Two step

47 8 0
                                    

"Kepura-puraan seseorang bisa menjadi ketulusan."

-Aline



Ketika aku sedang mengikat rambutku handphoneku berbunyi dan nama Allan tertera dilayar.

"Gue udah di depan rumah lo." Ucapnya ketika aku baru saja mengangkat panggilannya.

"Tunggu, bentar." Jawabku langsung mematikan handphone, dengan cepat aku menyampirkan tas dibahuku kemudian menuruni anak tangga menuju dapur.

"Ada yang nungguin kamu didepan." Beritahu papa ketika aku duduk meminum segelas susu yang sudah dibuatkan mama.

"Siapa?" tanya mama

"Temen." Jawabku sambil memakan roti.

"Temen?" selidik papa memastikan, sebenarnya aku tidak pernah membawa teman laki-laki kerumah kecuali pacar makanya papa merasa aneh.

"Pacar." Ralatku.

"Kok gak disuruh masuk?" tanya mama.

"Lain kali aja, udah telat nih." Jawabku kemudian berdiri mengambil kotak bekal untuk tempat roti. "Aku bawain ini aja buat dia." Tunjukku pada mama.

"Aline berangkat." Ucapku mencium pipi papa dan mama. Ketika aku keluar aku melihat Allan berdiri disamping mobilnya sambil memainkan ponsel.

"Udah?" tanyanya ketika melihatku, aku hanya mengangguk. Dia mengikutiku berjalan membuatku mengeryit bingung namun ternyata dia membukakan pintu untukku.

"Thanks." Ucapku yang hanya dibalas dengan gumamannya.

"Mana motor lo?" tanyaku langsung ketika dia sudah duduk dikemudi.

"Rakyat bakal marah kalo gue membiarkan Ratu mereka kepanasan." Aku diam mendengar jawabannya namun tiga detik kemudian aku sadar apa maksudnya.

"Ewh." Ujarlu seolah-olah ingin muntah, Allan langsung tertawa keras. Aku membuka kotak bekal yang ku bawa tadi dan memberi roti tersebut untuk Allan.

"Pasti lo belum sarapan, kan?" dia melirik roti ditanganku.

"Uh, sweet. Suapin sekalian dong biar tambah romantis. " ucapnya sambil tersenyum tetap fokus pada jalan, ingin rasanya aku menonjok wajahnya namun karena lubang dipipinya yang muncul ketika dia tersenyum aku jadi mengurungkan niatku.

"Besok kalau jemput gue naik motor aja deh Lan." Ujarku sambil menyuapi roti kemulutnya.

"Cewek diluaran sana tuh kalau nyari pacar yang punya mobil Lin."

"Gue kan bukan cewek yang diluaran sana." Balasku sewot.

"Lagian naik motor itu untuk menghindari macet, tuh." Tunjukku pada jalan yang sedang macet, kemaren Allan bilang mulai sekarang dia akan menjemputku memerankan perannya sebagai pacar. Sebenarnya aku ingin menolak karena itu akan merepotinya, namun arah dia menuju sekolah memang melewati rumahku ya sudah sekalian saja.

"Selama melewati macetnya bareng lo, gue gak masalah kok." Aku sontak mencubitnya ketika mendengar ucapannya dia langsung mengaduh kesakitan.

"Perasaan roti tadi gak gue masukin apa-apa selain selai, kenapa lo jadi dangdut gini sih?" tanyaku frustasi.

"Lihat deh, tangan gue merinding. Anjir." Dia menunjukkan tangan kirinya padaku.

"Gue cuman nyoba gombalan ala Baim, ternyata itu gak cocok sama gue dan gak mempan buat lo." Aku hanya berdecih. "Lo emang berbeda." Lanjutnya lagi membuatku menatapnya apa maksudnya.


***

"Hai kak Aline." Sapa beberapa cowok yang sedang duduk ditangga, aku hanya membalas sapaan mereka dengan senyuman.

"Aline doang nih disapa." Tanya Resa menyindir.

"Kita emang gak terlihat, Sa." Tambah Key, dan Ratu hanya tertawa geli, aku hanya diam merasa aku kehilangan sesuatu.

"Ada yang liat handphone gue?" tanyaku sambil memeriksa saku seragamku, aku baru sadar dari tadi tidak melihat handphoneku.

"Pas di kantin lo gak ada ngeluarin handphone." Ucap Ratu.

"Iya, ingat-ingat lagi." Key membenarkan ucapan Ratu dan Resa sepertinya sedang mencoba menghubungi handphoneku.

"Nyambung kok." Ucap Resa, aku menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal. "Apa di kelas ya?" tanyaku bingung.

"Yaudah ayo ke kelas." Ajak Key.

"Tapi kalo gak ada dikelas?" Ucap Ratu malah membuatku bimbang.

"Lo sih gak pernah peduli sama handphone lo." Resa malah sebal sendiri padaku, entah ya aku tidak memprioritaskan handphone jadi sering meletakkan sembarangan.

"Kalau hilang kan gak apa-apa juga elu mah." Tambah Key.

"Iyasih, gak apa-apa. Tapi, duh." Aku menarik tangan Ratu. "Temenin gue balik ke kantin, lo berdua tolong liatin di kelas ya." Kemudian aku dan Ratu langsung berjalan kembali ke kantin.

Ratu mencoba mencari di meja tempat kami makan tadi, dan aku mencoba bertanya pada ibu pemilik kantin apa melihat handphoneku, namun nihil begitu juga Ratu, Key menchat Ratu bahwa handphoneku juga tidak ada dikelas. Aku melihat Allan dan Aldo sedang duduk dipojok kantin dengan handphone masing-masing ditangan. Aku berjalan menuju meja mereka untuk bertanya dan samar-samar aku mendengar percakapan mereka berdua.

"Ferrari California merah di parkiran, punya lo kan?" tanya Aldo pada Allan.

"Yup."

"Are you okay?"

"Apanya? I'm always fine."

"Your trauma?"

Allan hanya diam tidak menjawab pertanyaan Aldo.

"Katanya lo bareng Aline?" Allan langsung menatap Aldo.

"Bukannya lo yang nyuruh gue berdamai, pelan-pelan. Dan gue menggunakan kesempatan ini." Jawab Allan.

"Lan." Panggilku membuat mereka berdua nampak terkejut dengan kehadiranku.

"Lihat handphone gue gak?" aku tiba-tiba kepikiran bahwa handphoneku tertinggal dimobilnya karena Ratu bilang handphoneku tidak ada di kelas.

"Gak tuh, memangnya kapan terakhir lo megang?" aku berpikir sejenak namun tidak ingat juga.

"Lupa, di kelas juga gak ada." Aku langsung duduk pasrah di kursi sebelah Allan.

"Cek pake email, Lan." Beritahu Aldo yang tidak kumengerti.

"Ah ya, bentar. Apa email lo?" Aku menyebutkan emailku kemudian dia memainkan ponselnya.

"Ponsel lo di rumah." Ujarya kemudian menunjukkan handphonenya yang menampilkan lokasi ponselku.

"Aaah.." aku baru sadar, tadi pagi aku tergesa-gesa. "Iya ketinggalan, thank you ya." Ucapku malu, ketika aku hendak berdiri Allan tiba-tiba mengacak-ngacak rambutku.

"Dasar." Ucapnya, aku hanya menatapnya kesal kemudian menghampiri Ratu.

"Nampaknya lo deket banget sama Allan." Aku hanya tersenyum menanggapi ucapan Ratu.

"He's my boyfriend." Beritahuku

"Boyfri- what?" Ratu menatapku tak percaya, aku hanya mengangkat bahu cuek.

"Gue perlu ngomong sama lo." Entah datang dari mana Daren sudah berada didepanku.

"Gue mau masuk kelas." Jawabku

"Bentar aja." Sebenarnya Daren adalah orang yang aku hindari ketika di sekolah, bukan karena aku punya masalah ataupun takut dengannya hanya saja Daren itu sedikit gila.

"Guru udah masuk ke kelas kita, duluan ya." Ratu langsung menarik tanganku dan berjalan cepat. Untungnya Ratu tau bagaimana aku tidak menyukai Daren.

Wanna Be YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang