Pengakuan

2.1K 235 24
                                    

In my dreams you're with me
We'll be everything I want us to be
And from there, who knows, maybe this will be the night that we kiss for the first time
Or is that just me and my imagination

Shawn Mendes
Imagination

Malam semakin larut tapi Jenny masih enggan untuk pulang. Sudah seminggu hidupnya membosankan, tidak ada perubahan. Kantornya masih saja sepi, Jenny belum berhasil mendapatkan klien lagi, padahal dia dan Febri sudah berusaha keras, bahkan Jenny juga menawarkan promosi dengan harga yang sangat murah. Mungkin sebentar lagi kantornya akan benar-benar tutup.

Masalah juga semakin rumit dan menyebalkan, ketika orang tuanya meminta Jenny untuk segera menikah dengan Bari

Menikah dengan Bari. Cih, gila.

Satu kali lagi Jenny menghabiskan segelas Bir, setengah isi kepalanya sudah melayang-layang tak karuan. Sudah tiga gelas Bir yang dia habiskan, tapi Jenny belum benar-benar mabuk. Hari ini pikirannya sedang tak karuan. Pagi tadi Clara datang ke kantornya, meminta Jenny untuk mengurus pesta pertunangannya dengan sang kekasih, tentu saja Jenny menolak. Selain dia tidak suka dengan Clara, Jenny juga tidak ingin terkait lagi dengan siapapun yang berhubungan dengan Ardan, meski itu hanya sekretaris Ardan.

Febri tidak setuju dengan penolakan Jenny, menurut Febri ini adalah kesempatan untuk memperbaiki image kantornya, hingga akhirnya Jenny dan Febri bertengkar bahkan Febri mengancam akan mengundurkan diri dari kantor dan menarik setengah sahamnya.

Ardan brengsek

Jenny belum pernah lagi bertemu dengan Ardan, dan berharap Jenny tidak akan bertemu dengan Ardan. Tapi ternyata harapannya tidak terkabul, dari jauh Ardan sedang melihat Jenny yang sedang duduk sendiri di dalam Bar. Jenny kembali menuangkan Bir ke dalam gelasnya, membuat Ardan segera beranjak dari tempatnya dan mendatangi Jenny.

"Jangan minum lagi!" Ardan mengambil paksa gelas dari tangan Jenny, membuat Jenny tersentak kaget.

Pandangannya tak jelas, dia seperti melihat laki-laki yang tidak ingin dia lihat, ternyata mabuk membuat pandangan Jenny bermasalah.

"Balikin!!!" kata Jenny sambil mencoba merebut gelasnya dari Ardan, namun gagal.

"Ayo, pulang sekarang!" Ardan menarik tangan Jenny.

"Aduh, gak mau. Kamu siapa sih, aku panggil polisi nih, polisi-polisi tolong aku." Jenny berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman Ardan, mulutnya terus berteriak-teriak tak jelas seperti orang gila.

"Jangan teriak-teriak. Aku polisi," kata Ardan yang mencoba membodohi Jenny.

Seketika Jenny menghentikan perlawanannya, dia melihat wajah Ardan lebih dekat. "Kamu beneran polisi?" Jenny mengarahkan jari telunjuknya di depan wajah Ardan. "HAHAHA," tiba-tiba Jenny tertawa begitu keras.

"Kenapa ketawa?" tanya Ardan.

"Lucu, muka kamu gak pantes jadi polisi, pantesnya jadi penjahat, jadi maling, emmmm jadi apalagi ya," ucap Jenny sambil berpikir seperti anak kecil, "Ah, jadi pelawak HAHAHA, tapi kamu ganteng, guanteng banget, mau ya jadi pacar aku, ah jangan pacar, jadi ayah dari anak-anak aku aja deh , hahah."

Ardan kembali menarik tangan Jenny, membawanya keluar dari dalam Bar. "Cepet masuk!" perintah Ardan agar jenny masuk ke dalam mobilnya.

"Gak mau, aku maunya di gendong," ucap Jenny. Ardan tidak mengira jika Jenny akan bertingkah seperti ini saat mabuk.

Oh, My JennyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang