Shin Bi mulai memasuki ruang bedah. Yong Hwa merasakan seluruh persendiannya lemas. Separuh jiwanya terbang. Ia hanya bisa berdiri merapatkan punggung pada dinding dan tertunduk dalam. Shin Hye menangis seraya membekap dada. Bahkan duduk saja belum bisa bayinya itu, harus mendapat tindakan medis sehebat itu.
Menurut dokter Shin Bi menderita kerusakan usus halus, padahal dia belum mengkonsumsi makanan padat. Mungkin susu formula yang diberikan padanya konsistensinya kurang baik untuk dicerna oleh usus kecilnya. Mengingat obrolannya dengan dokter, tiba-tiba ia berdiri, melangkah menghampiri Yong Hwa, lalu dengan berani tangannya menyambar krah kemaja suaminya itu.
"Apa sebetulnya yang telah kau berikan pada anakku? Makanan apa yang telah kau berikan padanya hingga membuatnya mengalami ini?" teriaknya marah.Karuan orang-orang kaget melihatnya, ibunya, ibu mertuanya dan Min Ajhumma yang turut menunggu di ruang tunggu kamar bedah.
"Shin Hye-ya, apa yang kau lakukan?" ibunya segera menghampiri dan menarik tubuhnya.
"Pasti karena dia tidak becus mengurusnya, makanya Shin Bi sampai sakit, Eomma." tepis Shin Hye.
"Jingjaryo! Kau mempermalukan dirimu sendiri dengan melakukan ini. Duduk!" ibunya mengembalikan Shin Hye ke tempat duduknya.
Ia kemudian memeluknya, membiarkan Shin Hye menangis di dadanya.Tangis Shin Hye adalah tangis penyesalan, sebab selama ini ia tidak telaten mengurusnya. Bahkan ia menolak menetekinya lagi sejak kembali rajin menjambangi klub. Ia lebih suka membuang ASI-nya ketimbang diberikan kepada buah hatinya yang sangat membutuhkan, menyebabkan Shin Bi mengalami infeksi usus sebab susu formula yang diberikan kepadanya membuat ususnya harus bekerja keras untuk mencernanya.
"Mianhe, Shin Bi-ya! Eomma chalmuteso! Eomma sudah menyebabkanmu mengalami ini. Mianhe, urri aegi!" jerit Shin Hye di dalam hatinya.Setelah sekian lama menangis, Shin Hye menghentikan tangisnya. Ia menghapus air matanya.
"Mianhe, Shin Bi Appa! Aku terlalu sedih dengan keadaan ini." ucapnya kepada Yong Hwa.
Tidak ada sahutan, Yong Hwa hanya menudingnya.Pembedahan itu memakan waktu cukup lama. Sebab membuka perut dan mengeluarkan usus, membuang jaringan usus yang rusak kemudian menyambungkannya kembali.
Yong Hwa sudah tidak bisa diam tenang lagi. Tapi ibunya terus memberinya support. Ketika kemudian pembedahan itu selesai, Shin Bi ditempatkan di ruang NICU.
Shin Hye sempat pingsan melihat buah hatinya di ruangan isolasi itu dengan alat medis di sekujur tubuhnya. Bayi sekecil itu.Suasana mencekam bagi keluarga kecil itu. Mereka hanya diperbolehkan menunggu diluar. Shin Hye roboh. Tapi daya juang Shin Bi luar biasa menurut dokter. Kondisinya mulai stabil.
"Dokter ingin bertemu dengan orang tua babby Jung." pinta suster setelah bersama-sama dokter memeriksa Shin Bi.
"Nde." angguk Yong Hwa. "Kau mau ikut?" tatapnya kepada Shin Hye.
Shin Hye mengangguk. Yong Hwa lalu menuntunnya mengikuti suster.Dokter menunggu mereka di ruangannya.
"Silakan duduk!" dokter menunjuk kursi di depannya.
"Taengitha, bayi Anda tipikal pejuang. Dia telah melewati masa kritisnya. Kita tinggal menunggunya bangun." ucap dokter membuat Yong Hwa mengusap wajahnya.
"Gomasmidha, dokter." bisiknya nyaris tak terdengar.
Sedang Shin Hye membekap dadanya.
"Masih berapa lama lagi harus menunggunya bangun, dokter?" tatap Shin Hye tidak sabar.
"Mudah-mudahan tidak akan lama. Kita berdoa saja."
"Terima kasih, dokter." Shin Hye membungkukan badan.Dan menunggu Shin Bi bangun dari komanya tidak kalah mencekam. Shin Hye tiba-tiba menangis lagi begitu tidak sabar. Yong Hwa kali ini memeluknya, ia memahami gejolak rasa tak menentu yang dirasakan Shin Hye. Menunggu buah hati mereka bangun. Setelah sekitar 20 jam sejak dilakukan pembedahan mereka menunggu dan menunggu dalam ketidak-pastian. Ibunya Shin Hye begitu pula ibunya Yong Hwa sementara pulang. Pagi buta itu hanya mereka berdua saja menunggu di ruang tunggu NICU.
"Mianhe, Yong Hwa-ya! Mungkin semua ini tidak akan terjadi jika aku tidak meninggalkan Shin Bi setiap malam." desis Shin Hye mengusap matanya.
"Aniya, bukan salahmu. Dokter bilang, Shin Bi secara psikologi mengalami depresi karena penolakanku saat dia di dalam kandungan. Aku telah membuatnya sangat menderita selama ini. Dia dan kau. Maafkan aku, Shin Hye-ya!" balas Yong Hwa penuh penyesalan.
"Jika dia membuka mata, aku janji tidak akan meninggalkannya lagi. Aku akan menjaganya seperti seorang ibu, Yong Hwa-ya." Shin Hye mengusap lagi kelopak matanya yang terus saja membasah. Ia teramat menyesal.
Yong Hwa mengelus punggungnya. Keduanya dikepung perasaan sesal yang dalam, karena ego keduanya membuat buah hati mereka begitu menderita.
🌹Pagi datang, cicit burung ramai di dahan pepohonan. Shin Hye yang sejak beberapa hari lalu tidak sanggup memejamkan mata barang sekejap pun, dikejutkan oleh suara tangis Shin Bi dari dalam ruangan. Sontak ia bangkit lalu diburunya ruang isolasi itu. Bayinya terbangun dan menangis. Segera ia memijit tombol di dekat pintu meminta perawat untuk datang.
"Suster, bayiku bangun..." teriaknya.
Beberapa orang segera berdatangan, termasuk Yong Hwa yang tadi menghirup udara segar diluar.Suster dan dokter lalu melakukan sejumlah pemeriksaan fisik. Shin Bi menangis semakin keras membuat Shin Hye lagi-lagi sangat mengkhawatirkannya.
"Mungkin dia lapar, apa Nyonya bisa menetekinya?" tanya dokter.
"Nde." angguk Shin Hye.
"Silakan duduk!" tunjuk suster pada kursi.
Shin Hye duduk di kursi yang tersedia disana, suster lalu meletakan Shin Bi di dalam dekapannya. Shin Hye mengeluarkan payudaranya, anak itu seketika mengisap dengan kuat.
"Aigo... taengitha! Tuan dan Nyonya Jung sudah dapat bernapas lega sekarang. Bayi Anda sudah kembali, tinggal menunggunya pulih. Sekarang Jung Shin Bi akan segera dipindahkan ke kamar perawatan." ujar dokter.
"Terima kasih, dokter. Terima kasih atas bantuan Anda semua." Yong Hwa membungkukan badan.
"Nde." Dokter menepuk bahu Yong Hwa sambil lalu.Shin Hye menatap bayinya yang tengah menghisap puting payudaranya dengan air mata yang kembali menetes.
"Gomasmidha. Noum noum gomasmidha urri tal!" bisiknya haru.
Sementara Yong Hwa melangkah keluar mengabarkan berita bahagia itu kepada orang tuanya, kepada orang tua Shin Hye dan kepada Min Ajhumma.
Itu adalah hari ketiga setelah Shin Bi menjalani pembedahan.Yong Hwa baru merasakan tubuhnya sangat letih setelah Shin Bi dipindahkan ke kamar perawatan. Sedang Shin Hye tidak mau melepaskannya, ia duduk di pinggir box sambil tangan mengelusnya.
"Mulai sekarang Eomma tidak akan tinggalkan Shin Bi. Eomma janji akan selalu temani Shin Bi, eoh?" ocehnya.
Bayi itu hanya terlelap tidur.
"Maka dari itu Shin Bi harus cepat sembuh. Biar kita segera pulang ke rumah." lanjutnya.Entah karena Shin Bi kembali mendapatkan ASI atau karena belaian dan dekapan Shin Hye, bayi itu cepat pulih. Di hari kedua sudah diijinkan pulang. Dia mulai terdengar mengoceh lagi membuat Shin Hye terus meladeninya berbicara.
"Kemarin aku sempat jengkel ASI-ku tidak mau stop, Ajhumma. Sehingga aku harus selalu memompanya membuang. Rupanya ini rahasianya kenapa ASI-ku tidak mau stop. Karena aku sangat membutuhkannya sekarang untuk putriku, Ajhumma." oceh Shin Hye seraya memijit payudaranya yang kembali penuh dan Shin Bi yang akan mengisapnya masih nyenyak.
"Agashi harus lebih banyak konsumsi makanan yang akan membuat produksi ASI lebih banyak lagi, sebab aegi tambah besar sekarang." sahut Ajhumma.
"Nde."Sejak kembali dari RS Shin Hye memindahkan box bayi Shin Bi ke kamarnya. Sebab ia menetekinya. Tapi malam itu Shin Bi menginginkan ayahnya saat sedang menyusu mendengar suara Yong Hwa diluar kamar.
"Apa? Kenapa dilepas, Sayang?" Shin Hye menutup putingnya yang dilepaskan Shin Bi dan ASI-nya muncrat.
Anak itu memalingkan wajahnya ke arah pintu.
"Shin Bi mau sama Appa? Ya sudah. Eomma anterin ke kamar Appa. Tapi nyusu-nya stop." ucap Shin Hye.
Tapi anak itu segera mengisap lagi putingnya, namun sambil konsentrasinya ke pintu. Akhirnya Shin Hye menggendongnya membawa ke kamar Yong Hwa. Terlebih dahulu ia mengetuk pintu kamar suaminya.
"Nde." sahutan dari dalam. Disusul oleh pintu yang dibuka.
"Dia minta kuantar padamu." ucap Shin Hye.
Yong Hwa tersenyum dalam kepadanya dan buah hatinya.Tbc...

KAMU SEDANG MEMBACA
SESAL
RomansaWarning!!! 21+ Ketika penyesalan datang maka semua hal menjadi terlambat kita lakukan. Sakit hati terkadang mampu membuat orang hidup layaknya orang mati. Tidak memiliki asa dan hampa. Dan penyesalan terasa jauh sangat menyakitkan. Meski air mata da...