Prolog

68 5 15
                                    

"Mon-cha, mereka sama sekali tak ada di rumah, hanya anak-anaknya saja disini."

"Ini hari libur, seharusnya mereka di rumah," ujarnya memegang dagu seraya menyeringai. "Lomisa, kunci mereka. Akan kubakar rumah ini."

"Ha? Membakarnya? Tapi mereka masih kecil!"

Moncha melirik tajam.

"Oke, oke, jangan melirikku seperti itu, menakutkan." Lomisa berjalan ke kamar dimana dua anak perempuan meringkuk di pojok kasur ketakutan. "Halo gadis-gadis manis, ooo ... jangan takut begitu, kami bukan orang jahat kok, tidur yang nyenyak ya, good night," lambainya sok ramah sebelum ia menutup pintu.

"Kak ... mereka mengunci pintunya," isak gadis berusia lima tahunan itu ketakutan memeluk sang kakak.

"Iya, kita juga tak bisa memanggil ayah dan ibu, teleponnya di bawah."

"Kak Vansel ...." Ia menangis memeluknya erat.

Dua orang yang masuk rumah tanpa izin itu berjalan keluar sambil melempar api ke perabotan yang mereka lewati. Angin malam begitu dingin berhembus mengepakkan kain panjang yang lebar di lehernya. Moncha bersiap membakar rumah di hadapannya. Api biru berkobar dari kedua telapak tangan. Dengan senyum menyeringai api itu dilemparkannya, meluncur membentuk burung phonix yang besar. Seluruh badan rumah itu ditelannya.

"Royseeeennn, kemari dan lihat! Hahahaha," teriaknya dengan tawa di udara.

Api biru berkobar menyelubungi rumah. Percikan api melayang di udara. Dua gadis kecil itu menangis ketakutan di dalam. Rasa panas langsung terasa di kulit mereka.

~~

Roysen yang berkumpul dengan para sesepuh desa tiba-tiba merasakan hal aneh, ia mendengar seperti ada seseorang mengucap namanya.

"Ada apa Roy?" tanya seseorang laki-laki paruh baya di depannya.

"Ada yang mengusik."

Istrinya menyentuh pundaknya memasang wajah khawatir, perasaannya tidak enak sembari tadi. Ia merasakan hal janggal.

Roysen mengelus rambut istrinya. "Kau juga merasakannya?"

Suara gebrakan pintu terdengar keras. Seseorang dengan nafas tersenggal-senggal berdiri disana. "Roysen ... huh, huh, rumahmu ... aku melihat api dari arah rumahmu!"

Kedua mata mereka terbelalak mendengar kata-kata pemuda di pintu itu. Ia langsung keluar menggandeng istrinya begitu saja dari rumah itu, berlari sekuat tenaga. Angin berhembus kencang mengiringi langkah mereka. Orang-orang yang dilewatinya sampai menahan diri mereka agar tidak terpelanting. Istrinya hampir melayang di udara. Ia menarik lembut lengannya dan mengaitkan tangan ke pinggangnya, memeluk erat.

"Anora, kita akan terbang, jangan lepaskan tanganmu."

Melihat matanya yang serius tangannya bergerak mengitari pundak dan lehernya, berpegangan erat. Roysen menatap lurus jalan sembari mempercepat langkah. Seketika ia melompat terbang.

BEARER OF DEATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang