Arriving in Seoul

685 67 2
                                    

Seoul, 2018

Gadis itu menunggu jemputannya dengan tidak sabar. Pesawatnya sudah mendarat sejak 20 menit yang lalu. Bagaimana bisa orang yang dipercayai orang tuanya sebagai kakaknya selama di Korea melupakan jadwal penerbangan yang sudah pasti sejak satu bulan yang lalu?

Dengan sedikit kesal, gadis itu mendorong troli berisi dua koper besar mendekati salah satu kursi di terminal kedatangan. Ia duduk menunggu sambil membuka ponselnya kembali. Ia belum membeli kartu telepon lokal, jadi kini ia sepenuhnya mengandalkan koneksi wifi gratis di bandara.

Ia menatap layar ponselnya yang sudah redup dengan harap-harap cemas. Baterai telepon genggamnya tinggal tersisa 5%. Perjalanan LA - Seoul yang memakan waktu 16 jam membuat dirinya banyak memainkan game di ponsel. Tentu saja hal itu menguras banyak daya ponselnya. Belum lagi daya di power bank-nya kini juga sudah mencapai titik penghabisan.

Gadis itu mengaktifkan power saving mode pada ponselnya dan memasukkannya kembali ke dalam tas. Ia mengikat rambut panjangnya yang terurai menjadi satu dengan asal-asalan. Ia kembali melayangkan pandangannya menyusuri selasar bandara Incheon. Sudah lebih dari lima tahun ia tidak menginjakkan kaki di Korea, yang notabene merupakan kampung halaman dari sang Ayah.

"Han Hyesung!" Panggil seorang cowok yang berlari-lari kecil menuju ke arah gadis itu.

Gadis yang ternyata bernama Hyesung itu mengarahkan pandangan pada sepupunya yang sudah ia nantikan sejak lama. Ia berdiri untuk menyambut kakak sepupunya itu.

"Jisung Oppa, kau terlambat hampir setengah jam sendiri!" Gerutu Hyesung.

Jisung hanya memamerkan sederet gigi putih bersihnya tanpa merasa bersalah. Ia merentangkan kedua tangannya. "Mana pelukan untukku? Terakhir bertemu kau bahkan tidak ada sepundakku, sekarang kau sudah besar."

Bukan pelukan, malah pukulan lemah di dada yang ia dapatkan. Jisung pura-pura meringis kesakitan.

"Cepat antarkan aku ke rumah, penerbangan jarak jauh itu cukup melelahkan," ucap Hyesung sambil berjalan mendahului sang Kakak.

"Ya, Han Hyesung, tidak sopan untuk mengabaikan orang yang baru kau temui. Paling tidak sapalah temanku ini,"

Hyesung membalikkan badannya kembali ke arah Jisung yang kini sudah mendorong troli berisi koper Hyesung, berjalan menyusulnya. Dibelakangnya tampak seorang lelaki jangkung dengan topi dan masker hitam menutupi sebagian wajahnya. Karena terlalu kesal, Hyesung bahkan tidak menyadari bahwa kakak sepupunya itu datang dengan seorang teman.

Dengan salah tingkah, Hyesung membungkukkan badan sembari meminta maaf. "Maafkan saya karena tidak menyadari kedatangan Anda. Perkenalkan nama saya Han Hyesung," ucap Hyesung dengan bahasa Korea formal.

Jisung menepuk-nepuk bahu adiknya tersebut. "Tidak usah terlalu kaku, lagipula Jisoo juga berasal dari Amerika, sama sepertimu. Kau bisa berbicara dengannya menggunakan bahasa Inggris kalau memang lebih nyaman."

Hyesung menatap Jisung dan teman kakaknya itu secara bergantian. Ia tidak mengerti. Walaupun hanya bisa melihat sebagian wajahnya yang tidak tertutupi masker, sepertinya teman kakak sepupunya itu benar-benar orang Korea.

"Joshua or Jisoo. Hong Jisoo," ucap lelaki itu kemudian sambil mengulurkan tangan kanannya. "Nice to meet you, Han Hyesung."

Masih dengan sedikit terkejut, Hyesung membalas uluran tangan itu dan berjabat tangan dengannya. Ia melihat mata jenaka yang sedang tersenyum ramah kepadanya.

"Nice to meet you!"

---

Hyesung menyandarkan punggung ke kursi mobil. Kini ia berada di dalam van bersama sang Kakak, Joshua, dan salah satu manager.

Hyesung sempat kaget ketika kakaknya itu membimbingnya masuk menuju van yang bisa dinaiki hingga oleh sepuluh orang. Joshua hanya tertawa melihat ekspresi terkejut gadis itu. Hyesung tentu saja bingung, untuk apa kakaknya menjemput dirinya dengan kendaraan besar seperti itu. Seperti mobil yang digunakan untuk menjemput para idol saja.

Setelah di dalam mobil, Jisung akhirnya menjelaskan bahwa Joshua memang seorang idol, lebih tepatnya salah satu member dari grup bernama Seventeen. Grup naungan agensi yang dibangun oleh ayah Jisung. Secara garis besar, berarti Jisung adalah bos bagi Joshua.

Ketika Hyesung menanyakan mengapa Jisung tidak menjemputnya dengan mobil pribadinya dan malah menumpang van milik Seventeen, Jisung hanya bisa terkekeh geli. Ia menceritakan bahwa tiga hari yang lalu dirinya mengalami kecelakaan kecil. Mobilnya kini berada di bengkel. Sebenarnya hari ini ia sedang memeriksakan luka memarnya di rumah sakit, ketika tanpa sengaja bertemu dengan Joshua yang diantar dengan salah satu manajer untuk menjalani perawatan kulit di dermatologist di rumah sakit yang sama. Karena hari ini Seventeen sedang tidak ada jadwal, dan mobilnya tidak buru-buru digunakan, jadilah Jisung ikut menumpang sekaligus meminta untuk menjemput adik sepupunya itu.

Hyesung hanya geleng-geleng kepala mendengarkan penjelasan kakak sepupunya tersebut. Kakaknya yang satu itu memang ajaib. Walaupun sudah berumur 30 tahun tetap saja masih seperti anak kecil. Bagaimana reaksi paman jika tahu anaknya menggunakan fasilitas untuk idol nya hanya untuk urusan sepele begini, pikir Hyesung.

"Kalau begitu, kita pergi ke dorm Seventeen dulu. Hari sudah cukup malam, Joshua-ssi harus beristirahat. Kita berangkat ke rumahku menggunakan taksi dari sana saja," ucap Hyesung.

"Jangan hiraukan aku," tolak Joshua dengan lembut. "Aku tahu sendiri bagaimana lelahnya perjalanan panjang LA - Seoul, lebih baik mengantar kamu pulang dulu."

Hyesung menggeleng kecil. "Artis dibawah tanggung jawab paman, juga berarti dibawah tanggung jawabku. Lagipula besok aku masih punya waktu untuk beristirahat seharian penuh. Aku tidak ingin membuat idol agensi kami kelelahan," ucap Hyesung sambil melirik kakak sepupunya. "Tenang saja Josh, lagipula keputusanku ini untuk menyelamatkan posisi Jisung Oppa."

Joshua berusaha menahan tawanya. Akhirnya Jisung meminta kepada Minho-ssi, manajer Seventeen sekaligus yang menyetir van sekarang, untuk langsung menuju dorm Seventeen. Jisung menuruti kemauan adiknya yang keras kepala itu, walaupun dalam hati ia membenarkan alasan rasional dibalik pikiran Hyesung tersebut.

"Joshua, do you want to eat hamburger?" Tanya Hyesung tiba-tiba.

"Aku bebas makan apa saja." Jawab Joshua setengah bingung.

"Apakah Seventeen juga bisa makan itu?" Tanya Hyesung lagi.

"Tentu saja,"

"Great!" Pekik Hyesung girang. "Because I am craving for hamburger right know." Hyesung memanggil nama Minho-ssi. "Tolong antarkan kami ke tempat hamburger terenak disini. Ini sudah jam makan malam kan?"

Jisung melihat adik nya yang tampak antusias, "Jangan bilang kau mau membelikan hamburger untuk seluruh anggota Seventeen juga?"

"Tentu saja, sebagai tanda salam kenal. Terlebih lagi mereka adalah teman Joshua, kan?" Hyesung menatap ke arah Jisung dengan berbinar-binar. "On my treat, brother." Jisung baru saja menghela napas lega sebelum Hyesung melanjutkan. "But please lend me your card for this time, I dont bring enough cash."

Hyesung menyelesaikan kalimatnya dengan senyuman jahil. Joshua hanya bisa terkekeh geli mendengar perdebatan kedua kakak beradik tersebut dari bangku depan.

[SVT FF Series] Being Loved Is AmazingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang