Firts

45 11 0
                                    

"Bencana akan datang ketika mulut berbicara tanpa berpikir lebih dulu"

-Aline

"Tuh kan pa, aku telat." Gerutuku pada papa saat kami tiba didepan gerbang sekolah, aku keluar dari mobil dengan wajah kesal. Papa menurunkan kaca mobil dan mengeluarkan tangan kanannya.

"Heh!" tegur papa padaku saat aku mulai melangkah memasuki gerbang sekola, papa memberi kode agar aku menyalami tangannya. Ah, iya aku lupa.

"Pa balikin SIMku ya." Pintaku setelah mencium tangan papa.

"Aku bakalan telat terus kalau bareng papa." Keluhku.

"Ini hari pertama masuk, kamu gak akan dihukum. Sudah sana masuk, banyak alasan." Papa mengibaskan tangannya mengusirku untuk segera pergi.

Beberapa anggota osis berdiri di pos satpam untuk memeriksa kelengkapan murid baru.

"Kak." Panggil Amel padaku, aku hanya menoleh tanpa menyahut.

"Kakak kan udah ditegur dari kelas 11 kemarin." Aku mengangkat alis mendengar ucapannya.

"Rok kakak harus diganti, itu udah kependekan." Lanjutnya menatap Rokku.

"Oh, ini." Ucapku menunjuk rokku.

"Rok gue gak kependekan kok, cuman gue aja tambah tinggi jadi kelihatannya pendek." Jelasku.

"Kakak udah kelas 12 jadi harus memberikan contoh yang baik untuk adik kelas. Oleh karena itu, tolong rok kakak segera diganti." Aku tau Amel menahan emosinya, karena banyak orang jadi dia berusaha bicara baik-baik padaku.

"Iya nanti, gak tau kapan gak janji juga. Soalnya sayang rok masih kepake harus beli lagi, mumbazir. Dah." Aku melambaikan tangan pada Amel dan tersenyum ketika melihat wajah kesalnya.

***

"Annyeong!" teriakku ketika melihat Nola dan Jammy berjalan berlawan arah denganku di koridor.

"Efek SIM disita jadi telat deh." Sindiri Nola padaku.

"Tau deh yang baru pacaran jadi kemana-mana selalu berdua." Sindirku balik. Ya, mereka berdua akhirnya jadian, tiga minggu yang lalu. Jadiannya pun setelah kusidang, karena hampir seminggu mereka saling diam punya masalah tapi tidak memberi tauku. Ternyata mereka berdua saling suka dan memendam rasa, tidak ada ceritanya laki-laki dan perempuan bersahabat tanpa memendam rasa. Untung bukan cinta segi tiga, atau melibatkan aku.

"Tolong hargai jomblo didepan lo ini." Ucapku lagi.

"Beneran putus lo?" tanya Jammy.

"Kenapa putus bego, Danish udah pacarable gitu." Tanya Nola heran.

"Gak usah kepo lo berdua." Balasku.

"Fyi, kita berdua sekelas lagi loh." Pamer Jammy padaku, aku langsung cemberut mendengarnya. "Masa cuman kelas 10 aja sekelas." Keluhku.

"Lo lagi gak beruntung." Nola menepuk pundakku dengan memasang tampang sok sedih.

"Kurang ajar!" mereka langsung tertawa mendengar umpatanku.

"Lo kelas 12 IPA A, tuh." Beritahu Jammy.

"What!" pekikku.

"Isinya orang-orang pinter semua, haha." Tambah Jammy kemudian tertawa.

Ya, aku tahu itu. Anak kelas IPA A sudah pasti berisi anak-anak cerdas, bagaimana jika aku tersingkirkan? Aku sudah bersusah payah bertahan peringkat 1 kemarin.

"Buruan liat mading!" Nola mendorongku agar aku cepat berjalan menuju mading, sesampai disana badanku langsung lemas. Memang benar sebagian isinya anak-anak pintar, namun aku punya firasat buruk saat membaca nama Robby dan teman-temannya juga berada di kelas yang sama denganku.

Wanna Be YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang