Pulang kerja sore itu Yong Hwa menemukan banyak perabotan bayi di rumah. Dan seperti biasa Shin Hye tidak ada.
"Darimana ini, Ajhumma?" tanyanya.
"Itu tadi Park Samo-nim yang mengantarnya, Tuan."
"Shin Hye tahu?"
"Tahu. Karena Agashi yang membelinya bersama Nyonya. Sekarang Agashi di rumah Nyonya, ayahnya akan berulang tahun."
"Geuraeo-ga? Kenapa Ajhumma tidak memberitahuku?" Yong Hwa bergegas melangkah ke kamarnya.Ayah mertuanya akan berulang tahun, tidak mungkin dirinya hanya diam di rumah. Tidak turut menghadiri. Yong Hwa menukar pakaiannya, kembali mengenakan pakaian resmi. Lalu pergi lagi. Di rumah orang tua Shin Hye tidak terlihat banyak orang. Memang bukan akan menghelat pesta meriah, melainkan mereka hanya berkumpul saja, makan bersama. Yong Hwa datang sambil membawa hand bucket. Kedua orang tua Shin Hye menerima kehadirannya dengan ramah, kecuali Shin Hye. Ia tetap menunjukan wajah kesal.
"Untuk apa dia pake datang kesini?" sungutnya.
"Ayahmu berulang tahun, pasti dia ingin memberinya selamat." tukas Eomma. "Jangan terlalu benci, kau ini sudah berapa lama tinggal dengannya masih saja memusuhinya. Tidak baik seperti itu." omel Eomma.
"Pasti Min Ajhumma yang memberitahunya Appa ulang tahun."
"Biar saja, dari pada dia masa bodoh."
"Lebih baik masa bodoh, dari pada melihatnya aku jadi kesal. Tadi aku baik-baik saja." rengut Shin Hye seraya mengelus perutnya yang terasa janinnya bergerak-gerak kecang.Selesai acara, Shin Hye menolak untuk pulang dengan Yong Hwa.
"Aku akan menginap disini. Kau pulang saja sana!" usir Shin Hye.
"Masa suamimu kau biarkan pulang sendiri, Shin-ah? Sana pulang! Kalian seperti sedang bertengkar kalau pulang masing-masing." Appa malah turut mengusirnya.
"Maksud Appa, aku tidak boleh menginap disini?" Shin Hye kesal.
"Nde, pulang sana dengan suamimu!"
"Kalau pun akan pulang, aku akan minta antar Ajhussi. Jangan harap aku akan mau menumpang dengan mobilnya." putus Shin Hye membuat Yong Hwa hanya bisa menelan ludah.Dan Shin Hye benar-benar meminta sopir ibunya untuk mengantarnya pulang. Yong Hwa akhirnya hanya mengikutinya di belakang. Belum setengah perjalanan, Yong Hwa awalnya akan mendahului mobil yang membawa Shin Hye, kala tiba-tiba mobil itu menepi dengan asap keluar dari kapnya. Segera ia pun turut menepi.
"Ada apa, Ajhussi?" tanyanya menghampiri. Shin Hye tampak pucat di dalam mobil itu.
"Sepertinya ada yang terbakar, Tuan muda." jawab sopir juga tampak kaget.
"Cepat turun!" Yong Hwa segera membuka pintu menyuruh Shin Hye keluar. "Ajhussi juga cepat keluar. Lalu telepon bengkel yang biasa menangani mobil ini." perintah Yong Hwa.
"Nde, Tuan."
Sedang Shin Hye akhirnya tidak menolak kala Yong Hwa membawa ke mobilnya.
"Ajhussi bisa sendiri atau harus kutemani?" tanya Yong Hwa sebelum meninggalkannya.
"Tuan pulang saja sudah malam. Kasihan Agashi."
"Ya sudah, aku pulang duluan."Disamping Yong Hwa yang mengemudi, Shin Hye terduduk seraya memegangi perutnya. Ia benar-benar ketakutan membuat janin di dalam perutnya bergejolak.
"Gwenchana?" lirik Yong Hwa. Shin Hye hanya mengangguk. Tapi perutnya masih ia pegangi. "Perutmu tidak apa-apa?" tanyanya lagi. Shin Hye bisu. Tangannya ia lepaskan dari perutnya.
"Lain kali ajak aku kalau mau periksa kandungan." pinta Yong Hwa.
"Tesseo. Aku sudah biasa diantar orang lain untuk periksa kandungan." ketusnya.
"Berapa bulan usianya sekarang?"
"Untuk apa kau ingin tahu?" Shin Hye menudingnya.
"Supaya aku bisa mempersiapkan diri jika dia lahir."
"Tidak perlu. Kau tidak harus repot."
"Apa kau akan minta antar Jong Suk lagi bila dia lahir?"
"Mungkin. Sebab Jong Suk lebih seperti ayahnya daripada kau." tukas Shin Hye sengak.
"Aku akan bersikap sebagai ayahnya mulai sekarang, Shin Hye-ya. Beri aku kesempatan."
"Atas dasar apa tiba-tiba kau merasa bayi ini anakmu? Karena takut oleh orangtuaku? Jangan khawatir, mereka tidak pernah tahu kelakuanmu sesungguhnya padaku. Aku tidak pernah mengatakannya pada mereka." tukas Shin Hye.
"Aku ingin menjadi ayah bayi itu, Shin Hye-ya. Sebab memang aku ayahnya."
"Lucu. Sekarang kau mengakuinya. Disaat aku butuh pengakuanmu, kau menolak dengan angkuhnya."
"Mianhe, chalmutheso." tukas Yong Hwa pelan.
"Mungkin aku akan menikah dengan Jong Suk setelah bayi ini lahir nanti. Jangan takut, aku yang akan menghadap pada Abeonim. Dan meminta ijinnya untuk menceraikanmu." ucap Shin Hye lebih lanjut.
Yong Hwa seketika menolehnya. "Bagaimana jika Abeoji tidak mengijinkanmu?"
"Tentu saja Abeonim akan mengijinkanku. Aku berhak menolak semua permohonannya. Aku adalah pihak yang kau nistai, kalau pun kalian akan membawa kasus ini ke pengadilan, kalian mempermalukan diri sendiri."
"Aku mencintaimu, Shin Hye-ya."
"Tapi aku tidak, Jung Yong Hwa-ssi."
"Bayi itu darah dagingku."
"Kau melakukannya tidak sengaja karena sedang mabuk berat. Aku sedang apes ketika itu, maka semua ini terjadi. Kita tidak pernah berlaku sebagai suami istri selama ini, sebab memang kau tidak menginginkannya. Jong Suk akan menyayangi bayi ini, kau tidak perlu khawatir." ucap Shin Hye tanpa tekanan seperti bukan masalah sama sekali, namun sesungguhnya hatinya tercabik. Janinnya pun seakan tidak menyetujui ucapannya, karena dia lalu berbalik... membuatnya seketika mengaduh.Tangannya mencengkram jok yang didudukinya keras, menahan sakit campur ngilu di perutnya.
"Ah..." rintihnya meringis.
"Gwenchana?" lirik Yong Hwa khawatir.
Shin Hye tidak menjawab, namun pelan-pelan wajahnya tenang lagi. Tangannya sebelah menahan pada dashboard, sebelah memegangi perut. Tampak menderita.
"Apa sebentar lagi dia akan lahir?" tanya Yong Hwa.
"Sebulan lagi. Sekarang usianya 8 bulan."
Keduanya kemudian saling diam. Yong Hwa konsentrasi ke jalan.Setiap kali Shin Hye katakan menolak Yong Hwa atas bayinya, janin itu bereaksi serupa. Seperti yang tidak menerima keputusan ibunya untuk menolak ayahnya yang ingin peduli. Bahkan setiap kali Jong Suk merabanya atau mengelus, dia seperti tidak suka. Dia melawannya dengan tendangan keras membuat Shin Hye mengaduh kesakitan.
Nyaris selalu seperti itu. Padahal saat itu dia tampaknya sedang tertidur tenang, tapi lalu Jong Suk menyentuhnya merasa gemas, seketika tendangan kuat terasa di dalam. Membuat Shin Hye meringis. Selanjutnya dia pun terus gelisah. Awalnya Shin Hye anggap itu kebetulan saja, tapi kemudian selalu begitu. Apa dia menolak Jong Suk untuk menjadi ayahnya? Apa dia mengerti?Dari rumah orang tuanya menuju rumah Yong Hwa tidak terlalu jauh, tapi melewati beberapa titik kemacetan. Apalagi malam weekend. Shin Hye tidak bisa menahan matanya yang sangat mengantuk saat menunggu macet. Ia akhirnya tertidur, Yong Hwa menatapnya. Menatap lekat wajahnya kala matanya terpejam. Menatap perutnya yang sudah sangat besar. Yong Hwa ingin meraba perut itu, tangannya sudah terulur untuk menyentuh. Namun ia batalkan kala Shin Hye bergerak. Karena posisinya sambil duduk membuat tidurnya tidak nyaman. Ditambah dengan beban perut membuatnya semakin tidak nyaman.
Terus memperhatikannya diam-diam, akhirnya Yong Hwa memiliki keberanian untuk menurunkan sandaran kursi Shin Hye supaya jangan terlalu tegak. Shin Hye terbangun karena terkaget oleh gerakan sandaran kursi yang diturunkan Yong Hwa.
"Mianh, aku mengganggu tidurmu. Tapi sandarannya terlalu tegak, aku rebahkan supaya kau lebih enak." ucap Yong Hwa sangat ketakutan Shin Hye akan meledak. Namun rupanya tidak.
Dia terpejam lagi pada posisi setengah berbaring. Nampaknya dia betul-betul mengantuk, sebab tadi siang habis belanja membeli keperluan bayi. Dia capek.Tiba di rumah mereka, Shin Hye tetap tertidur pulas.
"Shin Hye-ya, kita sudah sampai." Yong Hwa membangunkannya. Tapi Shin Hye tidak bergeming. "Shin!" Yong Hwa mengguncang bahunya pelan. Tidak ada reaksi. Akhirnya Yong Hwa kembali menatapnya. Shin Hye kalau sudah tidur nyenyak tidak ingat apa pun.
"Shin." Sekali lagi ia membangunkannya, memastikan bahwa Shin Hye benar-benar pulas. Sebab ia ingin meraba perutnya. Ia kemudian mengelus perut buncit Shin Hye, dadanya sampai terkesiap. Gerakan terasa di dalam sana kala tangannya mengusap, seperti yang menyapanya. Yong Hwa menyesak rasanya mendapati kenyataan itu. Kenapa dirinya tidak pernah berpikir betapa hamil itu bukan hal yang mudah. Pertaruhannya adalah nyawa, sungguh tidak main-main. Dan Shin Hye harus menghadapinya sendirian, ditambah dengan luka hati yang dibuatnya. Perubahan fisik dan emosi saat hamil saja menyengsarakan, apalagi dengan penolakannya sebagai yang membuat janin itu hadir di rahim Shin Hye. Mau disengaja atau pun tidak, faktanya Shin Hye mengandung karena dirinya pernah menidurinya. Kalau pun ada yang pantas disalahkan untuk kasusnya, minumanlah yang harus ia persalahkan karena membuatnya mabuk. Hal kedua yang pantas ia salahkan adalah obat perangsang itu. Bukan Dae Hee lebih-lebih Shin Hye yang sejujurnya adalah korban. Sebagai penerima akibat.Tbc...

KAMU SEDANG MEMBACA
SESAL
عاطفيةWarning!!! 21+ Ketika penyesalan datang maka semua hal menjadi terlambat kita lakukan. Sakit hati terkadang mampu membuat orang hidup layaknya orang mati. Tidak memiliki asa dan hampa. Dan penyesalan terasa jauh sangat menyakitkan. Meski air mata da...