Lama berdiam diri di tempat, Ayako mendekatinya. "Kau tak ingin menemaninya? Kudengar masih banyak binatang buas di dalam hutan itu, makanya kita dilarang masuk ke sana sendirian."
"Kurasa tak ada yang berani bersentuhan dengan Pembawa Kematian."
"Meski begitu tetap bahaya berjalan sendirian, kita tak tau bagaimana bentuk hewan-hewan di hutan."
Rai berbalik menatap Ayako seraya memasukkan tangannya ke saku. "Jika kau merasa khawatir, kau saja yang ke sana."
"Si-siapa yang khawatir? Ih, ngapain juga khawatir dengan orang yang gak peduli dengan kita?" Ia membutar badan dan berjalan ke gedung aula.
Rai mengikutinya. "Sok marah tapi peduli."
"Diamlah! Jangan membuat orang yang mendengar salah paham."
"Tak ada yang akan salah paham, bahkan Blaze sekalipun," ujarnya sedikit berteriak.
Ayako menekuk wajahnya, tidak mengakuinya walau benar yang diucapkannya. Saat Rai melangkahkan kaki masuk, tato di dahinya menyala sekejap. Perasaan mengganjal yang dirasakan sekilas dulu terasa nyata sekarang, sinyall sang Patron berada dalam bahaya. Kakinya langsung berlari cepat meninggalkan gedung menuju ke tempat Mafea berada. Melihat saudaranya pergi begitu saja ke arah lain, Ayako menurunkan alis, heran.
"Mundur, mundur! Jangan terlalu dekat!"
mendengar Paniya meneriaki teman-temanya yang bandel di pintu utama, Ayako beralih ke sana, membantunya mengusir kawan-kawannya dari puing-puing yang masih berjatuhan dari api di lantai tiga .
~~
Kabut perlahan mulai menyelimuti area Mafea berada, padahal hari masih siang. Kelompoknya yang tak menyadari datangnya kabut itu terus berjalan tanpa merasa ada yang janggal. Ia berusaha memanggil mereka, tapi seruannya sama sekali tidak terdengar di telinga mereka, bahkan suara Meggy. Kabut menebal saat ia ingin mengejar kelompoknya itu, keberadaan mereka menghilang dalam sekejap, hanya ada warna putih sejauh mata memandang. Pepohonan di sekelilingnya juga mulai tertutupi. Suasana berubah tenang sampai suara sayup-sayup hewan hutan menghilang.
Melihat Meggy yang terus menggeram ia mengeluarkan senjata, aliran kekuatan yang keluar dari tato di balik lengan atasnya membentuk kipas dengan ujung-ujung tajamnya.
"Sejak kapan serigala itu mengikutimu?" Suara wanita memecah kesenyapan entah dari mana, nadanya lebih seperti mengeluh.
"Siapa? Siapa di sana!?" Mafea melihat sekelilingnya, tapi tidak ada satu pun orang.
"Merepotkan. Nia, kau ingin melawan hewan jelek itu?"
Mafea menyapukan mata ke sekitar, suara itu terasa tidak asing di telinga. Ia mulai mengingat siapa yang membuat kabut itu sekarang. Dengan mengumpulkan energi, kipas itu dikibaskannya. Kabut menjauh dari tempatnya, hanya menjauh dan tetap menutupi keberadaanya.
"Percuma, kau tak akan bisa menghilangkannya dengan senjata murahan itu, sayang."
Mafea menutup matanya, menyebarkan energi tubuhnya. Melia menyuruh hewannya itu menyerang, namun Meggy dengan cepat memukulnya jauh, menghalanginya. Kedua hewan itu saling menggeram.
"Jangan mencoba untuk melakukan sesuatu tanpa kesatrianmu, Putri, kau bisa terluka."
Ia membuka matanya. "Terimakasih telah memperingatkanku."
Kabut perlahan menipis, terserap energinya. Di saat itu Melia menampakkan diri di hadapannya dengan kuku-kuku panjang terselubung energi yang siap menembus dada Mafea. Tidak kalah cepat kipas di tangan diayunkannya, membuat Melia harus mengindar. Meggy pun memburu Melia, namun Nia tak membiarkannya dan menggigit. Ia menendang-nendang kakinya, berusaha melempar hewan kecil itu. Giginya menusuk sampai ke dalam, .
KAMU SEDANG MEMBACA
BEARER OF DEATH
FantasyMakhluk hidup yang membahayakan nyawa manusia. Kupu-kupu yang hidup di dalam tubuh seorang gadis remaja yang menjadikan ia dikenal dengan sebuatan Bearer of Death, si pembawa kematian. Karena suatu alasan di masa kecil jiwa mereka menjadi satu. Var...