"Chan, liat deh. Johnny ngeliatin lo," bisik Ten menyenggol tangan Haechan yang sedang serius mengerjakan tugas.
"Yaudah gapapa biarin aja," jawab Haechan cuek membuat Ten merengut.
"Lo gimana sih? Udah bagus Johnny notice lo," Ten mendengus.
"O aja ya kan," Haechan masih cuek. "Kak Ten diem deh, Chan masih ngerjain tugas. Lagian di perpus jangan rame dong,"
"Heh kurang ajar ya bocah,"
"Kak Doy, tolong dong ini Kak Ten berisik banget. Aku jadi nggak fokus," Haechan meminta bala bantuan ke Doyoung di depannya.
Doyoung mengangkat kepalanya dan menatap Ten tajam. Ten makin kesal saja dengan dua temannya ini. Yang satu kelewat galak (read: Doyoung) dan yang satu lagi karena terlalu pintar sampai bisa sekelas dengan Ten dan Doyoung yang notabene dua tahun di atasnya, tapi cueknya minta ampun.
Padahal sebenarnya Haechan nggak secuek itu kok. Buktinya Haechan masih perhatian sama temen-temennya, terutama Ten dan Doyoung. Masih menjaga anjingnya dengan baik. Anjingnya ga pernah kelaparan dan ga pernah haus kasih sayang. Dan lagi, Haechan juga perhatian sama ehem-Yuta-ehem. Haechan cuma cuek sama hal-hal yang bagi dia ga penting. Contohnya, Johnny.
Kalau mau tau siapa itu Yuta, Yuta itu seorang pria berkacamata yang dandannya rapi pake banget. Rambutnya kalau sekolah klimis. Ga macem-macem di sekolah. Yuta ini nggak pernah ikut ekskul. Tapi dia sering ikut lomba karya ilmiah. Tandanya dia pinter. Saking pinternya, Yuta juga udah mulai belajar menjalankan perusahaan punya papanya. Yuta juga anak orang kaya, pengusaha sukses, tapi ga pernah nunjukkin kekayaan dia. Yuta itu merakyat. Keren kan? Idaman kan buat jadi calon pendamping di masa depan?
Tapi sayangnya untuk ukuran siswa SMA, Yuta itu cupu. Nggak gaul. Kolot. Katanya anak satu sekolah sih begitu. Cuma segelintir orang, termasuk Haechan dan Doyoung, yang nggak berpikir seperti itu.
Grek
Suara kursi dua meja di sebelah mereka menarik perhatian Haechan, Ten dan Doyoung. Itu Yuta. Baru juga diomongin orangnya langsung muncul.
Haechan Berdiri dari duduknya, membawa seluruh alat tulis dan bukunya. Lalu dengan santainya mendudukkan diri di sebelah Yuta.
Yuta menoleh, mengernyit bingung pada Haechan yang tiba-tiba muncul.
"Kak Ten berisik. Aku mau duduk di sini," Haechan mengadu dengan mulut mengerucut.
Yuta tersenyum tipis dan mengusak kepala Haechan.
"Ya udah lanjutin belajarnya," Yuta langsung fokus pada bukunya setelah merusak tatanan rambut dan detak jantung Haechan.
Iya mereka ini tingkat akhir di sekolah. Tiga minggu lagi mereka ujian. Jadilah mereka sering ke perpustakaan demi kenyamanan belajar tanpa diganggu orang lain.
Kecuali kalau belajar bersama Ten, maka pengganggunya Ten itu sendiri.
.
.
Ten yang melihat kejadian itu hanya merotasikan matanya malas.
"Doy, liat deh Haechan. Masak dia dideketin Johnny malah dianya ngedeketin Yuta terus,"
"Yaudah biarin,"
"Kalian sama aja ih," Ten ngambek pemirsa.
Nggak ada yang membela dia soalnya. "Bagus Johnny kemana-mana dong. Udah ganteng, kaya, keren, mantan kapten basket. Kurang apa?"
"Otaknya," Doyoung membalas dengan santai.
Dan Ten sudah memandang horor pada Doyoung.
'Dua orang ini kapan waras,' batin Ten nelangsa.