Pemilik tempat penitipan barang didekat sungai Han hanya bisa terkekeh kecil ketika Hoseok bertanya kenapa dia tidak memberikan barang pada wanita yang datang kesini tadi.
"Aku hanya menjalankan perintahmu untuk menjaga barang, aku mana tahu dia pemilik sebenarnya. Apalagi melihat dirimu semalam yang setengah tak sadar begitu, aku harus ekstra hati-hati, kan." Jelas laki-laki itu panjang. "Nah sekarang bawa lah."
Hoseok mengerucutkan mulut, dengan cepat menuliskan alamat rumah Hana di kartu nama penitipan yang tersedia dimeja. "Tolong antarkan ketempat itu."
Lelaki seumuran Hoseok itu mendengus. "Kamu tahu, aku bukan tukang paket."
Tidak mengindahkan tolakan, Hoseok malah bertanya tentang Ara perempuan berambut pendek berwarna merah yang tadi kesini. Dimana sekarang perempuan itu.
Lelaki itu mengangkat bahu. "Sekitar satu jam lalu dia pergi entah kemana sambil mengumpat dengan bahasa yang aku yakin bahasa jepang."
"Dari mana kamu tahu kalau dia mengumpat?"
Laki-laki itu terdiam mencoba memutar kembali adegan yang satu jam lalu dialaminya. "Dia berkata penuh penekanan dengan tatapan kebencian karena aku tidak memberikan barangnya."
Hoseok menggelengkan kepala berdecak kesal, mengangkat tangan keatas pamit tanpa repot-repot menengok lelaki yang tengah menyumpah karena Hoseok memerintahnya.
"YA! Barangmu brengsek!" Hoseok berpura-pura tidak mendengarkan sambil berpikir kemana Ara sekarang.
Oh Hoseok ingat line Ara tadi pagi.
Bohong, tidak ada orang waras yang nekat bekeliling sendiri pada kunjungan pertamanya ke Korea.
Hoseok cepat-cepat mencari taxi. Hampir saja dia lupa kalau Ara sedikit minus. Sudah pasti perempuan itu nekat mencari daerah Sancho sendirian.
...
Sejak awal datang ke Korea, Ara sudah menetapkan hati dan pikiran untuk tidak merepotkan dan menambah daftar hutang budi dengan orang lain. Ara bisa melakukan segala hal sendiri, jadi dia tidak begitu kaget saat membaca penolakan Hoseok. Tidak semua orang memiliki prinsip harus membalas budi, bahkan banyak yang berpura-pura lupa. Sudahlah.
Berbekal google dan map, Ara mencari cara untuk sampai ke Sancho. Ara benar-benar buta arah, terang saja ini pertamakalinya Ara datang ke Korea sendiri setelah bisa membedakan mana rok dan mana celana. Meskipun Ara murni Korea dan cukup lancar memakai bahasa Ibunya, namun Ara tidak bisa membaca Hangul. Salahkan kedua orang tuanya yang hanya menumpang nikah dan melahirkan di Korea.
Ah lagipula Ara lebih senang dipanggil dengan surfix chan atau san dibandingkan ya atau ssi. Berkat menjadi atlit negara, jiwa nasionalis Ara tinggi, Ara sepenuhnya warga negara Jepang.
Sambil berjalan ke tempat penitipan yang tidak jauh dari sungai Han, mata Ara tidak lepas membaca deretan tulisan kanji yang berisi informasi ke Sancho. Ara mendesah, dia tidak mengerti sama sekali.
Kesebalan Ara bahkan berlipat ganda saat tidak bisa mengambil barangnya sendiri. Lebih parahnya, dia dituduh sebagai ssaeng, ini kedua kalinya setelah semalam. Kalau Ara tidak salah, ssaeng itu yang pekerjaannya menguntit idola dan terlalu mencintai idolanya namun dengan jalan yang salah, kan.
Ohw, apakah wajah Ara mencerminkan 'tidak punya pekerjaan lain'. Jangankan menyukai idol, tahu mereka saja tidak. Ara tahu fungsi televisi saja, membuat keluarganya mengucap syukur.
Ara masih mencoba meyakinkan laki-laki penjaga kios itu sambil menahan kata-kata kasar diujung lidah. Namun Ara bukanlah titisan dewi pengasih seperti Hana, dirinya tidak bisa sabar. Dengan geram Ara memaki laki-laki itu dengan segala umpatan di Jepang yang dia tahu, toh laki-laki itu tidak akan mengerti jadi Ara tidak mengingkari prinsipnya yang harus menjadi anak sopan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunshine Dancing In The Spring [√]
Fanfiction"Kenapa sih senyum terus? Gak bosen? Kalau ada yang ganggu labrak aja, yuk aku bantuin!" - Nam Ara- "Maaf aku bukannya mau menggombal tapi kamu gak capek cemberut? Nanti wajah cantik kamu ilang, loh~" -Jung Hoseok- . Bangtan Love Story ke 2