PART 28

98 3 0
                                    

“Morning, Mona!”

“Oh, morning too…”

“Selamat pagi, Mona! Suara kamu keren, loh! Aku dukung The Overtunes!”

“Wow, thank you!”

“Mona, you are rawk!”

“Mona, we love you!”

Sepanjang koridor aku hanya menjawab semua sapaan murid-murid. Dan aku membalasnya dengan senang hati.

Kebanyakan dari mereka yang menyapa adalah cowok, tapi cewek juga ada sih. Sayangnya kebanyakan cewek jadi… haters?

Aku melewati koridor kedua menuju ke kelas Sejarah.

Saat aku melewati segerombolan cewek yang sedang duduk-duduk di bangku, kulihat dari sudut mataku mereka menatapku menghina dan tampak sangat jelas: they hate me.

Aku hanya tersenyum, mengangkat wajahku lebih tinggi dan terus berjalan tanpa memperdulikan mereka. Walaupun rasanya bete banget……………….

Aku masuk ke kelas dan duduk di bangku nomor dua seperti biasanya. Aku menaruh novelku di laci meja, namun novelku tidak bisa masuk.

Aku menunduk dan OHMYGOD.

Aku mengeluarkan barang-barang yang ada di laciku.

Ada 5 batang coklat, 10 bunga mawar, berlembar-lembar surat, bertumpuk-tumpuk kotak yang entah apa isinya.

Aku menatap benda-benda itu bingung. Namun satupun dari benda-benda itu gak ada yang berwarna coklat.

Aku menengok laci lagi, lalu di sudut laci ada sebuah kotak. Coklat!

Aku segera mengambilnya dan membukanya.

Ada sapu tangan coklat, gambarnya gitar dan balok-balok nada. Aku menaruhnya. Lalu membaca surat:

Morning, Mona Louissa.

Semakin dekat, sebentar lagi kamu bakal tau aku :)

Dan feeling aku bilang kamu butuh sapu tangan itu, don’t know why.

Mona, semua clue sudah ada.

Kenapa kamu susah sekali menebaknya?

Is it too hard, Mona?

Sapu tangan harusnya sudah bisa menjelaskan semuanya.

Love,

Your Admirer, Mr. B :)

Aku menahan napas dan mengamati sapu tangan itu.

Warnanya coklat…

Gitar…

Mr. B = Mr. Brahmantyo.

“Gak usah pamer juga, deh, Mon. Kami tau kok kamu punya ‘fans’ sekarang!” kata Camille.

Oh, sejak kapan ada cewek ini?

Clara mengangguk. “Well, biarin aja, Camille. I think she has haters more than fans. Lets go,” kata Clara. Mereka berdua memberikan senyum sinis lalu pergi.

Aku menunduk, memegang sapu tangan coklat itu erat-erat.

Mona bodoh. Pikiran itu tiba-tiba terlintas di benakku.

Harusnya aku udah pikirin dari awal. Mikha, Reuben, Mada, dan Jeremy itu bintang sekolah. Tenar. Famous. Dan semua cewek disini suka sama mereka, tanpa kecuali.

Dan aku, satu band sama mereka. Jelas aja cewek-cewek pada envy.

Dadaku sesak, dan Jane belum datang. Kelas sepi. Mikha, Reuben, Mada, dan Jeremy juga tak nampak batang hidungnya.

Well, secret admirer. Your feeling is right.

Aku butuh sapu tangan ini.

Music Is Our Way (The Overtunes Short Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang