Spent the Night with Lee Jihoon

403 50 0
                                    

Hyesung memarkirkan mobilnya di basement gedung agensi. Ia melihat jam di dashboard mobil. Pukul 22.30. Ia turun dari mobil dan mengambil jaketnya dari kursi belakang. Gadis itu tak lupa menekan tombol lock di kunci mobil sebelum pergi menuju gedung.

Hyesung menyapa seorang sekuriti yang menjaga lantai satu. Ia menempelkan kartu aksesnya di pintu putar. "Masih ada yang belum pulang, pak?"

"Tinggal tersisa beberapa artis dan trainee yang masih berlatih sampai larut malam," jawabnya dengan sopan.

Hyesung mengangguk kecil. Ia kemudian melanjutkan langkah menuju ke arah lift.

Menurut jadwal, seharusnya member Seventeen setelah selesai shooting MV kembali ke dorm mereka. Itu berarti ruang latihan mereka saat ini kosong. Hyesung sendiri datang kemari karena ingin mengambil satu dus berisi jurnal-jurnal yang telah siap untuk dibaca. Kemarin ia membawanya dari rumah sakit. Jurnal itu berisi materi yang harus ia pelajari dari seniornya. Ia menitipkannya di sini saat mengunjungi Seventeen kemarin karena ia tidak membawa mobil. Cukup susah untuk membawa dus itu jika ia pulang dengan menggunakan bus.

Hari ini gadis itu mendapat jadwal jaga on call. Karena ada operasi transplantasi hati yang cukup memakan banyak waktu, ia baru bisa pulang pukul 21.00. Awalnya ia memilih untuk tidur di ruangannya saja ketimbang menyetir menuju rumah. Apalagi jika tiba-tiba ada telepon emergency surgery yang mengharuskannya berada kembali di rumah sakit dalam waktu satu jam. Kemudian ia teringat harus membaca jurnal-jurnal yang telah dicetaknya kemarin. Hyesung segera memacu mobilnya menuju gedung perusahaan milik pamannya yang hanya berjarak sekitar 20 menit.

Ia membuka ruang latihan Seventeen. Aneh, tidak ada seorang pun disana namun lampunya masih menyala terang. Mungkin mereka lupa mematikannya karena terlalu terburu-buru, pikir gadis itu. Ia melangkahkan kakinya masuk. Ia berjalan menuju deretan meja panjang tempat ia kemarin meletakkan dus. Hyesung tidak menemukan apa yang dicarinya. Ia bahkan menggeser-geser kursi dan mencarinya di bawah meja. Nihil. Saat itu ia baru menyadari adanya semburat cahaya yang masuk melewati celah bawah pintu ruang studio mini milik Jihoon.

Hyesung mengetuk pintu itu. Karena tidak ada jawaban dari dalam, ia membukanya secara perlahan. Didapatinya laki-laki itu duduk menghadap komputer. Ditelinganya terpasang headphone. Ia tampak sangat serius mengerjakan lagunya.

"Oppa," panggil Hyesung pelan. Tidak ada jawaban. Hyesung melangkahkan kaki memasuki ruangan.

"Oppa," kali ini ia memanggil dengan lebih keras. Ia bahkan melongokkan wajahnya dari samping belakang kursi yang diduduki Jihoon.

"Waaa!" teriak Jihoon kaget. Refleks ia mendorong mundur kursinya, alhasil kaki Hyesung terlindas roda kursi Jihoon.

Hyesung jatuh terduduk sambil memegangi kakinya yang sakit. Jihoon segera berjongkok dihadapannya. Karena panik, ia tidak tahu harus melakukan apa.

"Kenapa kau mengagetkanku, Hyesung-ah!?"

"Aku sudah memanggil Oppa dari tadi, tapi Oppa tidak mendengarku."

"Tentu saja aku tidak dengar. Aku memakai headphone," jawab Lee Jihoon. "Rambut panjangmu yang terurai itu mengejutkanku. Kau tiba-tiba sudah ada di sebelah kanan wajahku tanpa suara. Sendirian disini saat malam hari cukup menakutkan."

Hyesung meringis. Rasa sakit di kakinya perlahan-lahan menghilang. Ia tersenyum kecil melihat raut kesal di wajah Lee Jihoon.

"Mianhae," Hyesung berdiri. Jihoon ikut berdiri dan menarik kursinya mendekat. "Oppa masih disini sendirian? Tidak pulang ke asrama dengan yang lainnya?"

"Aku masih harus membuat lagu untuk album Jepang," ucap Jihoon. Pandangan matanya kini kembali tertuju pada layar monitor di hadapannya.

Hyesung menarik salah satu kursi mendekat. Ia duduk di samping Jihoon. "Aku tidak sabar menantikan rilis lagu comeback Seventeen besok."

"Kau kan sudah mendengarnya berulang kali ketika kami latihan."

"Tetap saja euforianya berbeda, Lee Jihoon-ssi," balas  Hyesung gemas mendengar nada cuek dari pria di sebelahnya itu. "Jadi begini ya perasaan Carat yang menantikan kalian comeback," lanjut Hyesung sambil memegangi dadanya.

Jihoon melirik sedikit ke arah gadis di sebelahnya. "Berlebihan."

"Huft," balas singkat Hyesung. Ia memajukan bibirnya dengan kesal. Hyesung mengedarkan pandangannya ke meja kerja Jihoon. "Jihoon oppa, aku boleh membaca kertas-kertas ini?"

"Lihat saja, asal jangan kau sentuh dan pindahkan kemana pun," Hyesung mengangguk menyanggupi. Ia membaca beberapa lirik lagu dalam bahasa Jepang. Beberapa kertas juga berisi coretan nada-nada dan kunci piano. Hyesung menyelipkan rambutnya ke belakang telinga dan mulai fokus membaca satu per satu lirik di kertas.

Keheningan menyelimuti mereka selama beberapa lama. Jihoon kembali sibuk berkutat dengan komputernya sedangkan Hyesung kini mulai mencermati beberapa tangga nada yang tidak ia mengerti. Walau sama-sama diam, mereka berdua tidak merasa canggung.

"Ah, Hyesung-ah, sebenarnya ada urusan apa kau kemari?" tanya Jihoon sambil melepaskan headset. Ia baru sadar belum menanyakannya.

"Sebenarnya aku kemari untuk mengambil dus berisi jurnal ilmiah yang kutitipkan kemarin. Tapi sepertinya Jisung Oppa sudah membawakannya untukku," jawab Hyesung, pandangannya masih asyik menelusuri tulisan tangan Jihoon.

"Dus itu ada disana," ucap Jihoon sambil menunjuk ke sudut ruangan. Ia berdiri untuk mengambilkan box kertas itu dari atas lemari. Ia kemudian meletakkannya di satu-satunya sofa disana. "Aku yang menyimpannya disini karena takut jika ada cleaning service yang mengiranya sampah dan membuangnya."

Hyesung mengangkat wajahnya. "Wahhh, terima kasih Oppa!"

"Apa kau akan pulang setelah menemukan ini?" tanya Jihoon. Tak ada nada yang bermaksud mengusir dalam ucapannya. Mutlak hanya bertanya.

Hyesung meringis. "Sebenarnya aku berniat untuk kembali ke rumah sakit setelah mengambilnya. Malam ini aku kebagian jaga on call, akan memakan banyak waktu untuk kembali dari rumah jika tiba-tiba ada telepon emergency yang mengharuskanku untuk segera pergi ke rumah sakit."

"Jadi kau tidak ada pekerjaan saat ini?" tanya Jihoon lagi.

Hyesung menggeleng. "Tidak. Semoga saja tidak ada hal apapun yang mengharuskanku untuk segera kembali kesana." Gadis itu mengarahkan dagunya menuju dus yang tadi dibawa Jihoon. "Mungkin aku akan menghabiskan malam ini dengan membaca semua jurnal itu sampai tertidur."

"Kalau begitu kau bisa melakukannya disini," ucap Jihoon lirih, nyaris tidak terdengar.

Suasana disana sangat sepi, bahkan suara sekecil apapun pasti terdengar. Pendengaran Hyesung juga masih baik. Ia sempat termenung saat mendengar ucapan Jihoon. Jujur saja, diantara member Seventeen yang lain, hanya Jihoon saja yang paling susah didekatinya sejauh ini.

Karena tak kunjung mendapat jawaban, Jihoon berdeham kecil. Ia menggaruk belakang kepalanya dengan grogi, tak mampu menatap kedua mata gadis itu. "Ah, itu terserah kau saja. Kau juga bisa kembali ke tempat kerjamu jika mau."

Hyesung melambaikan kedua tangannya dengan panik. "Bukan begitu. Kalau tidak mengganggu, aku akan tetap disini."

"Tentu saja tidak mengganggu," ucap Jihoon cepat. Ia kembali merutuki dirinya sendiri dalam hati. "Maksudku selama kau tidak berisik, tentu saja aku tetap bisa bekerja."

Hyesung melengkungkan senyum kecil di wajahnya. "I'll do my best." Ia berdiri dan mengambil dompet dari dalam tasnya. "Aku mau beli kopi instan di bawah, apakah Oppa mau? Biar kubelikan sekalian."

"Boleh, aku titip satu ya. Terima kasih."

Hyesung segera berlalu. Begitu ia menutup pintu ruang latihan Seventeen di belakang punggungnya, gadis itu langsung menghela napas dalam-dalam. Canggung parah! Andaikan percakapan tadi dilontarkan oleh Soonyoung, Wonwoo, atau member yang lain, pasti tidak akan menjadi sekaku itu. Hyesung memegangi kedua pipinya.

"Semangat Hyesung, kau pasti bisa mengatasinya!" ucap gadis itu menyemangati dirinya sendiri.

[SVT FF Series] Being Loved Is AmazingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang