"Jika kita tak bisa bersama, itu bukan karena takdir atau timing yang tidak tepat.
Tetapi karena aku yang ragu-ragu pada perasaanku"
-Anonim
Sejak sore itu, ada perasaan yang mengganjal didadaku setiap aku melihat wajah Allan. Aku tidak mengerti perasaan apa ini, tapi bukan sesuatu yang menyakitkan.
"Aline!" Teriak Allan dari lapangan, kemudian berjalan kearahku dengan Aldo disampingnya, entah membicarakan apa namun dia beberapa kali tertawa disela pembicaraan mereka.
Aku terpukau sesaat, ini perasaanku yang hilang 5 tahun lalu ya? Aku tidak tau. Samar-samar ingatan itu muncul kembali, mataku terasa panas.
"Kenapa? Kelilipan?" Tanya Allan yang sudah berdiri dihadapanku.
"Huh?" Ucapku tersadar, dia tidak mengherankan ucapanku malah mengambil botol air mineral yang ada ditanganku.
"Minta ya." Ucapnya langsung meminum minumanku, setelah dia minum aku memukul pundaknya dengan keras.
"Kenapa suka banget sih main bola pake seragam?" Tanyaku heran.
"Lo mah gak tau sensasinya main bola pake seragam disaat waktu kosong." Jelasnya.
"Iya deh terserah lo aja." Ucapku malas aku berjalan meninggalkannya.
"Pulang sekolah mau kemana?" Tanyanya sambil berjalan mundur didepanku.
"Gak tau."
"Ke tempat gue aja yuk, kita mau main PS nih." Ajaknya, aku hanya menganggukkan kepala mengiyakan.
"Gue gak bisa main PS." Ucap
"Ya gak papa, ngumpul-ngumpul aja sama anak-anak." Sebenarnya aku ingin menolak, semakin lama bersama Allan dadaku bergejolak. Karena dari kata-katanya ada hal lain yang aku pahami. Dia ingin aku menjadi bagian dikeramaian yang dia rasakan. Kemudian aku hanya menganggukkan kepala mengiyakan.
***
"Wangi banget." Suara Allan dibelakangku.
"Hah?" Aku berbalik menengoknya sebentar.
"Perlu bantuan gak?" Dia berdiri disampingku.
"Gak usah, main aja sana. Gue perlu konsentrasi nih." Jawabku
Karena aku tidak begitu jago bermain main game, sehingga aku memilih untuk meminjam dapur Allan, aku belanja keperluan yang ingin aku masak di minimarket dekat Apartemen.
" Males ah pengen bantuin lo." Ujar Allan lagi, aku hanya bisa menghela napas. Kemudian aku meminta Allan untuk menyiapkan meja makan, dan mengambil piring serta sendok untuk aku menaruh makanan.
"Guys, buruan makan." Teriak Allan ketika semua sudah siap.
"Wangi banget masakan lo, jadi laper." Ucap Baim.
"Jangan lupa bayar setelah makan." Peringat Allan.
"Apaan lo, perhitungan banget sama temen." Balas Baim.
"Perhitungan sama temen kurang ajar kek lo kan wajar." Balasnya lagi.
"Berisik deh lo berdua." Aldo mendorong kepala Allan dan Baim.
"Aline, lo belum ada yang lamar kan. Mau jadi istri gue gak?" Robby tau-tau sudah makan lebih dulu.
"Ih, Robby. Lu udah doa belum?" Aku enggan membalas ucapannya.
"Kurang ajar, bisa-bisanya lo ngelamar pacar orang." Allan melempar makanan ke wajah Robby.
"Pacar doang, bukan istri." Sahut Robby sewot.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanna Be Yours
Teen FictionGadis yang mencoba mencari cinta senjati bertemu dengan pria yang menunggu cinta sejati datang. Tanpa diatur semua berjalan seperti air yang mengalir mereka berdua bertemu dan terlibat dalam suatu hubungan yang tiada akhir.