Matahari hangat menelisik gerak-gerik manusia yang mulai melakukan aktivitas. Di balik dua tirai putih yang melambai-lambai tertiup angin, seorang perempuan mengayun-ayunkan kaki di jendela. Menikmati tiupan angin di kamarnya yang sangat tinggi dari tanah ia bisa melihat pepohonan dan rumah penduduk sekitar.
Pagi itu di gerbang sekolah sudah banyak anak-anak berdatangan dari asrama maupun rumah mereka. Saling menyapa satu sama lain dan mengobrol. Blaze keluar dari gerbang asrama dengan menguap. Melihat Raiko memasuki gerbang bersama Ayako ia berlari dan merangkul pundaknya. Menyinggung tentang mimpinya yang aneh. Vanessa yang baru datang pun ikut bergabung memukul punggung Blaze dengan tasnya. Hukuman dari semalam yang mengirim foto menyeramkan.
Blaze berhenti di depan pintu. "Kalian tau, kemarin Mafea diserang lagi?!"
"Mafea?" tanya Vanes dengan nada tinggi.
"Hm, hm." Blaze mengangguk.
"Dia baik-baik saja kok," ujar Ayako mendahului.
Blaze menoleh. "Kau juga tau?"
"Tadi malam kepala sekolah dan ayahku bicara di telepon."
"Rai ..."
"Apa?"
"Tengokin yuk."
"Siapa?"
"Mafealah."
"Pergi sendiri sana."
Ia tidak jadi melangkahkan kakinya ketika seorang bocah berusia tiga belas tahun menembus mereka, mendorong pundak Blaze
"Minggir!" Tanpa memperdulikan orang-orang yang menghalangi jalannya ia duduk di kursinya.
"Hei Joy!" Blaze berusaha mendatanginya mengajak bertengkar.
"Makanya jangan berhenti di pintu," timpal Raiko berjalan menarik lengan Blaze masuk diikuti Ayako dan Vanes.
"Rai! Kau membelanya!"
Tak peduli omelan Blaze ia duduk di tempatnya meletakkan tas. Matanya menangkap penampakan Vara dengan seragam baru dan penutup leher yang terpasang di lehernya berjalan melewati kelas 3-1 menuju ruang guru. Ia sudah menolak untuk menutupi lehernya, namun atas perintah Amor ia terpaksa memakainya. Selama berjalan menuju ruang guru banyak mata yang memperhatikannya. Terlebih dari kelas 4.
"Hei, itu gadis yang kemarin," ujar seorang laki-laki di lorong kelas.
"Iya, iya, aku kaget saat dia melempar orang-orang itu."
"Dia si pembawa kematian itukan?" ujar seorang gadis.
"Sungguhan?"
"Iya.. aku dengar dari kelas 3-1 ada dari mereka yang langsung bertatap muka."
"Kau lihat tato dia? Kata mereka tatonya berbentuk kupu-kupu."
"Bla-bla dan bla-bla..."
Ia terus berjalan dengan wajah datarnya seperti tak mendengar apa-apa. Dalam hati ia merasa sangat jengkel setiap kali diperbincangkan apalagi dekat dan terdengar jelas di telinganya. Berasa ia ingin menjahit mulut mereka semua. Atau bahkan merobeknya kalau bisa. Bel berdentang menggema di sepanjang lorong ruang sekolah. Mengisyaratkan saatnya mulut mereka berhenti bicara dan masuk ke kelas.
Vara berhenti di luar pintu guru, mengurungkan diri untuk masuk dan bersandar di dinding. Seseorang dari ujung lorong sebelah kanan dengan rambut yang berantakan berlari sekencang-kencangnya melewati Vara. Ia bisa merasakan angin dari hempasan tubuh laki-laki yang hampir terlambat masuk itu. Tak lama setelah ia menghilang di balik dinding, pintu di sebelah Vara terbuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEARER OF DEATH
FantasyMakhluk hidup yang membahayakan nyawa manusia. Kupu-kupu yang hidup di dalam tubuh seorang gadis remaja yang menjadikan ia dikenal dengan sebuatan Bearer of Death, si pembawa kematian. Karena suatu alasan di masa kecil jiwa mereka menjadi satu. Var...