"Terlalu gengsi untuk menanyakan dan menyatakan rasa yang sama, itu tidak baik"
-Allanzo
"Aline? Kamu lagi mandi?" Teriak mama di depan pintu kamar mandi."Buruan turun makan malam."
"Iya."
"Oh, ya. Ada pacar kamu dibawah."
"Allan?" Tanyaku sambil mematikan shower memastikan bahwa aku tidak salah dengar.
"Iya, Allan." Kemudian terdengar langkah mama keluar.
Aku diam, memikirkan mengapa dia kerumahku? Ah, laptopku. Sialan, karena ciuman tadi aku tidak tau mengapa aku mendadak canggung sendiri, sehingga ketika kami sama-sama menjauhkan diri, aku langsung ingin pulang. Mengingat ciuman tadi malah membuatku pusing seketika.
Setelah mandi aku langsung keluar mengenakan bajuku, dengan rambut yang masih basah dalam balutan handuk. Namun ketika aku menuruni anak tangga, aku tidak melihat adanya Allan diruang tamu.
"Beneran dia anak prof. Dandy?" Itu suara papa, aku tidak tau apakah yang dimaksud 'dia' ini adalah Allan atau bukan.
"Iya, orang prof. Dandy sendiri ngantarin Allan konsul sama mama waktu itu." Jawab mama, oh benar jadi si dia ini adalah Allan. Tunggu sebentar, Allan konsultasi sama mama. Yang benar saja, mama ini psikolog loh, orang yang konsultasi sama mama yang jelas orang yang agak bermasalah sama mentalnya.
Jadi Allan sakit apa?"Laptop kamu mama taroh dimeja tadi." Ucap mama ketika melihatku, aku hanya mengangguk.
"Kalau dipikir-pikir, kamu itu punya pacar. Anaknya kenalan mama sama papa juga." Ucap mama tiba-tiba membuatku mengeryit. Mama tidak tau saja pacarku sebelum Danish, aku tidak pernah mengenalkannya pada mama.
"Orang tua Allan kenalan mama?"
"Papanya Allan dosen pembimbing mama dulu." Aku hanya menggangguk kemudian diam pura-pura menikmati makan. Padahal mulutku sudah gatal ingin menanyakan perihal Allan dengan mama, namun tetap ku tahan.
***
"Lin, udah lo ubah kan jawaban fisika nomor 3." Tanya Milen padaku sembari duduk dikursi sampingku.
"Hah? Duh, lupa." Ucapku mengingat-ingat, tadi malam aku kebingungan menjawab soal fisika dan akhirnya aku bertanya Milen, dia malah langsung memberikan foto lembar jawabannya.
"Ck, dasar tua." Ejek Milen, aku langsung mencari lembar jawabanku yang tadinya ku letakan diatas meja bersama tumpukan jawaban sekelasan.
"Aji! Liat lembar jawaban gue gak?" Aku sudah membolak balik tumpukan lembaran, dan tidak menemukan lembar jawabanku.
"Gak ada." Jawab Aji, aku curiga ketika melihat Andika, Robby, Rega dan Kevin duduk bersama. Aku langsung berjalan mendekatu meja mereka.
"Heh! Kurang ajar, balikin lembar jawaban gue." Ucapku berkacak pinggang. Andika langsung meletakan tangannya diatas lembar jawabanku.
"Bentar, belum selesai." Ucap Andika, aku menulikan telinga dan tetap mencoba menarik lembar jawabku.
"Bodo amat." Balasku, namun tangan Robby juga ikut-ikutan menahan kertasku itu.
"Nanti, gue benerin dulu. Ada yang salah tuh."
"It's okay Lin, motto kita tuh yang penting ada jawaban aja dulu. Benar salah urusan belakangan." Ucap Robby kemudian tertawa sambil fokus menyalin jawabanku.
"Balikin gak!" Teriakku sebal dan tetap mencoba menarik lembar jawabanku.
"Kevin, Rega. Tahanin dulu ini orang, nanti lu berdua liat punya kita aja." Perintah Andika yang langsung dituruti oleh kedua anteknya tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanna Be Yours
Teen FictionGadis yang mencoba mencari cinta senjati bertemu dengan pria yang menunggu cinta sejati datang. Tanpa diatur semua berjalan seperti air yang mengalir mereka berdua bertemu dan terlibat dalam suatu hubungan yang tiada akhir.