Han Hyesung
Aku menyusun buku-buku tebal kedokteran di sebuah lemari. Setelah selesai, aku mengelap peluh yang membanjir di kening dengan handuk kecil. Pandanganku menyisir ke sekeliling. Masih ada beberapa dus besar paket dari LA yang belum kubuka.
Sepulang dari asrama Seventeen kemarin malam, aku langsung jatuh tertidur begitu selesai membersihkan diri. Entah sudah berapa lama aku tertidur, yang jelas ketika aku terbangun jam digital di layar ponsel sudah menunjukkan angka 13.45. I am overslept.
Aku mengganjal perut dengan makanan seadanya. Hanya sebungkus ramyun. Tanpa telur. Seharusnya Jisung Oppa hari ini menemaniku berbelanja bahan makanan. Tapi sepertinya ia sadar bahwa hal yang paling kubutuhkan saat ini hanyalah tidur. Jadi ia meninggalkanku, yang masih terlelap, sekantung makanan instan yang sepertinya ia beli di supermarket terdekat di atas meja. Tak lupa Jisung juga memberikan keterangan di post it.
"Belanjanya besok saja. Istirahatlah. Aku sudah menyiapkan sedikit cemilan untukmu, jika kau ingin pesan antar, aku sudah menuliskan nomor teleponnya dan kutempel di pintu kulkas."
Aku tersenyum. Kakak sepupuku itu walaupun terkadang ceroboh, tetap bisa ku andalkan. Aku adalah anak tunggal, rumah terasa sangat sepi karenanya. Namun ketika duduk di sekolah dasar, seorang saudara dari Korea datang ke LA. Ia menumpang tinggal dirumahku saat itu. Jisung oppa mengambil sekolah bisnis managemen di LA sana. Tidak butuh waktu lama, kami sudah dekat. Seperti saudara kandung saja.
Diam-diam aku sangat mengagumi sikapnya yang mudah beradaptasi walaupun berada di lingkungan baru. Aku yang lebih sering menghabiskan waktu dengan membaca buku, perlahan-lahan belajar bagaimana caranya bersosialiasi dari Jisung Oppa. Setiap akhir pekan, Jisung Oppa pasti akan mengajakku jalan-jalan keluar. Entah hanya ke taman hingga menghabiskan siang hari di musim panas dengan berenang di pantai.
Jisung Oppa mengajariku bahasa Korea. Bahkan aku diwajibkan untuk menggunakan bahasa Korea jika sedang berbicara padanya. Pernah suatu kali aku mengajaknya bicara menggunakan bahasa Inggris, benar saja, Jisung Oppa pura-pura tidak mendengar omonganku. Jujur saja, bahasa Korea ku saat itu sangat jelek. Aku tinggal di Seoul hanya sampai umur lima tahun. Setelahnya, keluargaku pindah ke LA. Akhirnya aku tumbuh dengan lebih sering menggunakan bahasa Inggris. Hanya terkadang saja aku menggunakan bahasa Korea kepada kedua orangtuaku atau ketika menelepon kakek nenek di Korea Selatan. Ketika aku sedang lelah dan merasa kesulitan untuk belajar bahasa Korea, maka Jisung Oppa langsung mengejekku habis-habisan. Aku yang sedari kecil memang tidak mau kalah, tentu saja tidak terima akan ejekannya tersebut. Berakhirlah aku menghapalkan 20 kata baru dalam sehari. Jika sudah begitu, maka Jisung Oppa akan diam-diam membelikanku ice cream sebagai hadiahnya. Aku tahu, ia sangat menyayangiku.
Sudah pukul 22.35 KST. Sebagian besar barang-barang sudah tertata rapi di dalam rumah. Aku melipat dus-dus yang sudah kosong dan menumpuknya di gudang bawah tangga. Aku kembali naik ke lantai dua dengan segelas orange juice di tangan. Aku menghempaskan tubuh yang lelah di bean bag empuk setelah sebelumnya meletakkan gelas di sebuah meja kecil. Nyaman sekali. Seketika otot-ototku yang tadinya tegang sehabis kerja, kini menjadi rileks.
Aku memandang kelap kelip lampu di kejauhan. Jisung oppa mencarikanku apartment ini. Seleranya benar-benar bagus. Walaupun harganya tidak terlalu mahal, namun aku cukup menyukai tempat ini. Apartment-nya cukup besar, dengan dua tingkat. Dinding di kedua tingkatnya yang menghadap utara digantikan dengan kaca satu arah, menghamparkan pemandangan indah sungai Han. Lingkungannya tidak terlalu ramai walau berada di pusat kota.
Aku memutar musik dari ponselku. Sesungguhnya, lantai dua yang berupa satu ruang luas tak bersekat ini sengaja aku rancang sebagai ruang baca sekaligus workplace ku. Di salah satu sisinya terdapat alat olahraga treadmill dan sepeda statis, diletakkan menghadap ke kaca. Di dekat railings yang membatasi sisi akhir dari lantai 2, sehingga dapat melihat ke lantai satu, terdapat satu sofa yang bisa disetel sebagai kasur sewaktu-waktu dibutuhkan.
Sesungguhnya, ini semua sudah lebih dari cukup.
Aku menghabiskan gelas berisi orange juice, mematikan music player, dan berjalan kembali ke lantai satu. Kuletakkan gelas kotor di sink cucian piring. Biarkan saja, besok pagi bisa aku bersihkan. Aku sudah terlalu lelah seharian ini. Aku pun berlalu menuju kamar tidur untuk mengakhiri hari.
---
Aku turun dari taksi tepat di depan gedung perusahaan milik paman. Tiga puluh menit sebelumnya, aku sudah menelepon Jisung Oppa mengenai kedatanganku. Lagipula, aku belum menyapa paman, yang notabene ayah Jisung Oppa sejak kedatanganku di Korea Selatan.
Aku merapikan kemeja putih yang kukenakan bersamaan dengan blazer sebelum masuk. Di resepsionis, aku menyebutkan janji bertemu dengan Jisung Oppa. Sambil menunggu kakak sepupuku datang, aku duduk di salah satu sofa yang disediakan untuk tamu di lobby.
"Han Hyesung!" Sapa seseorang memanggil namaku.
Aku mengangkat wajah ke arah sumber suara. Kudapati Soonyoung berjalan mendekat, diikuti oleh Seungkwan dan Wonwoo. Aku melambaikan tangan sembari menunjukkan senyuman lebar.
"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Wonwoo setelah mendekat.
"Mengunjungi paman," jawabku. Aku melongokkan kepalaku mencari anggota Seventeen lainnya. "Kalian habis darimana? Hanya bertiga?"
"Syuting promosi suatu produk. Yang lain sekarang ada di ruang latihan di atas," jawab Soonyoung.
"Noona, mau mampir ke ruang latihan kami?" Tawar Seungkwan.
Belum sempat kujawab tawarannya, Jisung Oppa sudah muncul dari balik punggungku. "Hyesung-ah!"
Aku berbalik menghadap Jisung Oppa dan melambaikan sebelah tangan membalas panggilannya. Ku tatap ketiga pria di hadapanku dengan raut wajah sedikit sedih. "Sayang sekali. Mungkin lain kali. Aku kesini ada urusan lain dengan keluargaku dulu."
Wonwoo mengangguk paham. "Kalau begitu sampai bertemu nanti, Hyesung-ah!"
Soonyoung, Wonwoo, dan Seungkwan berjalan melewatiku menuju lift. Saat berpapasan dengan Jisung Oppa mereka mengangguk sopan menyapanya.
Aku berjalan menghampiri Jisung Oppa. Dengan patuh, aku mengikutinya berjalan menuju ruang kerjanya di lantai atas.
KAMU SEDANG MEMBACA
[SVT FF Series] Being Loved Is Amazing
Romance[COMPLETE] [SVT FF Series] --- Sebuah kisah asmara antara dua insan yang tidak mengerti arti cinta. Lee Jihoon melalui 22 tahun kehidupannya tanpa mengenal kata pacaran. Penulis lirik lagu sekaligus komposer andalan sebuah boygroup ternama di Seven...