"Hai," sapa Mafea mencoba untuk tersenyum, mengingat terakhir kali mereka sedikit 'beradu mulut'.
Vara beralih menatap Mafea, menanti.
"Ah, sebenarnya aku ingin menanyakannya saat di lapangan waktu itu, tapi keadaannya tak memungkinkan. Jadi... begini... kata om Brain, maksudku guru Brain, kau mengetahui sesuatu tentang kesatria."
Mereka diam sejenak.
"Terus?" tanya Vara.
"Apa kau bisa melihat mereka? Mengenali mereka?" buru Mafea.
Vara terus memandang mata berkilau di depannya itu.
"Mmm," Mafea menggigit bibir bawahnya.
Mata Rai sedikit melebar, "kau.. bisa menemukan mereka?"
"Mereka ada di sekitarmu," Vara menatap Rai sekilas dan berbalik meneruskan langkahnya.
"Tunggu," Mafea memegang tangannya, menghentikannya berjalan. "Jika kau bisa melihat tanda mereka, apa kau bisa membantuku?"
"Tidak."
"Kenapa?"
"Karena itu tugasmu bukan tugasku."
"Aku tau, tapi... seberapapun keras kucoba aku tak bisa melihat tanda-tanda mereka," wajah mafea terlihat putus asa. "Aku sudah berbicara dengan nature, mataku tertutupi oleh parasit yang membuatku tak bisa mengenali para kesatria. Aku baru ingat dulu aku pernah diserang orang-orang seperti kemarin dan mataku terkena lendir dari hewan miliknya. Sejak saat itu aku tak bisa merasakan keberadaan para kesatria atau menemukan tanda mereka."
Vara diam menyimak.
"Sebelum orang-orang itu menyerangku, aku bisa merasakan keberadaan sebagian mereka di sekolah ini. Aku yakin dari sekian banyak siswa. Tapi sekarang keberadaan mereka terasa lemah."
Angin berhembus mengalirkan udara segar. Mendung kelabu mulai menutupi langit sore itu. Mereka terdiam sejenak menatap satu sama lain.
"Kenapa kau ingin aku membantumu?"
"Karena kau bisa."
"Hei, segitu putus asakah dirimu? kau tau siapa aku? Kau tak khawatir jika sesuatu terjadi jika aku membantumu? Aku memperingatkanmu, sebaiknya jangan minta bantuanku," Vara menurunkan tangan Mafea dan berbalik pergi. "Takkan ada yang berubah jika aku yang menemukan mereka. Mereka akan tetap menjadi orang biasa, bukan para kesatria." .
Mafea pasrah membiarkannya pergi dengan raut kesedihan. Tak ingin mengganggunya lebih. Raiko sedikit kesal melihat sikap Vara. Ia berjalan dengan cepat menghampirinya, mencengkram pundak Vara agar berhenti.
"Hei! Mafea sudah menyembuhkan krammu waktu itu. Tak bisakah kau membantunya sedikit? Ia sudah memohon padamu. Setidaknya beritahu siapa para kesatria itu dan selanjutnya Mafea bisa memikirkannya. Kau sudah lihat sendiri bagaimana dia diserang di aula tanpa para kesatria."
Vara balas menatapnya tajam, "Kau."
"Hah?" wajah Rai masih terlihat kesal.
"Menggangguku."
Mereka saling menatap dengan amarah.
Mafea menggigit bibirnya merasa cemas. "Rai, lepaskan tanganmu. Biarkan dia pergi."
"Mafea, dia.."
"Tak apa Rai."
Rai terpaksa menurunkan tangannya. Vara langsung berbalik pergi. Dua orang yang ditinggalkannya hanya menatap punggungnya diam. Rai menghela nafas berat menaikan rambutnya yang turun ke dahi. Tapi setelah lima langkah berjalan Vara berhenti. Berpikir sejenak dan kemudian berbalik melepas ikat lehernya membuat dua remaja di depannya terheran.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEARER OF DEATH
FantasyMakhluk hidup yang membahayakan nyawa manusia. Kupu-kupu yang hidup di dalam tubuh seorang gadis remaja yang menjadikan ia dikenal dengan sebuatan Bearer of Death, si pembawa kematian. Karena suatu alasan di masa kecil jiwa mereka menjadi satu. Var...