Sebuah bangunan yang berdiri kokoh sejak ratusan tahun lalu itu terguyur hujan deras dari pagi tadi. Tidak ada tanda-tanda hujan akan reda dari gelapnya langit, hanya ada petir yang menyambar berkali-kali. Bangunan yang disebut sekolah itu dipenuhi para siswa yang ingin mengasah kemampuan dan kekuatan dari berbagai daerah.
"Dilihat dari luar, sekolah ini tampak sama seperti sekolah-sekolah biasa pada umumnya yang mengajarkan pelajaran di dalam maupun di luar kelas, dengan mata pelajaran umum yang berbasis kurikulum dari kementrian pendidikan. Namun dari dalam setiap pelajaran di sini mengajarkan kekuatan, kekuatan yang bisa digunakan untuk bertarung.
"Kalian sudah mengenal teman dalam satu kelas ini memiliki umur yang beragam, bahkan ada yang jauh di bawah umur karena kelas yang kalian tempati tidak seperti sekolah lain. Bagi mereka yang memiliki kekuatan lebih kuat dan memiliki pengendalian yang tepat mereka berada di kelas lebih tinggi, berapa pun umur mereka," jelas seorang guru lelaki bekulit coklat memandangi hujan, lengannya yang terbuka memamerkan tato.
Dua hari lalu adalah hari mulainya siswa baru bersekolah dan banyak dari mereka melompat ke kelas dua. Tentu saja karena mereka telah memenuhi syarat. Namun ada satu masalah yang menimbulkan keributan di ruang guru.
"Kepala sekolah, kita tidak harus menerimanya!" seru seorang lelaki tengah baya.
"Benar, aku tak setuju dia masuk sekolah ini, dia bahkan tak ikut tes kemarin," timpal seorang perempuan menyilangkan tangan.
"Apa tidak bahaya jika ia ada tengah murid-murid? aku tidak berpikir mereka akan menerimanya," timpal yang lain dengan cemas.
"Hmm ..." Kepala sekolah itu hanya mengangguk mendengar mereka.
"Kita memiliki surat rekomendasi dari nyonya Vass, jika langsung menolaknya sama saja kita menghina nyonya bukan?" Senyum seorang guru yang membawa kucing.
"Hmm ..."
"Jika masalahnya dia tak ikut tes kemarin, kita tinggal memberinya sebuah ujian nanti, kalau kau mau kau bisa menjadi lawan ujinya, Nenita," ujarnya masih dengan senyuman.
Nenita memasang wajah kesal padanya.
"Benar kata si kucing. Lagipula sekolah kita tidak membedakan setiap murid dari latar belakang maupun fisik, kita menerima mereka berdasarkan kekuatan yang mereka punya," tegas seorang guru lelaki dengan badan kekar di sampingnya.
"Oi, oi, siapa yang kau bilang si kucing?" bisiknya.
Sebagian para guru menolak. Tidak pernah terbayangkan bagaimana seorang yang berbahaya dan bisa mengancam kehidupan itu duduk menerima pelajaran bersama para siswa lain. Tapi sebagian dari mereka diam, tiak terlalu peduli dengan apa yang terjadi. Dalam pikiran mereka 'tidak perlu mengkhawatirkan sesuatu yang belum terjadi'. Tapi bagi yang menolaknya mereka lebih berfikir 'jangan pernah mengambil resiko jika tidak bisa mengatasinya dan akan merugikan'.
"Kepala sekolah, jangan hanya diam saja!" seru lelaki tengah baya itu.
"Hmm ..." Amor menatap para guru di hadapannya. "Sepertinya dia sudah sampai, bagaimana kalau kita temui dulu?"
~~
Seorang gadis dengan memakai mantel hitam dengan tudung yang menutupi wajah atasnya berjalan memasuki gerbang. Sepatu butsnya basah terkena hujan. Ia berhenti di depan pintu sekolah, menurunkan tudungnya dan mendongakkan kepala ke langit. Poni panjang yang menutupi matanya tersibak. Bulir-bulir hujan pecah menyentuh wajah menyisakan aliran ke lehernya. Hujan yang semula deras menyisakan rintik hujan lembut.
Seorang murid laki-laki dengan setengah rambut depan tersisir naik berhenti berjalan dengan membawa beberapa gulung kertas. Dari jendela lantai dua matanya menangkap seseorang di bawah sedang menikmati rinai hujan. Temannya yang berjalan di depan berhenti melihatnya terpaku di dekat jendela.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEARER OF DEATH
خيال (فانتازيا)Makhluk hidup yang membahayakan nyawa manusia. Kupu-kupu yang hidup di dalam tubuh seorang gadis remaja yang menjadikan ia dikenal dengan sebuatan Bearer of Death, si pembawa kematian. Karena suatu alasan di masa kecil jiwa mereka menjadi satu. Var...