Tigabelas (H-2 menuju Wedding)

1.6K 197 26
                                    

Kau takkan percaya
Kau selalu di hati
Haruskah ku menangis
Untuk mengatakan yang sesungguhnya...

kaulah segalanya
Ruth Sahanaya

Udara malam semakin dingin, Jenny sudah beberapa kali mengusap-usap lengannya. Benar saja Ardan memang laki-laki aneh, tiba-tiba menarik Jenny dan mengajaknya makan somay di pinggir jalan.

Jenny sendiri duduk di bangku plastik warna hijau, sedangkan Ardan berdiri di samping penjual somay sambil melihat si penjual membuat pesanannya. Mungkin tidak akan ada yang mengira  atau bahkan penjual somay itu tidak akan tahu jika pembelinya adalah seorang direktur sebuah perusahan yang cukup ternama.

Jika dilihat gini dia kelihatan ganteng.

Jenny langsung memalingkan pandangannya ketika Ardan melihat kearahnya. Kalau saja Ardan tahu jika Jenny sedang memujika dirinya, entah bagaimana reaksi Ardan, kemungkinan besar Ardan akan tetap cuek dan tidak peduli.

”Nih,” kata Ardan menyodorkan sepiring somay pada Jenny.

Jenny sempat kaget, "Makasih" ucap Jenny.

Ardan duduk di samping kursi Jenny lalu melahap somaynya. "Ngapain sih, tiba-tiba ngajak aku makan somay?" tanya Jenny yang sudah tidak tahan dengan rasa penasarannya, mungkin saja Ardan ingin membicarakan sesuatu.

"Aku cuma mau menikmati masa lajangku." jawab Ardan.

"Terus apa hubungannya sama aku?"

"Gak ada"

"Kamu emang ngeselin ya," kata Jenny yang kesal dengan jawaban Ardan.  

Ardan tidak menjawab, dia justru asik menikmati somaynya, membuat Jenny yang melihatnya ingin makan juga.
"Serius enak banget." gumam Jenny setelah memakan somay di piring yang sejak tadi ia pegang.

"Aku harap, kamu tidak mengikuti kemauam mamah, untuk membatalkan pernikahanku." kata Ardan tiba-tiba membuat Jenny menghentikan makannya.

”Enggak, sekarang aku udah gak peduli. Masalah aku sendiri saja udah banyak, gak sempet buat mikir cara membatalkan pernikahan kamu, dan memang pekerjaanku memwujudkan impian bukan menghancurkan impian seseorang. Tapi kalau boleh tahu, kenapa kamu memilih menikahi Kania, padahal dia hamil  bukan anak kamu?"

"Kamu bilang gak peduli, tapi kenapa sekarang ingin tahu?" Kata Ardan. Jenny menghembuskam nafas dengan kasar, memang susah bicara dengan Ardan.

"Udahlah gak penting" jawab Jenny, lalu melanjutkan makannya. Memang seharusnya rasa penasarannya pada Ardan dibuang jauh-jauh.

"Sehari sebelum pernikahanku, aku ingin pergi berdua sama kamu." ucap Ardan membuat Jenny tersendak.

"Haduh, minum mana minum?" Ardan memberikan sebotol air putih pada Jenny, "Kamu ngomong apa tadi? Aku gak salah denger, kan?" kata Jenny setelah minum.
"Mau apa enggak"? tanya Ardan.

"Iya, tapi ngapain?" tanya Jenny bingun.

"Itu berarti kamu mau," kata Ardan memutuskan segalanya.

Jenny kembali melahap somaynya, rasa somaynya ikut berubah tak lagi seenak pertama kali dia melahapnya, mungkin karena suasana hati Jenny yang berubah, ada rasa campuran antara kesal dan penasaran. Tapi ya, sudahlah, mereka kan cuma akan pergi berdua apa spesialnya dari dua kata itu, sekarang saja mereka sedang berdua, makan somay di pinggir jalan layaknya sepasang sejoli.

"lho, kamu mau ke mana?" tanya Jenny yang melihat Ardan berdiri dan meletakan piring di atas kursi hijaunya.

"Pulang,"

Oh, My JennyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang