Lee Jihoon
Aku memandangi sungai Han yang tampak menawan di malam hari. Jam di atas lemari sudah berbunyi dua belas kali, menandakan kini waktu telah menunjukkan pukul 12 malam. Aku duduk sendiri di lantai dekat sepeda statis dalam kegelapan. Member Seventeen yang lain sudah terlelap sedari tadi. Aku meneguk isi kaleng bir ke-enam malam ini. Banyak pikiran yang berseliweran di otakku sehingga mencegah diriku untuk mabuk.
Sudah empat jam berlalu dari perginya Hyesung dan Mingyu. Jujur saja saat tadi melihat mereka berdua pergi bersama ada perasaan aneh di hati. Soonyoung, satu-satunya orang yang menyadari perubahanku, diam-diam memberikan tepukan ringan di bahu. Sebenarnya ia berusaha menyemangatiku namun tepukan itu terasa seperti sebuah ejekan. Cemoohan bahwa aku sudah tertinggal jauh dari usaha yang telah dilakukan Mingyu.
Aku sangat menanti-nantikan datangnya hari ini. Hari dimana akhirnya aku bisa bertemu lagi dengan Hyesung. Dua minggu tidak bertemu, membuatku sangat merindukan tawa gadis itu. Sayangnya, hari ini Han Hyesung lebih banyak tertawa jika bersama member lain. Bahkan aku tidak memiliki kesempatan walaupun hanya sebentar saja untuk bercakap-cakap dengannya. Di sampingnya selalu ada pria bernama Kim Mingyu.
Aku mengacak-acak rambut dengan kesal. Sudah lebih dari lima tahun aku mengenal bahkan tinggal bersama dengan orang itu. Seharusnya sebagai seorang kakak aku bisa mengalah padanya. Tidak mungkin kan sebuah persahabatan rusak hanya karena seorang gadis. Apalagi Han Hyesung sangat cocok bersanding dengan dongsaeng ku itu. Lebih menyakitkannya lagi, sepertinya banyak member Seventeen yang mendukung hubungan keduanya.
Aku ingin menyerah, tapi tidak bisa. Ada bisikan yang menyuruhku untuk terus maju tanpa memikirkan seorang bernama Kim Mingyu itu. Lagipula tidak ada yang tahu bagaimana perasaan Han Hyesung sesungguhnya. Hanya dirinya dan Tuhan yang tahu. Itu berarti aku masih memiliki kesempatan.
Tiba-tiba kudengar ada suara seseorang mengetik password di pintu. Hyesung dan Mingyu sudah kembali, pikirku. Pukul setengah satu, benar-benar sesuai janji gadis itu. Terdengar suara dua orang yang berbisik pelan sambil berjalan masuk ke dalam. Telingaku yang tajam yakin bahwa kedua orang itu adalah Hyesung dan Mingyu. Aku tetap diam duduk di tempatku tanpa keinginan untuk menunjukkan diri di hadapan mereka berdua.
"Terima kasih telah mengantarku Mingyu-ya," ucap suara seorang perempuan pelan. "Masih ada tempat untukmu tidur kan?"
Terdengar suara pintu membuka perlahan. "Sepertinya aku bisa berbaring di samping Seungkwan."
Hening. Sepertinya ada suara dentingan gelas kaca diletakkan di atas meja.
"Kalau begitu sampai ketemu besok pagi, Hyesung-ah. Selamat tidur," bisik Mingyu.
"Selamat tidur, Mingyu-ya."
Setelahnya terdengar bunyi pintu kamar ditutup. Diukur dari jarak dengarku, sepertinya yang menutup barusan adalah pintu kamar Hyesung yang tepat berada di bawah lantai dua ini. Tiga puluh menit berlalu tanpa suara. Sepertinya mereka berdua sudah benar-benar terlelap. Aku kembali meminum birku dan bergelut dengan berbagai pikiran.
Saat kesadaranku mulai menghilang, samar-samar aku mendengar suara langkah kaki menaiki tangga. Aku melihat ke belakang dan mendapati Hyesung yang sudah memakai pakaian tidur terkejut melihatku di dalam gelap. Gadis itu menghampiriku dan duduk di sampingku.
"Apa yang oppa lakukan di tempat gelap seperti ini?" tanya Hyesung setengah berbisik.
Aku mencium harum bunga lavender dari tubuhnya. Sepertinya gadis itu baru selesai mandi.
"Merenung sambil memandangi sungai Han," jawabku ikut merendahkan suara.
Hyesung mengarahkan pandangannya ke luar jendela. "Aku juga suka duduk disini kalau sedang penat. Melihat bangunan, mobil, dan orang-orang lewat yang tampak sangat kecil dari atas sini," katanya. Ia kemudian melemparkan senyuman khasnya ke arahku. "Semuanya tampak seperti mainan."
Aku memalingkan wajah ke arah depan. Debaran di dadaku menjadi semakin aneh, perpaduan antara alkohol dan pesona gadis di sampingku ini. "Bagaimana keadaan pasienmu tadi?"
"Syukurlah ia baik-baik saja. Untung saja penanganannya tepat waktu. Aku juga sudah berhasil menghubungi profesorku," jawabnya tenang.
"Apa yang dilakukan Kim Mingyu saat menunggumu di ruang operasi?" tanyaku lagi. Aku tidak mampu melepaskan tatapan dari bayangan gadis di sebelahku. Walaupun hanya terkena sinar-sinar lampu dari luar, siluet wajahnya benar-benar sangat indah dilihat dari samping.
"Aku membiarkannya tidur di bed di ruang kerjaku," jawab Hyesung. "Kasihan ia tampak lelah sekali, terlebih karena jadwal kalian yang akhir-akhir ini sangat padat."
"Jangan pernah membiarkan seorang cowok pun masuk ke dalam kamarmu, Hyesung-ah," ucapku pelan, terdengar frustasi. Bagaimana bisa ia membiarkan Mingyu tidur di ruangannya? Ya, walaupun saat itu Hyesung tidak berada dalam satu ruangan dengan orang itu, siapa yang tahu apa yang akan terjadi? Kepolosan gadis ini benar-benar mampu membuatku gila!
"Tapi kan...," katanya. "Okay, lain kali aku akan lebih berhati-hati," lanjutnya lagi.
Suasana kembali hening untuk beberapa menit. Kudengar suara dengkuran Lee Chan yang tidur di atas karpet bersama dengan Soonyoung, di ruangan lantai dua ini. Hyesung mengalihkan pandangannya kebelakang.
"Aku akan mencarikan selimut untuk Lee Chan dan Soonyoung oppa," ucapnya sambil bersiap-siap berdiri.
"Hyesung-ah," panggilku sambil menahan tangannya agar tidak pergi. "Tetap disini sebentar lagi."
"Tapi mereka...,"
"Mereka berdua sudah memakai jaket, lagipula pemanas ruangan ini berfungsi dengan baik," kataku memotong ucapannya. "Temani aku sebentar lagi, ya."
Hyesung mengangguk kecil, ia kembali duduk dengan tenang di sisiku. Dalam gemerlapan lampu-lampu di bawah sana, diam-diam aku menikmati wangi lavender Hyesung. Entah sejak kapan lavender bisa membuat orang mabuk, setahuku aroma itu bekerja untuk mengusir para nyamuk agar tidak mendekat.
"Hyesung-ah," panggilku pelan. "Bagaimana kalau aku jatuh cinta padamu?"
"Ap.. apa maksud oppa?" tanyanya gugup.
"Bagaimana kalau aku jatuh cinta padamu?" ulangku lagi. Kini aku menatap kedua bola matanya dalam-dalam. Berusaha menyelami pikirannya.
"Aku... tidak tahu," jawabnya sambil menundukkan wajah.
Secara refleks tangan kiriku membelai lembut pipinya. Membuat gadis itu mengangkat wajahnya dan melihat ke arahku. Bola matanya yang besar makin terlihat indah malam ini. Bagaimana aku bisa lepas dari jeratan pesona gadis ini? erang batinku frustasi.
"Aku... tidak pernah.... merasakan... jatuh cinta," ucapnya tergagap.
Aku tersenyum melihatnya. "Kalau begitu, belajarlah untuk mencintaiku, Han Hyesung."
Gadis itu mematung. Aku mendekatkan wajahku ke wajahnya. Gadis itu tidak menjauh. Ia justru menutup kedua matanya rapat-rapat. Lucu sekali. Membuatku semakin gemas. Kukecup singkat bibirnya. Ia tidak menolak.
"Oppa mabuk ya?" tanyanya sambil membuka mata. Walaupun gelap, aku dapat melihat wajahnya yang merona.
"Tidak. Saat ini aku sangat serius, Han Hyesung-ssi," ucapku tanpa menghilangkan senyum manis di wajah.
Aku kembali mencium bibir gadis itu. Kali ini lebih dalam. Tanganku beralih ke belakang lehernya mencegah gadis itu menjauh. Awalnya Hyesung hanya diam. Namun perlahan-lahan ia membalas ciumanku dengan canggung.
Lima menit lamanya kami berciuman. Aku melepaskan pagutanku pada bibirnya, menyadari bahwa gadis itu kehabisan napas. Aku memandangi wajahnya dengan pandangan penuh kasih sayang. Hyesung membuka kedua matanya, langsung menatap ke arahku. Hening. Aku meraihnya masuk ke dalam pelukanku. Kukecup puncak kepalanya pelan.
"Aku mencintaimu, Hyesung-ah."
KAMU SEDANG MEMBACA
[SVT FF Series] Being Loved Is Amazing
عاطفية[COMPLETE] [SVT FF Series] --- Sebuah kisah asmara antara dua insan yang tidak mengerti arti cinta. Lee Jihoon melalui 22 tahun kehidupannya tanpa mengenal kata pacaran. Penulis lirik lagu sekaligus komposer andalan sebuah boygroup ternama di Seven...