Part 4

931 125 9
                                    

Shin Bi terpejam sambil mengisap botol susunya, Yong Hwa memegangi botol susu itu. Melihat perkembangannya dari waktu ke waktu, sangat menyenangkan. Dari bayi merah, yang membuatnya takut untuk menggendong, sampai sekarang sudah bisa mengenalinya sebagai ayah. Secara alami Yong Hwa semakin dewasa dan lebih mampu menahan diri. Sejauh ini ia dapat mengatasinya. Hal yang paling menegangkan bila Shin Bi sakit, walau hanya pilek dan batuk. Namun paling membuatnya tidak ingin meninggalkannya bila sudah bermain, berisik berceloteh dengan bahasanya. Dan bila kebetulan memanggilnya 'Ppa'... Yong Hwa seakan mendapat hadiah dari surga.

Segenap peluh, letih dan capek, hilang seketika jika sudah melihatnya. Mengasuhnya seakan membasuh seluruh luka, pedih dan amarah. Yong Hwa menjadi lebih pemaaf setelah menjadi ayah dan mengasuh sendiri buah hatinya. Terbangun di tengah lelap tidur bila bayi itu lapar atau ngompol, membentuk karakternya menjadi lebih mudah mengalah. Tanpa disadarinya Yong Hwa telah menjadi sosok yang berbeda dalam 4 bulan ini. Lihat saja tangannya yang luwes menggendong, atau membuat susu atau juga memakaikan celana dan baju pada bayi itu.. dia juga lebih sensitif bila buah hatinya menginginkan sesuatu. Yong Hwa bahkan sudah bisa membedakan Shin Bi menangis ngantuk, lapar atau hanya sekedar manja. Disadarinya atau tidak dia telah belajar sangat banyak dalam 4 bulan ini.

Botol susu itu kosong. Bibir Shin Bi berhenti mengisap. Yong Hwa meletakannya di atas meja kecil samping tempat tidur. Shin Bi tertidur lelap. Yong Hwa mengusap dagunya yang agak basah. Setiap kali ia gemas melihat pipinya yang membulat. Bibir, mata dan dagu. Ia akhirnya mengecupnya. Lalu memeluk tubuh kecil itu sambil turut memejam. Ibunya entah berada dimana di malam yang dingin itu. Mungkin sedang melantai diiringi dentuman musik keras menulikan telinga bersama pria-pria kesepian lainnya. Melampiaskan kemarahannya yang terpendam.

Atau bisa juga tengah berada dalam pelukan seseorang. Seorang pria tampan teman kuliahnya, Lee Jong Suk. Itu gosip yang dihembuskan Lee Kwang Hee. Sahabatnya. Untuk mendukung kebenaran gosipnya itu Kwang Hee sampai memperlihatkan beberapa foto mereka melalui ponsel pintarnya. Shin Hye dengan Jong Suk tengah duduk mengobrol berdua, tampak begitu akrab. Foto mereka tengah menikmati minuman seraya becanda. Lalu Jong Suk memeluk Shin Hye yang mengenakan gaun pendek dan ketat hingga memperlihatkan lekuk tubuhnya sambil melantai.
Entah kenapa Yong Hwa tidak suka melihatnya. Dadanya sesak melihat Shin Hye dalam pelukan seseorang. Padahal ia tidak mencintai istrinya itu, sedikit pun.

Dan sejak Kwang Hee memperlihatkan foto-foto Shin Hye dengan Jong Suk yang tampak begitu intim, serta tanpa ditutup-tutupi, Yong Hwa kerap memikirkannya. Shin Hye adalah istrinya, tapi sejak awal pernikahan, Yong Hwa tidak merasa memilikinya. Jadi Shin Hye bebas saja mau melakukan apa pun dan dengan siapa pun, seperti itu kesepakatan mereka. Dan selama ini dirinya sama sekali tidak peduli Shin Hye sedang bersama siapa. Ia tidak pernah memikirkannya. Tapi tidak lagi sejak Kwang Hee memperlihatkan foto itu.
Bagaimana pun Shin Hye telah melahirkan putrinya. Shin Hye adalah ibu dari anaknya. Ia merasa terganggu dengan foto itu, tapi apa pedulinya? Sebab pernikahan mereka tanpa cinta. Pernikahan mereka adalah bisnis. Jika Shin Hye sampai melahirkan anaknya, adalah betul-betul sebuah kesalahan. Yong Hwa tidak memiliki hak apa pun terhadap Shin Hye meski diatas kertas dia adalah istrinya.

Yong Hwa mengusap wajahnya. Selama ini ia tidak pernah pusing tentang apa yang Shin Hye lakukan diluar sana pada tengah malam buta ini. Tapi sekarang ia mulai merasa resah. Dan bertanya-tanya kapan Shin Hye akan pulang? Ia menjadi tidak tenang memikirkannya. Apa yang terjadi dengan hatinya? Bukan apa-apa. Ia sangat khawatir karena Shin Hye bagaimana pun ibunya Shin Bi. Itu saja. Yong Hwa melentangkan tubuhnya diatas pembaringan. Matanya menatap langit-langit kamar. Sulit dipejamkan.
🌹

Semakin malam Woo Bin, So Ra dan Yu Ri satu persatu mulai turun melantai. Shin Hye dengan Jong Suk tetap duduk. Pukul 11 malam. Seperti biasa, payudaranya terasa sakit.
"Aku ke toilet sebentar, Jong Suk-ah." pamitnya hendak memerah air susunya.
"Penuh?" senyum Jong Suk sangat tahu.
"Iya, menyebabkan gangguan rasa nyaman." tukasnya balas tersenyum. Kemudian beranjak meninggalkannya.
Pada saat yang sama Shin Bi mengoek minta susu. Yong Hwa yang sudah terpejam membuka mata lagi. Segera membuatkan susu untuk anaknya. Ironis. Yang satu payudaranya kesakitan karena air susunya penuh, yang lain tidurnya terganggu karena harus membuat susu untuk bayinya.

Tak berapa lama Shin Hye kembali menghampiri Jong Suk yang masih di tempatnya.
"Kata dokter harusnya sudah stop ASI-ku, sebulan tidak diisap Shin Bi pun. Entah kenapa ASI-ku belum juga stop. Entah karena sering kupompa jadi terangsang terus dan keluar terus." ocehnya, sepantasnya Shin Hye berbicara masalah itu dengan Yong Hwa, suaminya, bukan Jong Suk, teman kencannya.
"Kalau tidak dibuang memang apa yang terjadi?" tanya Jong Suk.
"Sakit dan bahkan sampai meriang kalau kepenuhan air susunya." tukas Shin Hye agak meringis.
Tuhan itu telah mengaturnya sedemikian rupa, kau justru disiksa dengan produksi air susumu yang melimpah karena menyia-nyiakan titipannya. Jika kau berikan itu pada bayimu, bukan saja bermanfaat tapi pasti tidak akan menyikasmu dengan rasa sakitnya. Batin Jong Suk.

Tapi toh ia pun menikmati kenakalan Shin Hye meninggalkan bayinya yang masih sangat bergantung padanya itu. Dirinya benar-benar memanfaatkan situasi. Apa daya, sebab ketika ingin mengambil jalan normal, yaitu memacari Shin Hye sebelum memiliki suami dan anak, ia tidak punya kesempatan itu. Shin Hye menolaknya saat ia menyatakan perasaannya kala kuliah dulu. Shin Hye ketika itu mendambakan pria lain. Kakak kelas mereka yang kemudian pria itu memilih gadis lain. Dan Jong Suk tetap tidak diinginkannya. Tahu-tahu Shin Hye menikah dengan pria yang tidak dikenalnya melalui sebuah perjodohan. Maka tertutuplah sudah pintu bagi Jong Suk yang sangat mendambakan Shin Hye.

Namun sekarang pintu itu terbuka lagi meski memang terhalang pagar. Jong Suk akan memanfaatkan pintu yang terbuka itu seoptimal mungkin untuk meraih hasratnya. Kalau pun pagar itu tetap menghadang, setidaknya ia memiliki waktu untuk mencicipi kebersamaan dengan Shin Hye. Toh Shin Hye pun abai dengan lapisan pagar itu. Dia bertindak sekehandak hatinya saja. Dan tidak satu pun ada yang mau peduli dengan sepak terjangnya. Yang mereka butuhkan hanya bukti diatas kertas bahwa Shin Hye masih istri sah Yong Hwa. Bukti surat itu yang menjadi pegangan mereka.
"Mau turun?" tawar Jong Suk melihat Shin Hye melempar pandangan ke tengah arena. Shin Hye mengangguk. Jong Suk mengulurkan tangannya. Jenak berikut tubuh Shin Hye sudah dalam rengkuhan Jong Suk. Ia menjatuhkan wajah di dada pria itu sambil tubuh mereka begitu rapat. Tangan Jong Suk memeluk pinggangnya erat. Shin Hye pun balas memeluk melebur segenap rasa di dalam dadanya. Matanya memejam, menikmati aroma maskulin dan sentuhan bibir Jong Suk di keningnya. Dan saat dirasakan hasratnya mulai membara, Shin Hye tengadah membiarkan bibir Jong Suk melumat bibirnya hingga keduanya serasa terbang.

Dalam kondisi seperti itu, di tempat terbuka, mereka tidak akan menyadari ada blits kamera mengabadikan moment hot tersebut bahkan orang yang merekamnya. Ketika Jong Suk melepaskan cumbuannya sejenak guna menghela napas, Shin Hye mengambil inisiatif mengejar bibir Jong Suk, memulai mencumbunya lagi dengan begitu bernapsu. Bagaimana pun Shin Hye haus akan semua itu. Sebagai wanita dewasa yang pula telah melahirkan seorang bayi, ia mendamba sentuhan-sentuhan menggairahkan semacam itu yang seyogyanya didapat dari suaminya. Karena ada tembok tinggi yang terbentang diantara dirinya dengan Yong Hwa, apa boleh buat, untuk memenuhi fitrahnya sebagai istri, Shin Hye mencarinya diluar. Ia membuatnya terbalik, yang halal dibuatnya menjadi haram dan yang haram dibuatnya menjadi halal. Astaga!
🌹

Tbc...

SESALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang