about this,” kataku sambil memainkan nada dasar. “Dan dari umur segitu aku belajar terus piano, sampe sekarang. Dan rasanya piano bener-bener gak bisa lepas dari hidup aku.”

Mikha mengangguk dan tersenyum. And now it’s my turn to ask him. “Kalau kamu? Sejak kapan main gitar? Jago banget loh, hahaha…”

Mikha tertawa. Dan ngeliat ketawanya Mikha dari dekat gini tuh rasanya….. Adem. “Aku udah dari kecil juga belajar gitar. Otodidak sih, belajar sendiri…”

“Really? Wow, you’re so great, Mik!” kataku, takjub.

“Thank you… Aku juga sering latihan ke studio bareng Reuben, Jeremy, sama Mada. Kadang kita cover lagu-lagu juga, kok.”

“Well, I should hear it as soon as possible haha…” kataku.

Mikha ketawa. Lagi. “Oh yeah anyway… Aku mau mainin instrument buat kamu,” kata Mikha sambil menatapku lekat-lekat. Okay Mona, keep your heartbeat. “Hope you like it…”

Mikha menarik nafas, kemudian jari-jarinya yang putih itu mulai memencet tuts-tuts piano.

(nowplaying: Yiruma - Kiss The Rain. ada yang tau instrument ini gak? keren banget loh, kesukannya mimin hihi :3)

Aku terkesiap. OHMYGOD. This is my fav instrument EVER! Kok Mikha bisa tau?

Dan rasanya dimainin instrument ini secara langsung sama Mikha, habis hujan, dan cuma berdua. I think I’m about to fly so high. Mikha. Bikin. Melting.

Denting-denting lembut piano memenuhi ruang musik sore ini. Mikha is playing piano now!

' Aku menatap Mikha, dan sebisa mungkin berusaha gak melting. Tapi…

Matanya? Bersinar lembut dan bikin melting.

Senyumnya? I think I need more oxygen. Senyumnya tulus dan manis banget.

Bisa banyangin gak sih? Bisa berduaan bareng sama bintang sekolah yang well ganteng, dan dimainin instrument kesukaan kamu pake piano? Suasananya juga mendukung banget pula: habis hujan dan sunset.

This is just so perfect.

Mikha selesai memainkan nada terakhir dengan manis. Ia kemudian menoleh dan tersenyum. Namun senyumnya lenyap begitu saja begitu melihatku. “Mona, why are you cyring?”

WHAT? Am I crying?

Aku langsung memegang pipiku dan oh no… Pipiku basah. Aku segera menghapus air mataku. “Gak apa, Mik. I’m just touched… Itu instrument favorit aku sepanjang masa, ahahaha…”

Tatapan Mikha berubah jadi cemas. Ia kemudian mengelap air mataku dengan tangannya. OH MY GOD.

“Don’t cry, Mona. I can’t see you like this…” kata Mikha lirih. Nadanya cemas. “I’m sorry.”

Aku menggeleng kuat-kuat. “Gak, Mikha. You don’t have to say sorry. Aku cuma gak percaya, cowok sebaik kamu, mau mainin instrument itu buat aku. Dan keren banget.”

Mikha benar-benar menghapus habis air mataku dari pipi. Kemudian ia tersenyum, “Well, thanks, Mona.”

Aku mengangguk, masih bingung harus bilang apa. Mikha, you took my breathe away.

Hening.

Kemudian aku menatap Mikha, and he looks at me too.

30 detik penuh ditatap Mikha sambil senyum. I think I’m going to fly.

Mikha kemudian memencet tuts-tuts piano lagi, sambil tersenyum tentunya. “Never felt like this before. And this is just so great…”

Yeah, Mik. Me too.

And… Oh My God.

I think I’m in love with you, Mikha Angelo Brahmantyo.

Music Is Our Way (The Overtunes Short Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang